KETIMPANGAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH YANG BERDAMPAK PADA POTENSI BANJIR
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tanah merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai bentuk dan ukuran, dapat dilihat sebagai benda yang merupakan tempat tumbuh bagi tanaman dimana ukurannya adalah subur dan gersang. Dapat pula sebagai benda yang diukur dengan ukuran besar atau isi (volume) misalnya satu ton tanah atau satu meter kubik tanah, dan akhirnya tanah dapat dipandang sebagai ruang muka bumi sesuai pasal 4 ayat 1 UUPA dimana ukurannya adalah luas misalnya ha, m2 dan sebagainya. Belakangan ini ada usaha untuk mengganti istilah tanah dalam ukuran luas yang dikenal dengan istilah “lahan”, hal ini dimaksudkan untuk menambah perbendahaarn kata kata Indonesia. Antara istilah lahan dan tanah harus hidup berdampingan ini dikarenakan kata kata seperti tanah air, tanah wakaf dan sertipikat tanah telah menjadi istilah baku yang historis maupun secara yuridis, dalam melaksanakan tugas mengemban UUPA (UU no 5 tahun 1960). Adapula akhir akhir ini diperkenalkan adanya istilah “ruang”, akan tetapi hingga saat ini tidak ada yang menjelaskan dengan jelas apa yang dimaksud dengan ruang. Menurut UUPA pasal 4 ayat 1 ruang merupakan tanah permukaan bumi, sedangkan menurut UU nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang yang membagi ruang menjadi ruang daratan (tanah), ruang lautan/perairan dan ruang angkasa. Atas pengertian tersebut maka “tanah”, “lahan” dan “ruang” merupakan istilah yang harus hidup berdampingan, akan tetapi harus tetap didukung oleh landasan hukum yang benar. Yang perlu diperhatikan bahwa tanah sebagai ruang selain dari aspek fisik, mempunyai dua aspek lain yang penting yakni “hak” dan “penggunaan”.
Oleh karena itulah tanah merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga ketimpangan dalam penggunaan tanah dan pemanfaatan tanah atau penggunaan tanah dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan fungsi dan penggunaannya dapat berakibat buruk baik untuk lingkungan hidup maupun untuk kehidupan manusia itu sendiri. Salah satu dampak dari ketimpangan penggunaan tanah dan pemanfaatan tanah yakni banjir.
2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
a. memenuhi tugas mata kuliah Penatagunaan Tanah
b. mengetahui faktor - faktor yang menyebabkan masalah banjir terutama ditinjau dari aspek penggunaan tanah dan pemanfaatan tanahnya
c. mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mencegah adanya banjir terutama ditinjau dari aspek penggunaan tanah dan pemanfaatan tanahnya
B. PEMBAHASAN
Banjir dalam bahasa populernya biasa diartikan sebagai aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa, sedangkan dalam istilah teknik ‘banjir’ adalah aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai tersebut (Hewlett, 1982 dalam Asdak, 2002) Lebih lanjut Siswoko (2002), menyatakan peristiwa banjir merupakan suatu indikasi dari ketidakseimbangan sistem lingkungan dalam proses mengalirkan air permukaan, dipengaruhi oleh besar debit air yang mengalir melebihi daya tampung daerah pengaliran, selain debit aliran permukaan banjir juga dipengaruhi oleh kondisi daerah pengaliran dan iklim (Curah hujan) setempat. Banjir dan kekeringan adalah masalah yang saling berkaitan dan datang susul menyusul, semua faktor yang menyebabkan kekeringan akan bergulir menyebabkan terjadinya banjir (Maryono, 2005). Lebih lanjut (Siswoko, 2002) menyatakan bahwa beberapa faktor menjadi penyebab masalah banjir yaitu adanya interaksi antara faktor penyebab yang bersifat alamiah, dalam hal ini kondisi dan peristiwa alam serta campur tangan manusia yang beraktivitas pada daerah pengaliran.
a. Faktor campur tangan manusia
Menurut Siswoko (1996), beberapa hal yang menimbulkan terjadinya banjir akibat dari aktifitas manusia yaitu; (1) aktifitas tataguna lahan dengan tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air sehingga berakhir dengan kerusakan hutan dan pemadatan tanah, akibatnya mempengaruhi kemampuan tanah dalam meloloskan air (infiltrasi) yang mempercepat proses terjadinya banjir, (2) pemanfaatan atau penyedotan air tanah yang berlebihan, (3) pembendungan melintang daerah pengaliran tanpa memperhitungkan dampaknya, (4) pemukiman dan pengolahan lahan pertanian di daerah dataran banjir, (5) pendangkalan daerah pengaliran akibat sediment dan sampah, (6) kesalahan perencanaan dan implementasi pembangunan kawasan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengendali banjir.
b. Faktor kondisi dan peristiwa alam
Menurut Lee (1980) dalam Subagio (1990), pengaruh penutupan hutan terhadap banjir dan kurasakan akibat banjir berkaitan dengan sedimentasi dan debit kotoran, khususnya kerusakan akibat erosi dan pendangkalan sungai. Lebih lanjut Schwab, dkk (1997), menyatakan pengaruh faktor daerah tangkapan air seperti ukuran, bentuk, posisi, topografi, geologi dan budidaya pertanian menentukan terjadinya banjir. Laju dan volume banjir suatu daerah tangkapan air meningkat bila ukuran daerah juga meningkat; akan tetapi laju dan volume banjir persatuan luas daerah tangkapan air berkurang jika luas daerah banjir bertambah. Menurut sosrodarsono (2003), bahwa selain karena faktor daerah tangkapan air,banjir juga dipengaruhi oleh karakteristik jaringan sungai, daerah pengaliran yang tidak langsung dan drainase buatan. Lebih lanjut Asdak (2002), menyatakan peningkatan volume aliran dipengaruhi oleh faktor iklim terutama curah hujan yaitu lama waktu hujan, intensitas dan penyebaran hujan; curah hujan tidak meningkat sebanding dengan waktu, dan apabila waktu dapat ditentukan lebih lama maka penambahan curah hujan lebih kecil sebab curah hujan kadang berkurang atau berhenti. Jumlah curah hujan sebesar 3.600 ml tersebar merata sepanjang tahun, jika terkonsentrasi 2-3 bulan secara terus menerus maka energi kinetiknya dapat menimbulkan penghancuran tanah yang selanjutnya terangkut atau hanyut ke sungai. Jika daya angkut lebih kecil dari total tanah yang dihancurkan akan terjadi pengendapan (Hardjowigeno, 1992) lebih lanjut Sasongko (1992), menyatakan pengendapan didasar sungai akan mengakibatkan sungai melandai dan akan terjadi luapan air, dengan kondisi demikian peluang kejadian banjir akan semakin besar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan terjadinya peristiwa banjir; untuk banjir yang disebabkan oleh curah hujan yaitu menjauhkan segala bentuk kegiatan (pemukiman, industri dan pusat pertumbuhan lainnya) dari daerah banjir yang secara historis telah dipetakan berdasarkan data curah hujan setempat, sedangkan untuk banjir akibat aktivitas manusia dan kerusakan lingkungan dapat diupayakan dengan dua cara yakni secara non teknik stuktural dan secara teknik struktural.
a. Secara non tehnik struktural
- | Pembuatan peraturan daerah tentang penguasaan lahan dan peraturan daerah tentang daerah dataran banjir serta garis sepadan sungai. |
- | Pelaksanaan tindakan rehabilitasi lahan menggunakan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air guna memperkecil aliran permukaan. |
- | Pengaturan penggunaan lahan untuk mengantisipasi pembangunan ataupun pemanfaatan daerah dataran banjir. |
- | Pengaturan penambangan galian C (pasir dan batu) agar pengelolaanya berwawasan lingkungan (khusus Palu dan Donggala). |
- | Perlunya sosialisasi masalah banjir dan akibat yang ditimbulkan, sehingga diharapkan aktifitas masyarakat yang bermukim disekitar daerah pengaliran dapat berwawasan lingkungan. |
b. Secara tehnik struktural
- | Pembuatan kolam retensi dan atau sumur resapan diseluruh kawasan perkebunan, pertanian, pemukiman, perkantoran, perkotaan dan pedesaan |
- | Pembuatan jembatan dirancang dengan panjang dan tinggi maksimal untuk kelancaran aliran air dalam volume besar (Khusus DAS). |
Fenomena banjir di daerah tropis khususnya Indonesia membawa dampak negatif; akhir-akhir ini menimbulkan berbagai kerugian dari segi kesehatan, kerugian harta benda, dan bahkan kehilangan nyawa penduduk. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia mencapai 2,3 % per tahun dan pertumbuhan populasi tersebut tidak sebanding dengan ketersediaan lahan, ketersediaan lapangan kerja serta minimnya ketrampilan dan rendahnya tingkat pendidikan. Hal ini mendorong masyarakat mengeksploitasi sumberdaya alam melalui pembalakan hutan (forest logging), pengurangan areal tegakan hutan (deforestasi) dan pembukaan lahan pertanian baru yang intensif pada kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) tanpa menggunakan kaidah konservasi mengakibatkan tanah rentan terhadap erosi dan tanah longsor yang berperan mempercepat proses terjadinya banjir di kawasan hilir DAS.
Pemanfatan sumberdaya alam tidak sesuai kemampuan dan daya dukungnya berdampak mempercepat rusaknya daur hidrologi, dalam kondisi ekstrim tertentu mempercepat terjadinya kekeringan yang mengarah pada ‘desertification’ maupun banjir. Peranan tata guna lahan pada aliran permukaan bisa digambarkan dalam koefisien aliran permukaan sebagai bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besar aliran permukaan dan besarnya curah hujan, angka koefisien aliran permukaan merupakan salah satu indikator yang menentukan kondisi fisik DAS. Hingga saat ini peran lahan kering belum didayagunakan secara optimal, selain itu pemerintah dengan gerakan nasional reboisasi hutan dan lahan masih jauh dari yang diharapkan akibatnya banjir bandang masih terus terjadi.
Ekosistem DAS hulu merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini antara lain sebagai fungsi tata air, oleh karenanya perencanaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan atau pembuatan bangunan konservasi dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air dan transport sedimen serta material terlarut lain (non-point pollution). Keterkaitan DAS hulu – hilir di atas dapat digunakan sebagai satuan unit perencanaan sumberdaya alam termasuk pembangunan pertanian berkelanjutan.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Banjir terjadi akibat dari iklim (curah hujan), akibat kerusakan DAS bagian hulu, tengah dan hilir serta penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan fungsinya.
b. Upaya yang dapat dilakukan menekan peristiwa banjir; untuk banjir yang disebabkan oleh curah hujan yaitu menjauhkan segala kegiatan (pemukiman, industri dan pusat pertumbuhan lainnya) dari daerah banjir yang secara historis telah dipetakan berdasarkan data curah hujan setempat, sedangkan untuk banjir akibat aktifitas manusia dan kerusakan lingkungan dapat diupayakan dengan dua cara (1) secara non teknik stuktural dan (2) secara teknik struktural.
c. Agar memberikan peringatan dini kepada masyarakat tentang banjir maka diperlukan adanya alat pencatat tinggi muka air pada setiap sungai.
d. Banjir juga erat kaitannya dengan aspek penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan fungsi dan penggunaannya, yang dalam hal ini berkaitan dengan tindakan manusia.
2. Saran
a. Didalam pembangunan suatu proyek atau suatu kegiatan diatas suatu bidang tanah hendaknya harus tetap memperhatikan rencana tata ruang yang ada pada daerah tersebut.
b. Didalam pembangunan suatu proyek atau suatu kegiatan diatas suatu bidang tanah hendaknya harus tetap memperhatikan akan fungsi dari penggunaan dan pemanfaatan tanahnya sehingga potensi banjir dapat cegah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar