TUGAS
MATA KULIAH TATA RUANG DALAM PERENCANAAN WILAYAH
“ Mitigasi Bencana Alam sebagai Basis Tata Ruang dalam Perencanaan Wilayah
di Provinsi Bengkulu “
KATA PENGANTAR
Bencana alam yang melanda Indonesia akhir-akhir ini memang mengkhawatirkan banyak pihak. Tidak hanya di anggap sebagai bencana nasional tapi juga sudah bertaraf internasional. Namun salah satu tahap penting yang juga dapat mengurangi dampak dan korban yang ditimbulkan bencana diabaikan begitu saja. Tahap tersebut dikenal dengan istilah umum “Siaga Bencana” dan istilah teknis “Mitigasi Bencana”.
Perihal penetapan tata ruang dalam perencanaan wilayah, mitigasi bencana dapat dijadikan acuan sebagai titik awal program mitigasi bencana alam di suatu wilayah. Sebagai wilayah yang di kaji oleh penulis dalam penyusunan tulisan ini, Provinsi Bengkulu telah menetapkan penyelenggaraan tata ruang dalam perencanaan wilayahnya dengan berbasiskan pada mitigasi bencana alam. Penulis berharap para mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dari tulisan ini sebagai bekal kelak dalam menghadapi kompleksitas permasalahan tersebut di atas.
Pada akhirnya, kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan tulisan ini, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Serta tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung untuk terselenggaranya tulisan ini.
Yogyakarta, Maret 2011
Penulis
MITIGASI BENCANA ALAM SEBAGAI BASIS TATA RUANG
DALAM PERENCANAAN WILAYAH DI PROVINSI BENGKULU
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 telah memberikan pengaruh pada pergeseran nilai, pembangunan di seluruh wilayah Indonesia termasuk didalamnya wilayah Kota Bengkulu. Perubahan nilai yang terjadi setelah reformasi meliputi pergeseran dari sentralistik menjadi desentralistik. Dampak langsungnya adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan tersebut dijamin dengan lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diikuti Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Berdasarkan Undang-Undang tersebut maka substansi dan esensi dari sistem perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah menjadi semakin perlu untuk dimantapkan dan disempurnakan, guna lebih menjamin penyelenggaraan pembangunan di pusat dan daerah yang lebih berhasilguna dan berdayaguna.
Dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah, Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu menetapkan Undang-Undang dan peraturan-peraturan dalam hal Rumah Tangganya. Termasuk salah satunya yaitu dalam permasalahan perencanaan pembangunannya, Pemerintah Provinsi Bengkulu harus dapat mengambil langkah cepat dan tepat dalam menetapkan Tata Ruang dalam Perencanaan Wilayahnya.
b. Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengapa Provinsi Bengkulu ditetapkan sebagai wilayah yang berpotensi dilanda sembilan bencana alam?
2. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam perencanaan mitigasi bencana?
3. Mengapa mitigasi bencana memerlukan penataan ruang di Provinsi Bengkulu?
c. Tujuan
Tulisan ini membahas mengenai peran pentingnya mitigasi bencana dalam menentukan pelaksanaan penataan ruang dalam perencanaan wilayah di Provinsi Bengkulu. Dengan demikian peran penting tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan penetapan Tata Ruang dalam Perencanaan Wilayah yang tepat.
2. PEMBAHASAN
Bencana alam yang melanda Indonesia akhir-akhir ini memang mengkhawatirkan dan menggugah simpati kita semua untuk membantu meringankan beban korban bencana tersebut. Namun banyak yang melupakan satu tahap penting yang juga dapat mengurangi dampak dan korban yang ditimbulkan bencana. Tahap tersebut dikenal dengan istilah umum “Siaga Bencana” dan istilah teknis “Mitigasi Bencana”. Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko yang terkait dengan bahaya-bahaya karena ulah manusia dan bahaya alam yang sudah diketahui, dan proses perencanaan untuk respon yang efektif terhadap bencana-bencana yang benar-benar terjadi.
Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari satu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan.Tahun 1990an akan menjadi satu dekade upaya besar untuk mendorong teknik-teknik mitigasi bencana dalam proyek-proyek pembangunan diseluruh dunia. Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengadopsi dekade tahun1990an sebagai Dekade Internasional untuk Pengurangan Bencana Alam. Tujuannya adalah untuk mencapai pengurangan yang signifikan dalam halkematian dan kerusakan materi yang disebabkan oleh bencana-bencana padaakhir dekade. DHA dan UNDP akan memainkan peran sentral di dalam mendorong pemerintah-pemerintah nasional dan badan-badan non-pemerintah untuk menangani isu-isu yang terkait dengan bencana lewat proyek-proyek yang dipusatkan secara langsung pada pengurangan dampak-dampak bahaya dan lewat penggabungan resiko kesadaran sebagai bagian dari operasi-operasi normal dari proyek-proyek pembangunan.
Wilayah Provinsi Bengkulu berpotensi dilanda sembilan bencana alam, yakni gempa bumi, tsunami, banjir, gunung meletus, longsor, kebakaran hutan, angin puting beliung, kekeringan, dan abrasi. Bagian paling kritis dari pelaksanaan mitigasi adalah pemahaman penuh akansifat bencana. Dalam setiap negara dan dalam setiap daerah, tipe-tipe bahaya-bahaya yang dihadapi berbeda-beda. Beberapa negara rentan terhadap banjir,yang lain mempunyai sejarah-sejarah tentang kerusakan badai tropis, dan yanglain dikenal sebagai daerah gempa bumi. Kebanyakan negara rentan terhadap beberapa kombinasi dari berbagai bahaya dan semua menghadapi kemungkinan bencana-bencana teknologi sebagai akibat kemajuan pembangunan industri.Pengaruh dari bahaya-bahaya yang mungkin muncul dan kerusakan yang mungkin diakibatkan tergantung pada apa yang ada di daerah itu: orang-orangnya, rumah-rumahnya, sumber daya kehidupan dan infrastruktur. Setiap negara berbeda-beda. Untuk lokasi atau negara tertentu penting untuk mengetahui tipe-tipe bahaya yang mungkin ditemui. Pemahaman dari bahaya-bahaya alam dan proses-proses yang menyebabkan bahaya-bahaya itu adalah tanggung jawab dari para ahliseismologi, vulkanologi, klimatologi, hidrologi dan para ilmuwan lainnya. Pengaruh-pengaruh dari bahaya-bahaya alam terhadap bangunan-bangunandan lingkungan buatan manusia adalah merupakan bahan kajian dari para insinyur dan para ahli resiko. Kematian dan luka yang disebabkan oleh bencana-bencana dan konsekuensi-konsekuensi dari kerusakan sehubungan dengan gangguan masyarakat dan dampak-dampaknya terhadap ekonomi menjadi bidang penelitian bagi para praktisi medis, ekonom dan ilmuan sosial. Ilmu pengetahuan masih relatif muda contohnya, sebagian besar catatan dari gempayang menimbulkan kerusakan dengan menggunakan instrumen-instrumen pembaca gerakan kuat diperoleh dua puluh tahun yang lalu, dan hanya semenjak adanya foto satelit badai-badai tropis sudah bisa secara rutin melacak. Pemahaman akan konsekuensi-konsekuensi dari kegagalan organisasi-organisasi sosial dan ekonomi-ekonomi regional bahkan baru belakangan inisaja terbentuk. Akan tetapi sekarang banyak buku-buku dan studi kasus-studi kasus yang mendokumentasikan insiden bencana-bencana dan semakin berkembangnya pengetahuan tentang bahaya-bahaya dan pengaruh-pengaruhnya. Pemahaman bahaya-bahaya mencakup memahami tentang:
· bagaimana bahaya-bahaya itu muncul
· kemungkinan terjadi dan besarannya
· mekanisme fisik kerusakan
· elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap pengaruh-pengaruhnya
· konsekuensi-konsekuensi kerusakan
Posisi dan letak geografis Provinsi Bengkulu yang menimbulkan peluang besar terhadap keberadaan bencana alam, khususnya gempa bumi dapat dilihat pada gambar berikut :
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berbasis mitigasi bencana merupakan amanah dalam UU No 24 Tahun 2007 tentang RTRW. Bappeda bersama UNDP dan Swisscontact bekerja sama untuk menyusun RTRW berbasis mitigasi bencana tersebut dan saat ini dalam proses pembahasan di tingkat Bappeda kabupaten/kota dan dinas/instansi Provinsi Bengkulu.
Adapun program-program perencanaan mitigasi sebenarnya tidak hanya pada penyelenggaraan tata ruangnya saja, melainkan sebagai berikut :
· Tindakan-tindakan rekayasa dan konstruksi
· Tindakan-tindakan perencanaan fisik
· Tindakan-tindakan ekonomi
· Tindakan-tindakan institusional dan menejemen
· Tindakan-tindakan masyarakat
Akan di bahas 2(dua) program perencanaan mitigasi yang terdapat kaitannya dengan penyelenggaraan tata ruang dalam perencanaan wilayah, yaitu :
a. Mengurangi resiko
Perlindungan terhadap ancaman - ancaman dapat dicapai dengan menghilangkan penyebab-penyebab dari ancaman itu, ( mengurangi bahaya ) atau dengan mengurangi pengaruh-pengaruh dari ancaman jika ancaman itu muncul (mengurangi kerentanan dari elemen-elemen yang beresiko ) Untuk sebagian besar bencana alam, tidak mungkin untuk mencegah terjadinya proses geologi atau- proses meteorologi: gunung meletus, terjadinya gempa bumi, siklun danamukan badai angin. Fokus kebijakan-kebijakan mitigasi terhadap bahaya-bahaya ini terutama sekali pada pengurangan kerentanan elemen-elemen yang mungkin terpengaruh. Beberapa bahaya alam dapat dikurangi dalam keadaan-keadaan tertentu, sebagai contoh, konstruksi tanggul-tanggul di sepanjang tepian-tepian sungai-sungai tertentu mengurangi kemungkinan sungai-sungaiitu membanjiri daerah-daerah di sekitarnya, dan konstruksi ini bisa juga mencegah tanah longsor dan runtuhan batu dari perkembangan lebih lanjutdengan menstabilkan tekanan-tekanan tanah, membangun tembok-tembok penahan dan memperbaiki drainase lereng-lereng. Unsur-unsur perusak dari beberapa bahaya-bahaya alam dapat ditampung dengan pekerjaan-pekerjaan teknik sipil atau pembelokkan dari elemen-elemen penting dalam kanal-kanal dan penggalian-penggalian. Dalam beberapa kasus penanaman pohon bisa menjadi cara yang efektif baik untuk mengurangi potensi bahaya banjir dan lumpur longsor atau untuk memperlambat proses desertifikasi. Potensi untuk mengurangi tingkat bahaya diberikan dalam setiap profil bencana. Jelas, mencegah terjadinya kecelakaan-kecelakaan industri di tempat pertama adalah metode terbaik dari mitigasi bencana-bencana industri dimasa mendatang. Kebakaran, tumpahnya bahan kimia, kecelakaan-kecelakaan teknologi dan transportasi semuanya adalah bahaya-bahaya yang sebenarnya dapat dicegah. Untuk resiko bencana-bencana karena ulah manusia, fokusmitigasi bencana adalah dalam mengurangi atau mencegah bahaya-bahaya agartidak muncul. Sistim keamanan adalah satu bagian penting dari penguranganresiko-resiko dari bahaya-bahaya industri. Satu bentuk kumpulan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang tentang pengalaman industri-industriyang sudah lama mapan dapat diterapkan terhadap daerah-daerah industri yang masih baru.
Standar-standar keamanan, undang-undang konstruksi dan peraturan-peraturan bangunan membentuk bagian sarana normal yang digunakan pemerintah untuk membantu satu masyarakat melindungi dirinya sendiri. Salah satu tindakan-tindakan yang paling sederhana untuk dilakukan oleh otoritas nasional adalah meluluskan perundang-undangan untuk peraturan bangunan nasional yang memerlukan bangunan-bangunan baru dan infrastruktur yang tahan terhadap berbagai bahaya yang nyata di negara itu. Sebagian dari 40 negara rawan gempa baru-baru ini mempunyai undang-undang bangunan seismik untuk konstruksi baru. Akan tetapi, undang-undang saja kemungkinan hanya mempunyai pengaruh yang kecil saja jika para perancang bangunan tidak sadar akan undang-undang tersebut dan memahaminya, dan jika komunitas tidak mempertimbangkan undang-undang tersebut memang diperlukan, dan jika mereka tidak dipaksa olehpara pelaksana yang benar-benar kompeten. Keberagaman dari bahaya-bahaya dan cara-cara yang berbeda-beda untuk mengurangi pengaruh-pengaruh bahaya-bahaya yang bermacam-macam terhadap elemen-elemen yang beresiko lebih jauh lagi dipersulit oleh tipe kekuasaan-kekuasaan masyarakat dan budget-budget yang tersedia pada para pembuat keputusan. Tidak ada solusi yang baku terhadap mitigasi resiko bencana. Konstruksi dari proyek rekayasa berskala besar di Jepang dan negara-negara berpenghasilan tinggi lainnya untuk bisa memberikan perlindungan terhadap banjir dan aliran puing-puing gunung berapi, tidak memadai untuk melakukan mitigasi bahaya-bahaya yang sama di negara-negara berkembang. Penegakan peraturan-peraturan perencanaan kota, danapa yang dipertimbangkan sebagai satu tingkat yang dapat diterima olehcampur tangan dari otoritas tentang hak individu untuk membangun, sangat banyak berbeda dari satu negara ke negara lain, penegakan itu berbeda-beda dari situasi pedesaan ke situasi perkotaan dan dari satu komunitas dan budaya ke budaya yang berikutnya. Pelarangan pembangunan rumah-rumah pada lereng-lereng yang berbahaya mungkin kelihatan masuk akal akan tetapi tidak dapat dilaksanakan di kota-kota di mana tekanan-tekanan ekonomi untuk melokalisir lokasi-lokasi seperti itu melampaui masalah-masalah ketidaksahan. Hak dari insinyur perkotaan untuk menginspeksi daya tahan gempa dari satu bangunan yang sedang dibangun mungkin bisa diterima dikota-kota besar dari satu negara akan tetapi akan ditolak di desa-desa yanglebih terpencil dari propinsi yang sama.
b. Tindakan-tindakan perencanaan fisik
Banyak bahaya bersifat lokal dengan kemungkinan pengaruhnya yang terbatas pada daerah-daerah tertentu yang sudah diketahui: Banjir-banjirmempengaruhi dataran banjir, tanah longsor mempengaruhi lereng-lereng terjal yang lembek tanahnya, dll. Pengaruh-pengaruh itu dapat banyak dikurangi jika memungkinkan untuk menghindarkan penggunaan daerah-daerah bahaya untuk tempat-tempat hunian atau sebagai lokasi-lokasi struktur-struktur yang penting. Kebanyakan rencana induk untuk perkotaan yang melibatkan zona penggunaan lahan mungkin sudah mencoba untukmemisahkan aktivitas-aktivitas industri yang berbahaya dari pusat-pusat populasi yang besar. Perencanaan perkotaan perlu memadukan kesadaran akan bahaya-bahaya alam dan mitigasi resiko bencana ke dalam proses-proses normal dari perencanaan pembangunan dari satu kota.Lokasi fasilitas-fasilitas sektor umum lebih mudah untuk dikendalikan dibanding dengan lokasi sektor swasta atau penggunaan lahan. Penempatan yang hati-hati dari fasilitas-fasilitas sektor umum dapat dengan sendirinya memainkan satu peran yang penting dalam mengurangi kerentanan dari tempat hunian, sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit, fasilitas-fasilitas emergensi dan elemen-elemen infrastruktur besar seperti stasiun-stasiun pemompaan air, pengubah-pengubah tenaga listrik dan pertukaran informasi lewat telepon mewakili satu bagian penting dari berfungsinya satu kota. Satu prinsip yang penting adalah dekonsentrasi dari elemen-elemen yang berresiko: pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh satu fasilitas pusat selalu lebih berresiko dibanding dengan pelayanan yang diberikan oleh fasilitas-fasilitas yang lebih kecil. Runtuhnya stasiun telepon pusat pada gempa bumi Mexico City pada tahun 1985 memutuskan jalur komunikasi di kota itu secara total. Dalam pembangunannya kembali, stasiun telepon pusat digantikan dengan sejumlah sistim telepon yang kurang rentan. Prinsip yang sama berlaku secara sama terhadap rumah sakit-rumah sakit dan sekolah-sekolah, sebagai contoh seperti yang terjadi dengan stasiun-stasiun tenaga listrik dan pabrik-pabrik perawatan air.
Prinsip dekonsentrasi juga berlaku untuk kepadatan penduduk di kotabesar: satu konsentrasi orang yang semakin padat akan selalu mempunyai potensi yang lebih besar terkena bencana dibandingkan apabila penduduk itu semakin tersebar. Dimana kepadatan-kepadatan bangunan dapat dikendalikan, rencana induk perkotaan harus bisa merefleksikan distribusi ruang dari tingkat-tingkat bahaya dalam zonanya untuk kepadatan-kepadatan pembangunan yang diijinkan. Pengendalian tidak langsung terhadapkepadatan kadang-kadang mungkin dilakukan lewat metode-metode yanglebih sederhana seperti penggunaan jalan-jalan yang lebar, batasan-batasan ketinggian dan tata letak jalan yang membatasi ukuran tempat-tempat yang tersedia untuk pembangunan. Penciptaan lahan-lahan untuk taman mengurangi kepadatan perkotaan, dan juga memberikan ruangan di kota,tumbuh-tumbuhan, memungkinkan drainase untuk bisa mengurangi resiko banjir, menyediakan daerah-daerah penampungan untuk penduduk padasaat terjadi kebakaran di kota dan bisa memberikan ruangan untuk fasilitas-fasilitas emergensi pada saat terjadi satu bencana. Pada tingkat regional, konsentrasi pertumbuhan penduduk dan pembangunan industri di satu kota yang tersentralisir biasanya kurang diminati dibanding dengan pola desentralisir dari kota-kota sekunder, pusat-pusat satelit dan penyebaran pembangunan ke satu daerah yang lebih luas.Rancangan jaringan jalan, jaringan pelayanan pipa, dan kabel-kabel juga perlu perencanaan yang hati-hati untuk mengurangi resiko kegagalan. Jalur suplai yang panjang akan ber-resiko jika jalur tersebut terpotong dititik manapun. Jaringan-jaringan yang saling menghubungkan dan memberikan lebih dari satu jalur menuju ke titik manapun lebih sedikit kerentanannya terhadap kegagalan-kegagalan lokal asalkan bagian-bagian masing-masing dapat diisolasi jika perlu. Akses kendaraan menuju titik khusus kecil kemungkinannya untuk terpotong oleh penutupan jalan di dalam sistim jalan melingkar dibanding dengan sistim jalan jari-jari lingkaran.Para perencana kota juga bisa mengurangi resiko-resiko dengan mengubah penggunaan bangunan yang rentan yang sedang digunakan untuk tujuan penting. Satu sekolah yang berada pada bangunan yang lemah dapat dipindahkan ke bangunan yang lebih kuat dan bangunan yang lemah tersebut digunakan untuk fungsi yang kurang penting, seperti gudang.
Lokasi fasilitas-fasilitas sektor umum lebih mudah dikendalikan dibanding dengan fasilitas-fasilitas pada sektor swasta. Di banyak kota yang berkembang dengan cepat, penggendalian penggunaan lahan sektor swasta lewat perencanaan induk dan ijin-ijin pembangunan hampir tidak mungkin. Sering kali penggunaan lahan sektor swasta, sektor-sektor informal dan kota-kota kumuh yang merupakan resiko-resiko bencana yang paling tinggi. Dataran-dataran banjir dan lereng-lereng yang curam sering kali merupakan lahan-lahan marjinal yang tersedia bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan merupakan kelompok-kelompok sosial yang paling rentan. Tekanan-tekanan ekonomi yang mendorong kelompok-kelompok ini, pertama kekota untuk mencari kerja dan peluang-peluang, dan kedua ke lahan-lahan marjinal untuk bisa hidup, perlu dipahami secara penuh dalam konteks untuk mengurangi resiko mereka. Larangan atau tindakan-tindakan untuk mengeluarkan para penghuni dari daerah-daerah berbahaya kemungkinantidak berhasil untuk jangka panjang jika latar belakang masalah itu tidak pernah disentuh sama sekali. Beberapa tindakan tidak langsung mungkin saja bisa efektif, seperti menyediakan lahan yang lebih aman, atau membuat lokasi alternatif yang lebih menarik. Hal ini bisa dilakukan lewat penyediaan sumber-sumber pendapatan yang lebih baik, akses terhadap transportasi umum dan penyediaan pelayanan yang lebih baik. Menghambat pembangunan lebih jauh di daerah-daerah yang tidak dihuni dengan menyatakan daerah-daerah tersebut secara jelas sebagai zona-zona bahaya, menolak memberikan pelayanan, mengurangi akses dan membatasi tersedianya bahan-bahan bangunan mungkin juga bisa efektif. Akhirnya, bagaimanapun juga, hanya jika komunitas setempat mengetahui tingkat bahaya yang sebenarnya dan menerima bahwa resiko itu lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya bagi mereka dengan bertempat tinggal di daerah-daerah itu sehingga mereka akan menempatkan diri mereka sendiridi tempat lain atau melindungi diri mereka sendiri dengan cara-cara lain.
Sedangkan Undang-Undang yang mengatur mengenai mitigasi bencana yang memerlukan penataan ruang yaitu UU no 24 tahun 2007 Pasal 47, menyebutkan :
(1) Mitigasi Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.
(2) Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pelaksanaan penataan tata ruang;
b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan
c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional
maupun modern;
3. PENUTUP
a. Kesimpulan
Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Provinsi Bengkulu bekerja sama dengan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) dan lembaga nonpemerintah dari Swiss, Swisscontact, membahas mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berbasis mitigasi bencana. Hal ini dikarenakan Provinsi Bengkulu ditetapkan sebagai wilayah yang berpotensi dilanda sembilan bencana alam apabila dilihat dari posisi lempeng secara geografis.
Untuk menangani masalah bencana dikenal adanya penanggulangan bencana, yaitu suatu siklus kegiatan yang saling berkaitan mulai dari kegiatan perencanaan, pencegahan, kegiatan mitigasi, kegiatan kesiapsiagaan, kegiatan tanggap darurat, kegiatan pemulihan yang meliputi restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi, dan kegiatan pembangunan.
Dengan penataan ruang, kerugian dan korban akibat kerusakan ruang tinggal manusia akibat bencana bisa dikurangi. Telah dikaji pedoman penataan ruang untuk daerah rawan bencana sesuai dengan kategori bencananya, diantaranya yaitu
1. Pedoman Penataan ruang untuk daerah yang rawan bencana letusan- gunung berapi dan gempa bumi
2. Pedoman Penataan ruang untuk daerah yang rawan bencana tanah longsor
3. Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
b. Saran
Rencanakan mitigasi (mengurangi beban bencana) dengan cara :
· Mengatur sumber daya
· Mempelajari dampak dan risiko
· Mengembangkan rencana mitigasi
· Menerapkan rencana tata ruang wilayah dan memantau progres
Keempat proses ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Bengkulu pada khususnya dan komunitas masyarakat secara bersama-sama. Pemerintah Provinsi Bengkulu harus merumuskan kebijakan, program kerja/aktivitas, dan perangkat untuk penerapan tindakan mitigasi ini. Mitigasi adalah tindakan terencana dan berkelanjutan agar bisa mengurangi dampak jangka panjang atas kehidupan dan properti di satu daerah yang terkena bencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar