:)

:)

Sabtu, 06 Agustus 2011

tugas PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MISI PENGENDALIAN MASYARAKAT

MISI KE 3 : MENCEGAH TERJADINYA PENYIMPANGAN DALAM PEMANFAATAN TANAH ( TANAH TIDAK PRODUKTIF DAN TANAH TERLANTAR )


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pengendalian pertanahan untuk kesejahteraan rakyat akan terwujud apabila diiriingi dengan visi dan misi yang tepat, yaitu penegakan hak dan kewajiban yang tidak merugikan kepentingan pihak lain. Selanjutnya visi ini diikuti dengan misi sebagai berikut (1) menegakkan norma – norma pengelolaan kegarariaan / pertanahan agar dipahami, dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan keagrariaan/pertanahan, yaitu pemerintah, instansi pertanahan, masyarakat dan pelaku usaha; (2) meningkatkan kesadaran pemegang hak atas tanah atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan tanah untuk mempergunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya, sebagai wujud peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan pertanahan/keagrariaan;(3) mencegah terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan tanah ( tanah tidak produktif dan tanah terlantar ); (4) mencegah terjadinya spekulasi tanah dan monopoli tanah serta bentuk lain sebagai pemerasan dalam penguasaan dan pemilikan tanah dan (5) mengupayakan terwujudnya tertib pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Wujud Konkrit pengendalian pertanahan itu sendiri antara lain berupa penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, yang merupakan instrument penegakan hak dan kewajiban. Aktivitas ini memiliki misi, yaitu pendayagunaan bukan penertiban semata. Dengan demikian suatu bidang tanah yang sudah dilekati hak, atau mempunyai dasar penguasaan hendaklah digunakan sesuai keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya.

1.2.Maksud dan Tujuan

Adapun Maksud dan Tujuan Makalah ini adalah :

1. Sebagai bahan diskusi pada mata kuliah Pemebrdayaan Masyarakat

2. Agar Mahasiswa mampu menjelaskan tentang visi dan misi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan pertanahan

3. Agar mahasiswa mampu mendeskripsikan visi dan misi pemberdayaan masyarakat terutama misi ke tiga yang berkaitan dengan penyalahgunaan pemanfaatan tanah yang menimbulkan tanah terlantar.

BAB II

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan kali ini, kelompok kami akan mencoba membahas tentang visi ke tiga yang erat kaitannya dengan adanya penyimpangan pemanfaatan dan pengolahan tanah yang dapat menimbulkan terjadinya tanah tidak produktif dan tanah terlantar, dimana tentang tanah terlantar sendiri telah diuraikan dalam Undang – Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, dalam Undang – Undang ini dijelaskan tentang bagaimana sebidang tanah dapat dikatakan sebagai tanah terlantar, criteria tanah terlantar, serta prosedur pencabutan hak apabila sebidang tanah ditelantarkan.

II.1. Misi Pengendalian Masyarakat

Misi ke 3 : Mencegah Terjadinya Penyimpangan dalam Pemanfaatan Tanah ( Tanah Tidak Produktif dan Tanah Terlantar )

Wujud Konkrit Pengendalian Pertanahan dalam hal ini adalah berkaitan dengan adanya tanah terlantar dan Tanah tidak Produktif, yaitu:

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar : Sebagai Instrumen penegakan hak dan kewajiban

Evaluasi Hak Atas Tanah Berskala Besar, berupa :

1. Rekomendasi secara Makro Pengelolaan / alokasi pemanfaatan tanah

2. Rekomendasi Mikro untuk masing – masing bidang tanah

3. Neraca Pemberian Hak Atas Tanah Berskala besar dalam satuan administrasi.

Dasar Hukum Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

PP No.36 Tahun 1998 jo PP No. 11 Tahun 2010 Tentang PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

Latar Belakang

Pasal 27, 34 dan 40 UUPA: Hak Atas Tanah Hapus antara lain karena DITERLANTARKAN.

Tanah Terlantar menimbulkan :

(a) kesenjangan sosial,

(b) kesenjangan ekonomi,

(c) kesenjangan kesejahteraan rakyat dan

(d) penurunan kualitas lingkungan hidup

PP 36 tahun 1998 tidak dapat lagi dijadikan acuan dalam penyelesaian, penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, perlu diganti dengan PP No. 11 Tahun 2010.

Obyek Tanah Terlantar

Obyek penertiban tanah terlantar meliputi :

Tanah Hak milik, HGU, HGB, Hak Pakai, HPL atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak.

Tidak Termasuk Objek Penertiban Tanah Terlantar

Tanah Hak Milik atau HGB atas nama perseorangan yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya;

Tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan sudah berstatus maupun belum berstatus barang Milik Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya.

Selanjutnya akan dijelaskan bagaimana mengidentifikasi tanah terlantar.

Identifikasi dan Penelitian

Pasal 4

1) Kepala Kantor Wilayah BPN menyiapkan DATA TANAH terindikasi terlantar ; yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan identifikasi dan penelitian

Pasal 5

1) Identifikasi dan penelitian dilaksanakan oleh Panitia; yang susunan anggotanya terdiri dari unsur BPN

Pasal6

(1) Pelaksanaan Identifikasi dan penelitian :

a. Terhitung mulai 3 (tiga ) tahun sejak diterbitkan Hak milik, HGB, HGU, Hak Pakai ; atau

b. Terhitung sejak berakhirnya ijin / keputusan / surat dasar penguasaan atas tanah.

(2) Identifikasi dan penelitian meliputi :

a. Nama dan alamat pemegang hak

b. Letak, luas, status hak atau dasar penguasaan dan keadaan visik tanah

c. Keadaan yang mengakibatkan tanah terlantar.

Pasal 7

(1) Kegiatan identifikasi dan penelitian meliputi :

Verifikasi data visik dan data yuridis;

Mengecek buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya;

Meminta keterangan dari pemegang hak dan pihak lain;

Melaksanakan pemeriksaan visik;

Melaksanakan plotting letak, penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta pertanahan;

Membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar;

Menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian;

Melaksanakan sidang Panitia; dan

Membuat Berita Acara.

(2) Laporan hasil identifikasi dan penelitian beserta Berita Acara disampaikan kepada Kepala kantor Wilayah BPN.

Pasal 8

1) Apabila berdasarkan hasil identifikasi dan penelitian disimpulkan terdapat tanah terlantar, maka Kepala Kantor Wilayah memberitahukan dan sekaligus memberikan peringatan tertulis pertama kepada Pemegang Hak, agar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya surat peringatan, menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya atau sesuai izin/keputusan/surat sebagai dasar penguasaannya.

2) Apabila Pemegang Hak tidak melaksanakan peringatan tersebut, Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan tertulis kedua dengan jangka waktu yang sama dengan peringatan pertama.

3) Apabila Pemegang Hak tidak melaksanakan peringatan kedua, Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan tertulis ketiga dengan jangka waktu yang sama dengan peringatan kedua;

4) Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaporkan oleh Kepala Kantor Wilayah kepada Kepala;

5) Dalam hal tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)yang dibebani dengan HT, maka surat peringatan tersebut dibritahukan juga kepada pemegang HT;

6) Apabila pemegang hak tetap tidak melaksanakan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala kantor wilayah mengusulkan kepada kepala untuk menetapkan tanah yang bersangkutan sebagai tanah terlantar.

Penetapan Tanah Terlantar

Pasal 9

1) Kepala menetapkan tanah terlantar terhadap tanah yang diusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah;

2) Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar merupakan tanah hak, penetapan tanah terlantar memuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum dan menegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara;

3) Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar adalah tanah yang telah diberikan dasar penguasaan, penetapan tanah terlantar tersebut memuat juga pemutusan hubungan hukum serta penegasan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Pasal 10

1) Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar, merupakan keseluruhan hamparan, maka apabila hak atas tanahnya dihapuskan, diputuskan hubungan hukumnya, dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara; Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar, apabila merupakan sebagian hamparan yang diterlantarkan, maka hak atas tanahnya dihapuskan,diputuskan hubungan hukumnya dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan selanjutnya kepada bekas Pemegang Hak diberikan kembali atas bagian tanah yang benar-benar diusahakan, dipergunakan, dan dimanfaatkan sesuai dengan keputusan pemberian haknya;

2) Untuk memperoleh hak atas tanah atas bagian tanah bekas Pemegang Hak dapat mengajukan permohonan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 11

1) Apabila tanah hak yang diterlantarkan kurang dari atau sama dengan 25% (dua puluh lima persen), maka Pemegang Hak dapat mengajukan permohonan revisi luas atas bidang tanah yang benar-benar digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan keputusan pemberian haknya;

2) Biaya atas revisi pengurangan luas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi beban Pemegang Hak

Pasal 12

1) Tanah yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar, dinyatakan dalam keadaan status quo sejak tanggal pengusulan;

2) Tanah yang dinyatakan dalam keadaan status quo, tidak dapat dilakukan perbuatan hukum atas bidang tanah tersebut sampai diterbitkan penetapan tanah terlantar yang memuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Pasal 13

1) Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak ditetapkannya keputusan penetapan tanah terlantar, wajib dikosongkan oleh bekas Pemegang Hak atas benda-benda bersangkutan; di atasnya dengan biaya yang bersangkutan;

2) Apabila bekas pemegang Hak tidak memenuhi kewajiban, maka benda-benda di atasnya tidak lagi menjadi miliknya, dan dikuasai langsung oleh Negara.

Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penertiban tanah terlantar diatur dalam Peraturan Kepala Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar

Pasal 15

1) Peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui reforma agraria dan program strategis negara serta untuk cadangan negara lainnya.

2) Peruntukan dan pengaturan peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan,dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar dilaksanakan oleh Kepala.

Pasal 16

Terhadap tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) yang berhubungan dengan penguasaan dan penggunaannya tidak boleh diterbitkan izin / keputusan / surat dalam bentuk apapun selain yang ditetapkan dalam

Pasal 17

Pelaksanaan penertiban tanah terlantar dan pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar dilakukan oleh Kepala dan hasilnya dilaporkan secara berkala kepada Presiden

Pasal 18

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap tanah yang telah diidentifikasi atau diberi peringatan sebagai tanah terlantar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah terlantar, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan ditindaklanjuti sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 19

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan tanah terlantar dan peraturan pelaksanaannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 20

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :

· Tanah terlantar merupakan tanah yang tidak digunakan oleh pemegang hak atas tanahnya sesuai dengan peruntukan penggunaan yang telah ditetapkan

· Dalam rangka penertiban tanah terlantar pemerintah mengeluarkan PP No. 11 tahun 2010 sebagai penyempurnaan dari PP 36 tahun 1998.

· Dalam rangka inventarisasi tanah yang diindikasikan terlantar Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional mambentuk suatu tim untuk mengadakan penelitian, penyelidikan, dan inventarisasi terhadap hak-hak atas tanah yang berskala besar untuk kegiatan yang bersifat usaha, apakah penggunaan tanahnya telah sesuai dengan peruntukannya.

· Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional berhak memberikan surat peringatan kepada pemegang hak atas tanah yang diindikasikan telah mentelantarkan tanahnya agar segera mengusahakan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya.

· Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional berhak memberikan rekomendasi kepada Kepala Badan Pertanahan nasional untuk mengeluarkan surat keputusan tanah terlantar.

B. SARAN

· Dalam rangka inventarisasi tanah terlantar dari pihak BPN harus mempunyai data base yang lengkap mengenai tanah-tanah yang diindikasikan terlantar agar informasi yang diberikan menjdi lebih lengkap.

· BPN harus lebih aktif dalam mengadakan pengawasan terhadap hak-hak atas tanah yang berskala besar.

· BPN harus bisa bekerja sama dengan instansi lain yang terkait dalam hal penertiban tanah terlantar dan pembentukan Panitia C.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar