BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapang
Praktek kerja lapang yang beorientasi pada pengenalan bentang lahan (landscape) merupakan satu hal yang sangat penting dilakukan pada mahasiswa Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan pada Sekolah tinggi Pertanahan Nasional juga memberikan bekal dasar mahasiswa dalam memahami konsep dasar pengenalan bentang lahan sebagai basis pengetahuan di bidang pertanahan. Secara spesifik cakupan Praktek Kerja Lapang I General View Pertanahan meliputi aspek :
1. Bentuk Lahan
2. Geologi
3. Tanah
4. Sumber Daya Air
5. Penggunaan Tanah
6. Kota dan Desa
7. Perubahan Penggunaan Tanah
8. Kondisi Fisik Sumber Daya Agraria
9. Lahan, Nilai Lahan dan Eksternalisasi
10. Hukum
Berdasarkan kesepuluh cakupan diatas, maka materi pengenalan bentang lahan ini tidak akan terlepas dari ruang lingkup kajian wilayah dalam aspek fisik tanah, sosial ekonomi / nilai tanah dan status tanah yang ada dalam setiap wilayah kajian. Aspek-aspek ini pada dasarnya sangat berpengaruh pada persoalan-persoalan pertanahan yang terjadi disuatu wilayah. Artinya persoalan-persoalan pertanahan akan berkembang secara linier dengan kondisi fisik (landscape) dan kondisi sosial masyarakat dalam suatu wilayah.
Aspek-aspek yang dipelajari dalam Praktek Kerja Lapang I General View Pertanahan ini merupakan basis dalam pengelolaan sumber daya alam yang di dalamnya termasuk persoalan-persoalan pertanahan/agraria. Dengan demikian persoalan–persoalan pertanahan/agraria tidak terlepas dari kondisi fisik sebuah bentangan lahan dan status hukumnya.
B. Lokasi Praktek Kerja Lapang di Wilayah Provinsi DI. Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah
Dalam pelaksanaan PKL ini pemahaman sumber daya agraria dalam kaitannya dengan pengelolaan pertanahan secara utuh telah ditentukan jalur pengamatan dan lokasi-lokasi pengamatan (stop site) yang merepresentasikan keragaman komponen-komponen sumberdaya agraria dan saling keterkaitannya, serta dampaknya terhadap pengelolaan pertanahan. Dari aspek bentang lahan (kewilayahan), jalur pengamatan tersebut secara umum menggambarkan keragaman komponen sumberdaya agraria yang ada di sepanjang jalur yang memiliki sekuen elevasi (ketinggian) yaitu dari daerah atas gunung sampai pantai pada wilayah Jawa Bagian Selatan mulai Parangtritis sampai Kebumen Bagian Selatan.
C. Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapang
Maksud dari kegiatan Praktek Kerja Lapang I General View Pertanahan ini supaya Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai kenampakan bentuk lahan di lapangan, karakteristik masing-masing bentuk lahan, mampu menganalisis keterkaitan antar komponen lahannya, dan keterkaitan bentuk lahan dengan persoalan-persoalan pertanahan sehingga mahasiswa mempunyai dasar yang kuat dalam mengkaji persoalan-persoalan pertanahan secara terintegrasi. Sedangkan tujuannya adalah :
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi sumber daya alam yang ada di lapang
2. Mahasiswa mampu menjelaskan semua lingkup pengelolaan sumber daya alam dalam hubunganya dengan pengelolaan sumberdaya alam di lapangan.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan teknik-teknik konservasi (sederhana) yang sudah diterapkan di lapang dalam upaya menjaga kelestarian sumber daya alam.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan pengelolaan sumberdaya alam (sesuai/tidak sesuai) dalam hubunganya dengan masalah fisik, sosial maupun ekonomi.
5. Mahasiswa juga mampu mengidentifikasi permasalahan manajemen sumber daya alam sekaligus memberikan upaya penyelesaian masalah.
D. Manfaat Praktek Kerja Lapang
Untuk peningkatan kemampuan dan kualitas mahasiswa STPN, maka manfaat dari kegiatan ini adalah :
1. Untuk meningkatkan kemampuan analisis mahasiswa dalam mempelajari hubungan parameter lahan sehingga mampu mengevaluasi sumberdaya lahan dan berbagai gambaran perbandingan alternatif penggunaan yang diharapkan berhasil bagi perencanaan penggunaan lahan.
2. Mahasiswa dapat mengamati secara langsung permasalahan-permasalahan baik dibidang yuridis, manajemen sumber daya alam, maupun lainnya, yang ada di lapang dan dapat membandingkan dengan teori yang telah dipelajari, sehingga diharapkan mampu mengkombinasikan dari berbagai ilmu dalam rangka menganalisis pemanfaatan tanah dan sumberdaya alam lainnya untuk kelangsungan hidup manusia.
3. Sebagai sarana latihan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dalam memahami, merumuskan dan mengembangkan metode-metode dalam mengambil langkah penyelesaian masalah-masalah dibidang pertanahan secara cepat, tepat, efektif dan bijaksana dengan mengingat bahwa kedudukan mahasiswa STPN Program Diploma IV juga merupakan aparat pemerintah sebagai pelayan masyarakat dibidang pertanahan yang nantinya berperan serta dalam menentukan kebijakan-kebijakan dibidang pertanahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bentuk Lahan
Bentuk lahan atau Iandform adalah bentukan alam di permukaan bumi khususnya di daratan yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian evolusi tertentu pula (Marsoedi, 1996). Sukmantalya (1995), menjelaskan bahwa bentuk lahan merupakan suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami, memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuk lahan tersebut terdapat. Lebih lanjut Gunadi (1991). mengemukakan bahwa berkaitan dengan data bentuk-lahan, tanah, hidrologi, dan sebagainya, dapat merumuskan altematif-altematif dan strategi pengembangan guna perencanaan penggunaan lahan. Sedangkan (Way 1973 dalam Zuidam, 1979), bahwa bentuk lahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses alami yang mempunyai susunan tertentu dan julat karakteristik fisik dan visual di mana bentuk lahan itu terbentuk Verstappen (1983), mengemukakan bahwa ada beberapa t'aktor geomorfologi mayor yang berpengaruh dalam pengembangan lahan yaitu bentuk lahan, proses geomorfologis, dan kondisi tanah. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa bentuklahan mencakup kemiringan lahan, proses geomorfologi; mencakup banjir, tanah longsor, dan bahaya dari proses alam yang merugikan, sedangkan mengenai kondisi tanah, antara lain mencakup kedalaman batuan dari pelapukan material. Karakteristik geomorfologis dalam hal ini bentuk lahan/medan memberikan informasi yang dapat menentukan dalam penggunaan lahan suatu daerah tertentu.
Oleh karena itu bentuk lahan haruslah menjadi perhatian yang serius dalam rangka penggunaan lahan pada suatu daerah, guna mewujudkan penggunaan lahan yang dapat memberikan rasa nyaman, lepas dari ancaman bencana. Berdasarkan beberapa kutipan yang telah dikemukakan di atas, ternyata bentuk lahan merupakan salah satu unsur lingkungan yang perlu diperhitungkan dalam merencanakan penggunaan lahan. Bentuk lahan sebagai salah satu unsur lingkungan fisik, memberikan corak yang tertentu pada penggunaan lahan serta terkadang membawa dampak yang serius sebagai akibat dari penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan bentuk lahan yang ada. Karena penggunaan lahan yang kurang memperhatikan kondisi bentuk lahan, apalagi kemiringan lereng pada bentuk lahan tersebut besar, maka sangat mungkin akan menjadi pemicu terjadinya longsoran, erosi, dan berbagi bahaya lain dapat mengancam kehidupan manusia.
B. Geologi
Geologi mencakup identifikasi pembentukan lahan (landform), tipe bebatuan, struktur bebatuan (lipatan dan patahannya) dan gambaran unit geologi. Kenyataannya adalah bahwa pembentukan tanah tersusun oleh beberapa jenis batuan yang berbeda satu sama lain. Dari jenisnya batuan-batuan tersebut dapat digolongkan menjadi 3 jenis golongan. Mereka adalah : batuan beku (igneous rocks), batuan sediment (sedimentary rocks), dan batuan metamorfosa/malihan (metamorphic rocks). Batuan-batuan tersebut berbeda-beda materi penyusunnya dan berbeda pula proses terbentuknya.
1.) Batuan beku (igneous rocks) : batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma.
Berdasarkan teksturnya batuan beku ini bisa dibedakan lagi menjadi batuan beku plutonik dan vulkanik. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari besar mineral penyusun batuannya.
Batuan beku plutonik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang relative lebih lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya relatif besar. Contoh :
• Gabro : mengacu kepada sekelompok besar gelap, tdk halus, mengganggu mafic batuan secara kimia setara dengan basalt. The rocks are plutonic , formed when molten magma is trapped beneath the Earth ‘s surface and cools into a crystalline mass. Di batu-batuan plutonik, terbentuk ketika lelehan magma yang terperangkap di bawah bumi ‘s permukaan dan mendingin menjadi massa kristalin.
• Diorite : batuan beku plutonik, yaitu batuan antara granite dan gabbro. Batuan ini mengandung sedikit Kalsium (soda) plagioklas feldspar, mineral berwarna terang, dan hornblende berwarna hitam. Tidak seperti granit, batuan diorite tidak mengandung mineral kuarsa atau sangat sedikit, dan juga tidak seperti gabbro, diorite mempunyai warna yang lebih terang dan mengandung soda, tidak mengandung kalsit plagioklas. Apabila batuan diorite ini dihasilkan dari letusan gunung api maka akan terjadi pendinginan menjadi lava andesite.
• Granit : jenis batuan intrusif, felsik, igneus yang umum dan banyak ditemukan. Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, dan oleh karena itu banyak digunakan sebagai batuan untuk konstruksi. Kepadatan rata-rata granit adalah 2,75 gr/cm³ dengan jangkauan antara 1,74 dan 2,80. Kata granit berasal dari bahasa Latin granum. (yang sering dijadikan hiasan rumah).
Batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat (misalnya akibat letusan gunung api) sehingga mineral penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah sebagai berikut:
• Basalt : batuan beku ekstrusif yang berwarna gelap, berbutir kristal halus; berkomposisi plagioklas, piroksin dan magnetit, dengan atau tanpa olivin; dan mengandung SiO2 kurang dari 53 %berat. Banyak basalt mengandung fenokris olivin, plagioklas dan piroksin.
• Andesit : suatu jenis batuan beku vulkanik dengan komposisi antara dan tekstur spesifik yang umumnya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik di wilayah perbatasan lautan seperti di pantai barat Amerika Selatan atau daerah-daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi seperti Indonesia. Nama andesit berasal dari nama Pegunungan Andes.
Batu andesit banyak digunakan dalam bangunan-bangunan megalitik, candi dan piramida. Begitu juga perkakas-perkakas dari zaman prasejarah banyak memakai material ini, misalnya: sarkofagus, punden berundak, lumpang batu, meja batu, arca dll (yang sering dijadikan pondasi rumah).
Di zaman sekarang batu andesit ini masih digunakan sebagai material untuk nisan kuburan orang Tionghoa, cobek, lumpang jamu, cungkup/kap lampu taman dan arca-arca untuk hiasan. Salah satu pusat kerajian dari batu andesit ini adalah Magelang.
• Dacite : Sebuah batu vulkanik abu-abu ringan yang mengandung campuran kristal plagioclase dan mineral di kaca silika, mirip dalam tampilannya rhyolite.
2.) Batuan sediment (sedimentary rocks): batuan yang terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan. Batuan sediment ini bias digolongkan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya batuan sediment klastik, batuan sediment kimia, dan batuan sediment organik.
Batuan sediment klastik : terbentuk melalui proses pengendapan dari material-material yang mengalami proses transportasi. Besar butir dari batuan sediment klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung sampai ukuran bongkah. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan penyimpan hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai penghasil hidrokarbon (source rocks). Contoh:
• Batu konglomerat
• Batu pasir : batuan endapan yang terutama terdiri dari mineral berukuran pasir atau butiran batuan. Sebagian besar batu pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat di kulit bumi. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki berbagai jenis warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu dan putih. Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk karang atau bentukan topografis tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat dapat diidentikkan dengan daerah tertentu. Sebagai contoh, sebagian besar wilayah di bagian barat Amerika Serikat dikenal dengan batu pasir warna merahnya.
Batu pasir tahan terhadap cuaca tapi mudah untuk dibentuk. Hal ini membuat jenis batuan ini merupakan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena kekerasan dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat baik untuk dibuat menjadi batu asah (grindstone) yang digunakan untuk menajamkan pisau dan berbagai kegunaan lainnya. Bentukan batuan yang terutama tersusun dari batu pasir biasanya mengizinkan perkolasi air dan memiliki pori untuk menyimpan air dalam jumlah besar sehingga menjadikannya sebagai akuifer yang baik.
• Batu lempung: kata umum untuk partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung mengandung leburan silika dan/atau aluminium yang halus. Unsur-unsur ini, silikon, oksigen, dan aluminum adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi. Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air.
Batuan sediment kimia terbentuk melalui proses presipitasi dari larutan. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan pelindung (seal rocks) hidrokarbon dari migrasi. Contoh: anhidrit dan batu garam (salt).
Batuan sediment organik terbentuk dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini biasanya menjadi batuan induk (source) atau batuan penyimpan (reservoir). Contoh:
• Batu gamping terumbu : sebuah batuan sedimen terdiri dari mineral calcite (kalsium carbonate). Sumber utama dari calcite ini adalah organisme laut. Organisme ini mengeluarkan shell yang keluar ke air dan terdeposit di lantai samudra sebagai pelagic ooze (lihat lysocline untuk informasi tentang dissolusi calcite).
Calcite sekunder juga dapat terdeposi oleh air meteorik tersupersaturasi (air tanah yang presipitasi material di gua). Ini menciptakan speleothem seperti stalagmit dan stalaktit. Bentuk yang lebih jauh terbentuk dari Oolite (batu kapur Oolitic) dan dapat dikenali dengan penampilannya yang granular. Batu kapur membentuk 10% dari seluruh volume batuan sedimen.
3.) Batuan metamorf atau batuan malihan : batuan yang terbentuk akibat proses perubahan temperature dan/atau tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya. Akibat bertambahnya temperature dan/atau tekanan, batuan sebelumnya akan berubah tektur dan strukturnya sehingga membentuk batuan baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula. Contoh: batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu lempung. Batu marmer yang merupakan perubahan dari batu gamping. Batu kuarsit yang merupakan perubahan dari batu pasir.Apabila semua batuan-batuan yang sebelumnya terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk magma yang kemudian mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi batuan-batuan baru lagi.
• Gneis : typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada saat batuan sediment atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Hampir dari semua jejak jejak asli batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk struktur lapisan ( seperti layering dan ripple marks) menjadi hilang akibat dari mineral-mineral mengalami proses migrasi dan rekristalisasi. Pada batuan ini terbentuk goresan goresan yang tersusun dari mineral mineral seperti hornblende yang tidak terdapat pada batuan batuan sediment.
Pada batuan gneiss, kurang dari 50 persen dari mineral mineral menjadi mempunyai bentuk bentuk penjajaran yang tipis dan terlipat pada lapisan-lapisan. Kita dapat melihat bahwasannya tidak seperti pada batuan schist yang mempunyai pensejajaran mineral yang sangat kuat, batuan gneiss tidak retak atau hancur sepanjang bidang dari pensejajaran mineral tersebut, dan terbentuk urat-urat yang tebal yang terdiri dari butiran-butiran mineral di dalam batuan tersebut, hal ini tidak seperti kebanyakan bentuk bentuk perlapisan yang terdapat pada batuan schist. Dengan proses metamorfosa lebih lanjut batuan gneiss dapat berubah menjadi magmatite dan akhirnya terkristalisasi secara total menjadi batuan granit.
Meskipun batuan ini terubah secara alamiah, gneiss dapat mengekalkan bukti terjadinya proses geokimia di dalam sejarah pembentukannya, khususnya pada mineral mineral seperti zircon yang bertolak belakang dengan proses metamorfosa itu sendiri. Batuan batuan keras yang berumur tua seperti pada batuan gneiss yang berasal dari bagian barat Greenland, Isotop atom karbon dari batuan tersebut menunjukkan bahwasannya ada kehidupan pada masa batuan tersebut terbentuk , yaitu sekitar 4 millyar tahun yang lalu.
• Skist : typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada saat batuan sediment atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Hampir dari semua jejak jejak asli batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk struktur lapisan ( seperti layering dan ripple marks) menjadi hilang akibat dari mineral-mineral mengalami proses migrasi dan rekristalisasi. Pada batuan ini terbentuk goresan goresan yang tersusun dari mineral mineral seperti hornblende yang tidak terdapat pada batuan batuan sediment.
Pada batuan gneiss, kurang dari 50 persen dari mineral mineral menjadi mempunyai bentuk bentuk penjajaran yang tipis dan terlipat pada lapisan-lapisan. Kita dapat melihat bahwasannya tidak seperti pada batuan schist yang mempunyai pensejajaran mineral yang sangat kuat, batuan gneiss tidak retak atau hancur sepanjang bidang dari pensejajaran mineral tersebut, dan terbentuk urat-urat yang tebal yang terdiri dari butiran-butiran mineral di dalam batuan tersebut, hal ini tidak seperti kebanyakan bentuk bentuk perlapisan yang terdapat pada batuan schist. Dengan proses metamorfosa lebih lanjut batuan gneiss dapat berubah menjadi magmatite dan akhirnya terkristalisasi secara total menjadi batuan granit.
Meskipun batuan ini terubah secara alamiah, gneiss dapat mengekalkan bukti terjadinya proses geokimia di dalam sejarah pembentukannya, khususnya pada mineral mineral seperti zircon yang bertolak belakang dengan proses metamorfosa itu sendiri. Batuan batuan keras yang berumur tua seperti pada batuan gneiss yang berasal dari bagian barat Greenland, Isotop atom karbon dari batuan tersebut menunjukkan bahwasannya ada kehidupan pada masa batuan tersebut terbentuk , yaitu sekitar 4 millyar tahun yang lalu.
C. Tanah
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (M. Isa Darmawijaya, 1990). Tanah meliputi horison-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dengan iklim, organisme hidup, bahan induk ke bahan bumi (yang tidak keras) yang tidak mengandung akar, tanaman dan hewan atau tanda-tanda kegiatan lain. Faktor-faktor pembentuk tanah, yaitu :
1. Bahan Induk
Bahan induk dianggap sebagai faktor pembentuk tanah yang amat penting oleh para perintis pedologi (Dokucheev,1883). Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau klasifikasi dan survei tanah pada masa itu banyak didasarkan pada bahan induk, sehingga tanah-tanah diberi nama seperti tanah grant, tanah andesit, tanah liparit, tanah abu vulkan dan sebagainya, bahan induk adalah keadaan tanah pada waktu nol (time zero) dari proses pembentukan tanah (Jenny, 1994).
Ada beberapa pengaruh bahan induk terhadap sifat-sifat tanah dapat disebut antara lain:
a. Bahan induk mempunyai pengaruh langsung terhadap tekstur tanah muda;
b. Tekstur yang dipengaruhi mineral yang sukar lapuk seperti pasir kwarsa tetap terlihat pada tanah-tanah tua;
c. Mudah tidaknya pelapukan bahan induk tergantung pula pada jenis mineral yang dikandungnya;
d. Permeabilitas bahan induk menentukan banyaknya air infiltrasi;
e. Cadangan unsur hara didalam tanah banyak dipengaruhi oleh jenis mineral yang terdapat dalam batuan induk tanah;
Bahan induk mempunyai beberapa jenis, yaitu: batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorfose, dan bahan induk organik.
2. Relief
Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng (topografi) mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan cara:
a. Mempengaruhi jalannya air hujan yang meresap atau ditahan oleh masa tanah;
b. Mempengaruhi dalamnya air tanah;
c. Mempengaruhi besarnya erosi;
d. Mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang terlarut di dalamnya dari suatu tempat ketempat lain.
Air sangat penting untuk proses kimia dan biologi dalam proses pembentukan tanah sehingga perbedaan-perbedaan kelembaban dari dalam tanah karena pengaruh relief akan menghasilkan jenis-jenis tanah yang berbeda pula.
Sifat-sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief adalah :
a. Tebal Solum;
b. Tebal kandungan bahan organik horison;
c. Kandungan air tanah;
d. Warna tanah;
e. Tingkat perkembangan horison;
f. Reaksi Tanah ( PH);
g. Kandungan garam mudah larut;
h. Jenis dan tingkat perkembangan pedos;
i. Sifat dan bahan induk tanah;
j. Suhu/iklim;
k. Sifat dan bahan induk tanah (initial material).
Dalam meninjau pengaruh relief terhadap proses pembentukan tanah perlu di ingat pernyataan “Water runs dawn hill”, atau air selalu mengalir kelereng bawah dengan akibat-akibat yaitu :
a. Menyebabkan erosi;
b. Menyebabkan perubahan relief;
c. Menyebabkan tanah daerah berlereng menjadi lebih kering, karena infiltrasi kecil aliran permukaan (run-off) besar;
d. Dikaki lereng run-off kecil, infiltrasi besar, tanah lebih lembab dan pencucian mungkin lebih tinggi.
Dengan demikian relief dapat mengubah pengaruh bahan induk dan waktu misalnya dengan proses erosi dan deposisi. Demikian juga relief dapat mengubah pengaruh iklim dan organisme misalnya sebagai akibat aspek (arc) lereng, dalam atau dangkalnya air tanah, run-off dan sebaginya.
Secara garis besar relief dapat dibedakan menjadi :
a. Relief datar : Permukaan tanah datar atau hampir datar, tanpa kenampakan tanda-tanda run-off dan erosi, tetapi- juga tidak menjadi tempat penggenangan air atau penimbunan bahan yang dihanyutkan.
b. Relief miring : Permukaan tanah yang miring dengan kenampakan tanda-tanda run-off yang lambat dan adanya erosi kecil oleh vegetasi lebat biasanya tersembunyi.
c. Relief curam : Permukaan tanah yang curam sudah jelas menampakkan tanda-tanda run-off dan erosi yang merusak, hanya tidak tampak bila tertutup oleh hutan.
d. Relief cekung : Permukaan tanah cekung yang merupakan tempat tertimbunnya air dan bahan endapan dari semua jurusan. Aliran air dipermukaan tanah mengalir kesemua jurusan seolah-olah datang dari satu pusat.
e. Relief cembung : Menunjukkan permukaan tanah yang berbukit-bukit, jika bukitnya kecil disebut bergelombang dan jika lebih kecil lagi disebut berombak (wavy dan undulating).
f. Relief berbukit : menunjukan permukaan tanah yang berbukit-bukit, jika bukitnya kecil disebut bergelmbang dan jika lebih kecil lagi disebut berombak (wavy dan undulating)
3. Iklim
Faktor iklim yang penting dalam proses pembentukan tanah adalah hujan dan suhu. Karena curah hujan dan suhu tidak banyak berbeda di tempat yang berdekatan, maka pengaruh iklim terhadap sifat-sifat tanah baru dapat terlihat jelas bila dibandingkan daerah-daerah yang berjauhan dan mempunyai iklim yang berbeda nyata.
Pengaruh iklim dalam proses pembentukan tanah dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung misalnya dalam proses pelapukan, pencucian, translokasi dan lain-lain. Sedangkan- pengaruh tidak langsung terutama adalah melalui pengaruhnya pertumbuhan vegetasi.
Di dalam profil tanah air hujan dapat berpengaruh terhadap proses pelapukan pada reaksi-reaksi kimia, pelarutan, pengangkatan, pengangkutan translokasi unsur-unsur kimia dan bahan-bahan lain serta pertumbuhan pertukaran tanaman. Diluar profil tanah, air hujan mengakibatkan erosi ataupun deposisi.
Curah hujan yang jatuh ke tanah sebagian meresap kedalam tanah, sebagian hilang melalui aliran (run-off), sebagian lagi hilang melalui penguapan langsung dari permukaan tanah (evaporasi) atau melalui vegetasi (transpirasi). Kehilangan air melalui penguapan langsung dan melalui vegetasi bersama-sama disebut evapotranspirasi
Suhu sebagai komponen dari iklim merupakan faktor pembentukan tanah bebas (independent). Suhu mempengaruhi kecepatan reaksi dalam proses pembentukan tanah. Suhu merupakan faktor penting dalam menghitung evapotranspirasi potensial sehingga sangat menentukan jumlah curah hujan yang efektif. Suhu menentukan jenis dan jumlah vegetasi yang tumbuh sehingga menentukan pula jumlah dan jenis bahan organik yang terbentuk. Menurut hukum Van’t Hoff setiap kenaikan suhu 1C maka kecepatan reaksi kimia akan meningkat dua sampai tiga kali (Van’t Hoff,1984). Sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan suhu adalah:
1. Makin tinggi suhu, warna tanah makin merah;
2. Makin tinggi suhu, makin banyak bahan-bahan tercuci;
3. Makin tinggi suhu, kandungan bahan organik dan nitrogen makin berkurang;
4. Makin tinggi suhu, kadar nat makin tinggi.
4. Organisme
Peranan organisme dalam proses pembentukan tanah adalah sangat besar. Organisme merupakan faktor penting semenjak permulaan pembentukan profil tanah. Proses pembentukan profil tanah di mulai sejak tanaman dapat hidup diatas batuan, misalnya jenis lichenes. Apabila batuan- sudah menjadi lebih lunak maka tumbuhan yang lebih besar mulai tumbuh. Pelapukan batuan menjadi bahan-bahan yang lebih lunak tersebut yaitu menjadi bahan induk tanah melaui proses pelapukan fisik maupun kimia. Beberapa sifat tanah yang dipengaruhi oleh organisme antara lain adalah bentuk struktur dan rongga-rongga (void) tanah, konsentrasi bahan organik, bahan mineral dan perubahan-perubahan bentuk dipermukaan tanah.
5. Waktu
Waktu seperti halnya ruang adalah sesuatu yang kontinyu. Dalam ilmu tanah dikenal konsep waktu nol (time zero) yang menunjukkan scat di mulainya suatu proses pembentukan tanah, atau scat di mulainya siklus baru dari proses pembentukan tanah. Proses pembentukan tanah di mulai segera setelah kejadian-kejadian dahsyat dia alam yang dapat mengubah salah satu faktor pembentuk tanah.
Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah (dinamis), sehingga sebagai akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus, tanah menjadi semakin tua dan miskin unsur hara. Mineral yang mudah lapuk dan banyak mengandung unsur hara semakin habis mengalami pelapukan, sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa, zirkon, oksida Fe dan Al dan lain-lain. Profil tanah juga semakin berkembang dengan meningkatnya umur tanah.
Nikioroff (1949), menyebutkan tanah matang sebagai tanah yang telah mencapai keseimbangan dengan keadaan lingkungan. Karena sudah dalam keseimbangan dengan keadaan lingkungan maka sifat tanah sudah tidak berubah lagi meskipun umumnya meningkat. Dengan demikian setelah tanah mencapai tingkat tanah matang, faktor waktu sudah tidak penting lagi.
D. Sumber Daya Air
Sumber air adalah kemampuan dan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan oleh kegiatan manusia untuk kegiatan sosial ekonomi. Terdapat berbagai jenis sumber air yang umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti air laut, air hujan, air tanah, dan air permukaan. Dari keempat jenis air tersebut, sejauh ini air permukaan merupakan sumber air tawar yang terbesar digunakan oleh masyarakat. Di dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pengertian yang terkandung di dalam amanat tersebut adalah bahwa negara bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan pendistribusian potensi sumberdaya air bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan dengan demikian pemanfaatan potensi sumberdaya air harus direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi prinsip-prinsip kemanfaatan, keadilan, kemandirian, kelestarian dan keberlanjutan.
Sumberdaya air sebagai bagian dari sumberdaya alam (natural resources), di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 – 2004 disebutkan diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
E. Penggunaan Tanah
Penggunaan lahan dipengaruhi oleh kondisi fisiknya terutama kemampuan tanahnya maupun status penguasaan tanahnya. Dalam hal ini tanah di nlai berdasarkan parameter-parameter kemiringan lereng, kedalaman efektif tanah, tingkat erosi, kualitas drainase dan ada atau tidaknya faktor penghalang. Sedangkan status penguasaan tanah atau aspek yuridisnya lebih berkaitan dengan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan atau penggunaan tanah dalam upaya pemanfaatan sumber daya alam yang ada.
Beberapa aspek diatas merupakan basis dalam pengelolaan sumber daya alam yang di dalamnya termasuk persoalan-persoalan pertanahan/agraria. Dengan demikian persoalan-persoalan pertanahan/agraria tidak terlepas dari kondisi fisik sebuah bentang lahan dan status hukumnya.
F. Kota dan Desa
1. Perkotaan
Kota adalah suatu tata guna tanah yang mempunyai kepadatan bangunan dan perkembangan penduduk tinggi, sebagian besar produk yang dihasilkan adalah bidang jasa atau produk sekunder (Kasjadmikahadi, 2001). Dari segi geografi, kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial-ekonomi yang heterogen dan coraknya materialises (Bintarto, 1989)
Pengertian kota menurut Yunus (1987) dalam Kasjadmikahadi (2001) dibedakan menjadi enam kelompok : (a) Secara yuridis administratif kota merupakan wilayah yang ditetapkan berstatus kota berdasarkan peraturan yang berlaku, (b) Secara morfologi, kota dicirikan oleh peta guna tanah nonagraris dan building coverage lebih besar daripada guna agraris dan vegetarian coverage, (c) Tinjauan dari jumlah penduduk, kota merupakan aglomerasi penduduk dalam jumlah tertentu yang mampu menumbuhkan fungsi-fungsi perkotaan dan tinggal pada satu daerah pemukiman yang kompak, (d) Tinjauan dari kepadatan penduduk, kota diartikan sebagai suatu daerah yang mempunyai kepadatan dalam jumlah minimal tertentu dan menempati ruang tertentu yang kompak, (e) Tinjauan gabungan antara jumlah penduduk dan criteria tambahan.
Menurut Tarigan (2004) suatu konsentrasi pemukiman dapat dikatakan kota atau belum adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan. Fasilitas/fungsi perkotaan antara lain sebagai berikut : (a) Pusat perdagangan, (b) Pusat pelayanan jasa baik perorangan maupun jasa perusahaan, (c) Tersedianya prasarana perkotaan, seperti sistem jalan kota yang baik, listrik, telepon, jaringan air minum, pelayanan sampah, taman kota, pasar, (d) Pusat penyediaan fasilitas sosial, seperti sekolah, tempat ibadah, apotik, prasarana kesehatan dan Iain-Iain, (e) Pusat pemerintahan, (f) Pusat komunikasi dan pangkalan transportasi, (g) Lokasi pemukiman yang tertata.
Biro pusat Statistik (2000) menggunakan beberapa kriteria untuk menetapkan apakah suatu desa/kelurahan dikategorikan sebagai desa atau kota. Kriteria tersebut adalah: (a) Kepadatan penduduk per km2, (b) Persentase rumahtangga yang mata pencaharian utamanya pertanian atau non pertanian, (c) Persentase rumahtangga yang memilik telepon, (d) Persentase rumahtangga yang menjadi pelanggan iistrik.
Dari beberapa pendapat mengenai kota, dapat disimpulkan bahwa kota merupakan tempat bermukimnya sejumlah penduduk yang mempunyai kedudukan sosial yang heterogen.yang mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar setempat serta mempunyai fungsi sebagi penyelenggara dan penyedia . jasa. Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka harus mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran kota. Selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya proses densifikasi permukiman di daerah pinggiran kota dengan berbagai dampaknya.
Akibat yang ditimbulkan oleh perkembangan kota adalah adanya kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi kekotaan ke daerah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (urban sprawl). Akibat selanjutnya di daerah pinggiran kota akan mengalami proses transformasi spasiai berupa proses densifikasi permukiman dan transformasi sosial ekonomi.
2. Pedesaan
Desa merupakan pemukiman manusia yang terletak di luar kota dan penduduknya berpangupojiwo agraris ( Nathan Daljoeni, 1987). Penghuni desa adalah mereka yang terikat pada tanah pertanian yang disebut “ Primary producer”, mereka yang tinggal dalam desa pertanian, tetapi tidak mengolah tanah melainkan mengerjakan sesuatu yang diperlukan bagi pengolahan tanah seperti membuat cakul, bajak dan lain-lain dan mereka yang tinggal diperbatasan desa dan kota yang disebut sebagai penduduk rural dan urban.
Maju mundurnya desa ditentukan oleh tiga faktor yaitu daerah, penduduk dan tata kehidupan yang dalam kenyataan ditentukan juga oleh faktor usaha manusia ( human effects ) dan tata gegografi (keadaan alam). Suatu daerah dapat berarti bagi penduduk apabila ada human effects untuk memanfaatkan daerahnya.
Desa merupakan sumber material (raw material) untuk daerah-daerah perkotaan raw material tersebut kemudian diolah dikota. Potensi desa dipengaruhi oleh komponen dan unsur-unsur pembentuk desa, yaitu daerah penduduk dan bentuk kehidupan.
3. Pinggiran Kota
Daerah pinggiran (urban fringe) menurut Hushak (1975) merupakan daerah di sepanjang perbatasan kota yang berhubungan dengan kota-kota kecil (kota satelit) di sekitarnya. Chicoine (1981) mendefenisikan daerah pinggiran kota sebagai daerah yang berada disekeliling pusat kota dan berbatasan dengan daerah pedesaan. Dimana di daerah ini terjadi pergeseran penggunaan tanah dari penggunaan pertanian ke penggunaan perkotaan.
Menurut Yunus dalam Kasjadmikahadi (2001) daerah pinggiran kota secara defenitif sulit dilacak batas-batasnya karena pengertiannya menyangkut aspek fisik dan nonfisik. Daerah ini merupakan peralihan antara kenampakan perkotaan sehingga kawasan ini memiliki cirri-ciri perkotaan dan perdesaan.
G. Perubahan Penggunaan Tanah
Pergeseran fungsi kota ke daerah pinggiran mempercepat terjadinya perubahan penggunaan lahan yang mengarah pada perkotaan. Kondisi ini berdampak pada penurunan luas dan kualitas suatu daerah. Perubahan penggunaaan lahan di suatu daerah menunjukkan terjadinya penurunan luas vegetasi campuran, lalu diikuti tegalan dan lahan sawah. Sebaliknya permukiman dan lahan terlantar mengalami penambahan luas.
Perubahan penggunaan lahan, khususnya lahan sawah yang berada di sekitar perkotaan untuk penggunaan lain seperti perumahan dan industri mengancam hilangnya produktivitas tanah dan kelestarian lingkungan. Lahan sawah diyakini dapat mencegah atau mempertahankan lingkungan dari kerusakan karena mampu menahan air, berfungsi sebagai dam dan mengurangi erosi. Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti, pertanian, perumahan ataupun industri. Apabila kegiatan tersebut tidak segera dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan banjir pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Perhatian dan kekhawatiran para ahli dan pengambil kebijakan masalah pangan terhadap gejala peningkatan alih fungsi lahan sawah ke non-pertanian akhir-akhir ini semakin mengemuka, terutama yang terjadi di Jawa, karena hal itu akan menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan sistem pertanian dan ketahanan pangan nasional. Argumen yang mendasari pemikiran tersebut antara lain adalah (Winoto, 1985; Nasoetion dan Rustiadi, 1990; Nasoetion, 1994; Sumaryanto, dkk., 1996): (i) pusat-pusat pembangunan pertanian di luar Jawa masih belum mampu mengkompensasi kehilangan produksi pertanian pangan yang ada di Jawa akibat konversi lahan pertanian; (ii) sistem pertanian di Jawa didukung oleh fasilitas infrastruktur dan kelembagaan yang paling lengkap dan kondusif dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia; dan (iii) biaya yang ditanggung masyarakat akan terlalu mahal apabila sistem pertanian di Jawa harus dikorbankan bagi pengembangan industri nasional, mengingat investasi yang ditanamkan untuk pembangunan pertanian sawah di Jawa selama ini telah sangat tinggi.
Dampak alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian menyangkut dimensi yang sangat luas daripada sekedar turunnya produksi pertanian saja, karena hal itu terkait dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Arah perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan berdampak terhadap pergeseran kondisi ekonomi, tata ruang pertanian, serta prioritas-prioritas pem-bangunan pertanianwilayah dan nasional (Winoto, 1995a; Nasoetion dan Winoto, 1996).
Dorongan-dorongan bagi terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tidak sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga yang secara langsung atau tidak langsung dihasilkan oleh proses kebijaksanaan pemerintah (Anwar dan Pakpahan, 1990; Winoto, 1995a). Menurut Anwar (1995), dalam proses alih fungsi lahan, telah terjadi asimetris informasi harga tanah, sehingga sistem harga tidak mengandung semua infor-masi yang diperlukan untuk mendasari suatu keputusan transaksi. Artinya, harga pasar belum mencerminkan nilai sebenarnya dari lahan pertanian, sehingga harga yang ditetapkan melalui mekanisme pasar cenderung under valuation. Menurut Winoto (1996), Kegagalan mekanisme pasar dalam mengalokasikan lahan secara optimal disebabkan faktor-faktor rent lainnya dari keberadaan lahan sawah terabaikan, seperti fungsi sosial, fungsi kenyamanan, fungsi konservasi tanah dan air, dan fungsi penyediaan pangan bagi generasi selanjutnya.
Permasalahan lingkungan yang menyebabkan produktivitas lahan sawah menurun, seperti debit air irigasi tidak mencukupi, pencemaran limbah ke lahan sawah, perubahan fungsi saluran irigasi menjadi tempat pembuangan limbah pabrik, dan banjir reguler merupakan faktor pendorong yang kuat bagi petani untuk menjual sawahnya.
H. Kondisi Fisik Alamiah Sumber Daya Agraria
Materi ini tidak akan terlepas dari ruang lingkup kajian kondisi fisik alamiah geosfer dan komponen-komponennya meliputi : (a) batuan dan struktur (litosfer), (b) bentuk lahan dan proses pembentukannya(mortosfer), (c) tanah (pedosfer), (d) vegetasi dan penggunaan lahan (biosfer), (e) manusia (antrofosfer) serta (f) iklim (atmosfer). Untuk mempelajari saling pengaruh antara keenam komponen geosfer tersebut umumnya didekati dari teori kajian pembentukan tanah (soil formation) yang melibatkan lima faktor pembentuk tanah meliputi bahan induk (parent material), iklim (climate), organisme (organism), relief (relief), dan waktu (time).
Hubungan antara komponen geosfer dengan faktor-faktor pembentuk tanah tersebut adalah bahwa bahan induk menggambarkan batuan, iklim menggambarkan atmosfer, organisme menggambarkan biosfer (vegetasi penggunaan tanah) dan antrofosfer (manusia), relief menggambarkan bentuk lahan (topografi), dan waktu menggambarkan bahwa interaksi tersebut terjadi sepanjang waktu. Oleh karena itu, dalam mempelajari geosfer maka core study-nya adalah tanah dan faktor-faktor pembentuknya. Akhirnya tanah yang terbentuk dan sifat-sifatnya, termasuk kesuburannya akan mewarnai penggunaan tanah yang ada, menggambarkan keadaan organisme yang hidup padanya (vegetasi) dan organisme yang mengelolanya (manusia), iklim (curah hujan dan temperatur) yang mempengaruhinya, relief dimana tanah berada, dan lama waktu yang telah bekerja.
I. Lahan, Nilai Lahan dan Eksternalitas
1. Lahan
Lahan adalah suatu wilayah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu dalam hal iklim (atmosfer), batuan dan struktur (litosfer), bentuk lahan dan proses (moriosfer), tanah (pedosfer), vegetasi dan penggunaan lahan (biosfer), serta manusia (antroposfer). Ini berarti bahwa lahan meliputi segala hubungan timbal balik antara faktor-faktor bio-fisik dipermukaan bumi yang dipandang dari dimensi ekologis. Lahan merupakan sumber daya (resources) yang menyediakan berbagai kebutuhan manusia.
Keberadaan lahan berikut karakteristiknya tidak terlepas dari aspek geologis pembentukannya dan aspek geomorfologis dalam perkembangannya. Artinya kondisi fisik lahan dan kondisi sosial masyarakat saat ini termasuk di dalamnya adalah persoalan-persoalan pertanahan yang selalu berkembang sangat dipengaruhi oleh asal terbentuknya bentuk lahan dan proses yang mengikutinya.
Berdasarkan kondisi fisiografisnya mulai dari arah pantai sampai ke gunung atau pegunungan, bentuk lahan di muka bumi terbagi menjadi betuk lahan datar, berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung. Sedangkan bentuk lahan berdasarkan proses terbentuknya terdiri dari bentuk lahan erosional, residual, dan deposisional. Masing-masing bentuk lahan tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda mengenai iklim, jenis dan struktur batuan, proses geomorfologi, jenis dan kemampuan tanah, dan penggunaan tanahnya.
2. Nilai Lahan
Dalam hubungannya dengan penggunaan lahan ini, ada tiga faktor yang mempengaruhi nilai lahan, yaitu (i) kualitas fisik lahan, (ii) lokasi lahan terhadap pasar hasil-hasil produksi dan pasar sarana produksinya, dan (iii) interaksi di antara keduanya. Nilai lahan semakin besar apabila kualitas biofisiknya semakin baik dan lokasinya semakin dekatdenganpasar(Norton,1984).
3. Eksternalitas
Dalam proses produksi pertanian, masukan-masukan yang berupa material, teknologi, menejemen dan unsur-unsur agroekologi akan diproses untuk menghasilkan keluaran-keluaran yang berupa hasil-hasil tanaman dan ternak. Hasil-hasil sampingan dan limbah dari proses produksi tersebut dapat berupa hasil sedimen, hasil air, dan bahan-bahan kimia yang dapat menjadi pencemar lingkungan. Limbah ini biasanya diangkut ke luar dari sistem produksi dan menimbulkan biaya eksternal dan efek eksternalitas (Soemarno, 19S0). Biasanya sistem produksi pertanian di daerah hulu sungai mempunyai efek eksternal yang cukup luas dan akan diderita oleh masyarakat di daerah bawah. Dalam suatu daerah aliran sungai yang mempunyai bangunan pengairan seperti bendungan, waduk- dan jaringan irigasi, efek eksternalitas tersebut menjadi semakin serius, karena dapat mengancam kelestarian bangunan-bangunan tersebut.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan efek eksternalitas tersebut, namun hasilnya masih belum memadai. Hal ini disebabkan oleh karena mekanisme pasar tidak dapat bekerja untuk mengalokasikan eksternalitas (Soemarno, 1990). Sehingga produsen pertanian di daerah hulu tidak mau menanggung biaya eksternal yang ditimbulkannya. Disamping itu, biaya untuk mengendalikan efek eksternalitas tersebut relatif sangat besar dibandingkan dengan biaya produksi dan penerimaan usahatani. Daiam kondisi seperti ini diperlukan campurtangan kebijakan pemerintah. Davies dan Kamien (1972) mengemukakan beberapa macam campurtangan pemerintah untuk mengendalikan efek eksternalitas, yaitu: (i) larangan, (ii) pengarahan, (iii) kegiatan percontohan, (iv) pajak atau subsidi, (v) pengaturan (regulasi), (vi) denda atau hukuman, dan (vii) tindakan pengamanan.
Efek eksternalitas dalam batas-batas tertentu juga berhubungan dengan degradasi sumberdaya lahan yang pengaruhnya dapat terjadi terhadap proses produksi. Pada lahan pertanian di daerah hulu sungai efek eksternalitas tersebut biasanya berkaitan erat dengan intensitas pengusahaan lahan yang pada kenyataanya sangat beragam (Suwardjo dan Saefuddin, 1988).
J. Hukum
Pengaturan penggunaan tanah di Indonesia dimasa awal kegiatannya merupakan kegiatan penertiban, yaitu dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1958, Undang-Undang No. 2 Tahun 1990, Undang-Undang No. 56 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 sebagai pelaksanaan dari beberapa ketentuan Pokok Agraria. Upaya pengaturan tersebut meliputi penertiban penguasaan, dan pemilikan tanah pertanian yang melebihi batas maksimum, pemilikan tanah secara absentee dan tanah-tanah bekas swapraja atau tanah-tanah bekas wilayah kerajaan / kesultanan dimasa lalu serta melanjutkan likuidasi tanah partikelir dan tanah eigendom yang merupakan sisa-sisa penjajahan. Status tanah yang dikuasai dengan hak perorangan pada dasarnya bersifat individual dengan hak-hak yang bersifat pribadi biasanya penggunaan tanahnya diusahakan seoptimal mungkin guna mendapat manfaat dan hasil baik bagi dirinya maupun keluarga. Meskipun demikian, dalam sistematika Hukum Tanah Adat hak-hak tanah bersifat pribadi tersebut tetap mengandung unsur-unsur kebersamaan (Pasal 6 UUPA).
Aspek hukum meliputi hubungan antara pemilik dan penguasaan tanah yang dikuasainya secara hukum. Atas hubungan ini maka diberikan berbagai macam hak atas tanah yang termaksud dalam Pasal 16 UUPA khusus pada daerah D.I.Y. dibagi atas dua jenis yaitu:
1. Hak Pakai atas tanah yang dimiliki oleh Sultan Ground (Ground Sultan),
2. Hak Milik yang dimiliki secara kuat hak terpenuh disamping ada hak-hak lainnya seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan, tetapi diberikan diatas tanah langsung dikuasai Sultan bukan tanah negara.
Hubungan hukum ini berpengaruh terhadap penggunaan tanah, biasanya masyarakat mau menggunakan tanahnya secara baik apabila tanah yang masih berstatus Hak Milik, bahkan sebaliknya tanah yang masih berstatus tanah Sultan Ground enggan diusahakan karena hubungan hukum tersebut, bahkan tanah masyarakat desa banyak ditelantarkan.
Politik pertanahan yang dianut Pemerintah Republik Indonesia dengan konservasi hak atas tanah adalah selain bertujuan mengikis habis sistem kolonial yang melekat pada tanah-tanah bekas hak barat, disamping bekas hak adat yang perlu disalurkan menjadi hak baru menurut Undang-Undang Pokok Agraria, yang oleh pemerintah dikeluarkan pada tanggal 24 September 1960 yang bertujuan antara lain untuk menghilangkan dualisme dan pluralisme dalam hukum agraria didalam suatu azas yang baru dan modern serta sederhana yang memberikan jaminan kepastian hukum bagi seluruh rakyat.
Pengelolaan dan penggunaan tanah melekat pada status tanah atau hak yang dipunyainya. Sehingga dalam memberikan jaminan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya tersebut, maka perlu pendaftaran tanah. Pasal 16 UUPA menyebutkan jenis-jenis hak yang dapat dimiliki oleh setiap warga negara. Dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 pengganti dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan peraturan pelaksanaan.
BAB III
TATALAKSANA PRAKTEK KERJA LAPANG
A. Jalur dan Loka Pengamatan
• Jalur :
1. JALUR I ( Kota Yogyakarta-Merapi-Pantai )
2. JALUR II ( Yogyakarta-Magelang-Purworejo )
3. JALUR III ( Purworejo-Kebumen )
4. JALUR IV ( Kebumen-Yogyakarta )
• Loka pengamatan :
STOP SITE LOKASI TEMA
I Mirota Kampus Penggunaan Tanah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Perkotaan
II Kaliadem ( Lereng- Merapi ) Mengamati material hasil erupsi Gunung Merapi dan recharged area. Karakter lereng curam, penambangan bahan galian golongan C dan status tanah
III Argomulyo ( antara Kaliadem-Cangkringan) Pemukiman tidak teratur di Lereng Tengah Gunung Merapi, pola penggunaan tanah, pola hidup masyarakat ( pertanian ) pengawetan tanah dan topografi
IV Cangkringan Sawah berteras dan pemukiman pengelolaan air irigasi, pola hidup masyarakat
V Boko ( Piyungan ) Hamparan Sawah di kaki bawah Gunung Merapi, pengelolaan air, pola hidup masyarakat
VI Pathuk Graben Bantul
VII
Bunder
Perhutani di tanah tandus
VIII Paliyan Penglupasan di kawasan tanah tandus, keadaan sosial ekonomi
IX Panggang Sistem usaha tani, pengelolaan tanah di kawasan karst
X
Giritirto
Mata air di kawasan Karst
XI Parangkusumo (Bantul) Gumuk Pasir, pengelolaan kawasan, pola hidup masyarakat pantai
XII Turi Alih fungsi lahan pertanian tanaman semusim menjadi kebun salak pondoh, pola hidup petani salak
XIII
Ngrajeg-Mungkid-Magelang
Budidaya ikan air tawar dan persawahan, jalur wisata Borobudur, pola hidup masyarakat
XIV
Kota Mungkid ( Kantor Pertanahan- Kabupaten Magelang )
Alih fungsi lahan pertanian sawah menjadi pusat perkantoran, peningkatan pelayanan Kantor Pertanahan
XV Ngadirojo ( Salaman ) SMS dan reforma agraria
XVI
Kragilan, sriwedari (Salaman ) Sawah berlereng, sumberdaya air ( spring belt )
XVII
Kalijambe Bener Kulonprogo (perbatasan Magelang-Purworejo )
Pemanfaatan Kebun Campur sekitar rumah penduduk
XVIII antara Kalijambe ke penginapan (Purworejo)
Usaha rakyat penggergajian kayu, sosial ekonomi, perolehan, pengolahan dan penggunaan
XIX
Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo
Diskusi pertanahan dengan tema : Pelaksanaan Reforma Agraria di Purworejo
XX Kutoarjo
Perusahaan genteng dan bata, sumber kayu bakar, kondisi sosial ekonomi
XXI
sekitar Stadion Kebumen
Lahan pertanian di perkotaan, pola hidup masyarakat dan sosial ekonomi
XXII
Museum Geologi LIPPI ( Karangsambung ) Batuan dan bentang lahan
XXIII
Bandoro, Karangsambung
Degradasi lahan akibat penambangan pasir di sepanjang K. Luk Ulo dan di persawahan
XXIV
Waduk Sempor (Gombong )
Obyek wisata pengelolaan sumberdaya air dan pembangkit tenaga listrik
XXV Panigoro ( Kebumen ) Gerakan masyarakat Reforma Agraria
XXVI Hotel Candi Sari, Kebumen
Diskusi pertanahan, tema : Gerakan Masyarakat Reforma Agraria di Kabupaten Kebumen
XXVII Sawondo ( Gombong )
Hamparan sawah di Gombong, sumber pengairan dan waduk Sempor
XXVIII
Pantai Suwuk (Gombong )
Pemandangan pantai selatan di perbatasan dataran dan perbukitan Karangbolong, sempadan pantai
XXIX Petanahan-Kebumen
Lokasi rencana jalan lintas selatan, status kepemilikan dan pembebasan tanah
XXX jalan Daendles
Lahan kering untuk pertanian tanaman jeruk dan pola hidup masyarakat setempat
XXXI jalan Daendles
Lahan kering untuk budidaya tanaman tebu dan pola hidup masyarakat setempat
XXXII
Desa Grabag Kutoarjo-Purworejo
Lokasi tambang pasir besi dan reklamasinya
Tabel 1. Loka pengamatan dan tema
B. Bahan dan Alat
Bahan dan peralatannya yaitu :
- Modul Literatur sebagai pedoman mahasiswa dalam mengikuti Praktek Kerja Lapang
- Peralatan Tulis guna mencatat materi yang telah di telaah dari hasil pengamatan dan mencatat materi penjelasan dari Instruktur Dosen
- Kamera untuk mengambil gambar objek yang diperlukan dalam mengamati bentang alam selama Praktek Kerja Lapang guna melengkapi penyusunan laporan
C. Pendekatan Studi
Pendekatan studi yang dipergunakan yaitu pendekatan keruangan dan kompleks kewilayahan. Mahasiswa diharapkan mampu mengenal dan memahami kondisi fisik setiap bentang alam yang dicerminkan dalam setiap stop site serta karakteristik wilayahnya. Hal ini mendorong mahasiswa untuk mencoba menarik kesimpulan dan keterkaitan antar komponen yang berupa jaringan yang bersifat ilmiah sehingga nantinya dapat memberikan pemahaman dalam perlakuan serta pengelolaan lahan. Ilmu pengetahuan ini sangat diperlukan bagi mahasiswa dalam lingkup kepentingan penentuan kebijakan di bidang pertanahan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya lahan dan lingkungan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang pengamatan dari seluruh stop-site dengan data-data fenomena dan obyek spesifik yang ada baik tentang kondisi sosial, ekonomi, kultur dan aspek hukum pertanahan nasional. Dengan demikian akan terlihat sebuah kesatuan dari bentang alam.
A. Karakteristik Bentang Lahan Setiap Loka Pengamatan
1. Stop Site I : Mirota Kampus
“Penggunaan tanah dan sosial ekonomi masyarakat perkotaan”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Masyarakat
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan untuk pusat perbelanjaan
Kenampakan Spesifik : lahan dipadati oleh gedung-gedung
Vegetasi yang tampak : jarang sekali terdapat vegetasi, hanya digunakan sebagai dekorasi taman
Lokasi ini berada di sekitar lingkungan kampus Universitas Gajah Mada, tepatnya di daerah Sekip perempatan Jalan C. Simanjuntak yang berhadapan langsung dengan Jalan Kaliurang.
B. Hasil Pengamatan
• Di samping pencemaran air, pencemaran udara di wilayah perkotaan Yogyakarta juga sudah cukup memprihatinkan terutama terjadi di daerah ini, karena di perempatan jalan ini efektivitas berkendara berkurang dan terjadi penumpukan kendaraaan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya tingkat pencemaran yang tinggi di sekitar perempatan jalan.
• Mirota Kampus yang terletak di daerah perkotaan yang padat dengan mobilitas kendaran yang tinggi.
• Permasalahan yang perlu ditindak lanjuti oleh semua pihak yaitu penghijauan di daerah ini yang sangat minim. Tumbuh-tumbuhan hanya digunakan sebagai dekorasi taman dari gedung-gedung pertokoan dan dari penampakannya juga tampak terdapat vegetasi sebagai dekorasi pembatas jalur jalan.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1.1 denah lokasi Gambar 1.2 suasana tampak depan
C. Pembahasan
Semakin pesatnya kemajuan ekonomi dan pendidikan mendorong semakin bertambahnya kebutuhan akan transportasi, di lain sisi lingkungan alam yang mendukung hajat hidup manusia- semakin terancam kualitasnya, efek negatif pencemaran udara kepada kehidupan manusia kian hari kian bertambah. Selain itu, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan besar dalam perkembangan kota-kotanya. Fenomena urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang kota, seperti fasilitas perumahan, sebagai tempat untuk investasi, kebutuhan ekonomi yang meningkat mendorong masyarakat tidak hanya memikirkan kebutuhan papan, tetapi juga sebagai penunjang peningkatan ekonomi yaitu sebagai usaha tempat jual beli.
2. Stop Site II : Kaliadem ( lereng merapi )
“ Mengamati material hasil erupsi Gunung Merapi dan recharge area. Karakter lereng curam, penambangan bahan galian golongan C dan status tanah ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : cukup curam
Geologi : Endapan Vulkanik, Gunung api Merapi
Geomorfologi : Kerucut Gunung
Jenis Tanah : Regosol-Inseptisol
Bahan Induk : Pasir, endapan vulkanik gunung api
Status Tanah : Tanah kas desa, tanah kawasan hutan, tanah milik perorangan
Penggunaan Tanah : Wisata Lava, penggalian pasir
Kenampakan Spesifik : Gunung
Vegetasi yang tampak : rumput, semak dan tumbuhan tahunan
B. Hasil Pengamatan
• Obyek yang terletak di bagian kerucut Gunung Merapi Yogyakata, topografi gunung yang terbentuk oleh gaya endogen, lereng curam, batuan induk vulkan yang baru melapuk, tumbuh tanah litosol yang tipis dan tidak subur, hanya bervegetasi tumbuhan pioneer dan semak, menampakkan alur priodial kali di bagian paling lembah dan belum terjamah oleh pengelolaan tangan manusia dan sangat sensitive terhadap penggelolaan, merupakan bagian dari recharge area untuk daerah Sleman, Kota Yogyakarta dan Bantul. Seharusnya difungsikan sebagai kawasan konversi.
• Lokasi ini memiliki beautiful scene, amenity yang tinggi (kenyamanan, kesejukan, keindahan) sehingga potensial sebagai obyek wisata alam. Karena tempatnya yang sulit dijangkau, maka upaya pemanfaatan teknologi informasi sangat diperlukan untuk mengembangkan pemberdayaan wilayah seperti ini sebagai asset pendapatan daerah yang potensial.
• Di lokasi ini terlihat dengan jelas sisa-sisa letusan gunung berapi Merapi, material tanahnya banyak berasal dari letusan gunung api yaitu yang berupa lava panas atau abu yang sekarang nampak tanahnya terdiri dari batu-batu kecil bercampur pasir. Hal ini disebabkan oleh bongkahan besar isi kawah gunung Merapi yang terlempar keluar dan akhirnya jatuh dan pecah menjadi pasir berkerikil sebagian yang tidak pecah menjadi bongkahan batu-batu. Hasil dari letusan gunung menyebabkan terbentuknya sungai-sungai besar aliran lava yang akhirnya mengendap menjadi pasir.
• Untuk lebih jelasnya lihat Gambar dibawah ini :
Gambar 2.1 : Kaliadem, Cangkringan, Sleman
C. Pembahasan
Kaliadem adalah suatu kawasan hutan pinus seluas 25 hektar dengan ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut, di lereng selatan Gunung Merapi. Kaliadem berada dalam wilayah administratif desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Indonesia, ± 25 - 30 km utara Kota Yogyakarta. Kawasan ini memiliki udara sejuk dan memiliki banyak keindahan dan keunikan alam. Keberadaan Gunung Merapi dengan fenomena vulkaniknya, morfologi gunung dan lembahnya, hutan alam dengan keanekaragaman flora dan fauna serta kondisi sosial budaya yang unik merupakan potensi yang sangat besar untuk kegiatan wisata alam (ekowisata).
Kaliadem dapat dicapai dari Yogyakarta (melalui Kaliurang), dari Solo (melalui Prambanan dan Cangkringan) atau dari Borobudur/Magelang (melalui Tempel dan Turi).
Kehidupan masyarakat disekitar daerah ini masih sederhana dengan penghasilan yang rendah, masyarakat cenderung mencari kayu dari hutan, pertanian kering, dan menambang pasir sendiri. Rumah penduduk jarang sekali terlihat.
Iklim tropis dengan suhu yang dingin karena hampir berada di cone merapi. Uadar benar-benara bersih, sejuk dengan kelembapan udara yang tinggi. Secara kasat mata tampak kering. Tapi air hujan tersebut dapat meresap ke dalam tanah secara sempurna dan merupakan recharge area bagi daerah di bawahnya.
Status tanah mayoritas milik perhutani untuk konservasi tanah di puncak gunung merapi. Namun ada sebagian kecil milik warga.Daerah ini hendaknya tetap dijadikan sebagai area konservasi/ recharge area abadi, karena jika area ini rusak maka keberadaan air tanah akan terancam.
Tentunya area hutan seluas itu terjadi penyerobotan oleh masyarakat. Hal tersebut sering terjadi karena ketidakjelasan dari batas area hutan. Kehidupan masih sederhana dengan penghasilan yang rendah, masyrakat cenderung mencari kayu dari hutan, pertanian kering, dan menambang pasir sendiri. Rumah penduduk jarang sekali terlihat.
3. Stop Site III : Argomulyo (antara Kaliadem-Cangkringan)
“ Pemukiman tidak teratur di Lereng tengah gunung Merapi, pola penggunaan, pola hidup masyarakat (pertanian), pengawetan tanah dan topografi ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Terjal
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Tanah Regosol/ interseptisol
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah milik perorangan, tanah kawasan hutan dan juga tanah negara
Penggunaan Tanah : Tegalan dan Hutan konservasi
Kenampakan Spesifik : pemukiman penduduk tidak teratur
Vegetasi yang tampak : lahan sawah dan tegalan tidak teratur, bambu
B. Hasil Pengamatan
• Daerah wilayah lereng atas merapi ini kemiringannya cukup terjal sehingga pengaturan pertanian cukup sulit
• Penggunaan tanahnya adalah pertanian tanah kering (tegalan) karena di daerah ini merupakan daerah recharge area gunung merapi.
• sebagian besar wilayah merupakan daerah hutan dengan tanaman tahunan dan kebun campuran
• Pemukiman penduduk yang jarang dan tidak teratur tersebar di sepanjang jalan di daerah ini
• Tanah miring dikelola oleh masyarakat menjadi areal yang datar dengan dibuat terasering sehingga bisa ditanami. Kelebihan di wilayah ini adalah tanahnya subur karena materialnya berasal dari gunung api, potensi sumber air bagus karena recharge area yang berada di daerah atas bagus sehingga air yang tersimpan di aquifer bagus, kemudian disini muncul civic (mata air).
• Iklim Tropis-Suhu masih terbilang rendah, dengan sinar matahari yang cukup dan intensitas pencemaran yang rendah. Intensitas hujan tinggi.
• Potensi air berlimpah terlihat dari aliran air parit yang sangat deras. Namun karena daerahnya miring diperlukan terasering untuk mempertahankan air tersebut.
• Tanah yang subur dan potensi air yang berlimpah lahan ini cocok untuk area pertanian padi sawah yang harus dijaga dari alih fungsi lahan.
• Batas tanah pertanian antar warga sudah terlihat cukup jelas sehingga tidak menimbulkan sengketa batas.
• Penyebaran penduduk di daerah ini sudah mulai padat hal ini terlihat dari lokasi pemukiman sudah bergerombol dan padat. Sistem kegotongroyongan masih erat terlihat dari cara panen yang saling bekerjasama.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.1 : Argomulyo, tegalan yang tidak teratur
C. Pembahasan
Bentuk lahan gunung api menempati sebagian besar wilayah pegunungan dengan tebing-tebing curam dan memiliki topografi berat hingga sedang. Proses erosi yag terjadi adalah erosi jurang, disamping erosi parit dan erosi lembar.
• Pemanfaatan tanah cenderung digunakan untuk tegalan dan kebun campuran yang ditanami bermacam-macam tanaman semusim sehingga pemanfaatan lahannya tidak maksimal. Perbedaan antara tegal dan kebun campur dititikberatkan pada dominasi tanaman tahunan. Pada kebun campuran jumlah tanaman tahunan/keras lebih banyak dari pada tegalan. Sedangkan tegalan cenderung untuk lebih diusahan untuk- tanaman semusim. Penduduk di daerah ini masih belum bisa menentukan bagaimana tempat menanam yang paling efisien berbagai tanaman serta pemanfaatan tanah yang dimilikinya. Karena terletak antara lereng atas dan lereng tengah merapi tanahnya kurang subur sehingga tanah di daerah tersebut pemanfaatanya hanya terbatas untuk pertanian lahan kering, di lokasi ini juga belum menunjukkan adanya bentuk-bentuk budidaya tanaman semusim. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya mata pencaharian penduduk yang lebih menjajikan misalnya penambangan pasir atau batu bahan bangunan yang tersedia murah di wilayah seperti ini, terutama di jalur-jalur kali yang ada. Status tanah hak milik perorangan yang hak terpenuh dan terkuat tidak ada batas ruang dan waktu. Namun tanah milik juga bisa berakhir (hapus) karena jatuh pada negara dan tanahnya musnah (lihat UUPA). Sangat diperlukan dengan adanya koperasi unit desa serta penyuluhan-penyuluhan untuk meningkat hasil pertanian.
4. Stop Site IV : Cangkringan
“Sawah berteras dan pemukiman pengelolaan air irigasi, pola hidup masyarakat ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Agak terjal
Geologi : Endapan vulkanik gunung merapi
Geomorfologi : lereng tengah gunung merapi
Jenis Tanah : Regosol tua
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah milik perorangan, tanah kas desa
Penggunaan Tanah : Sawah, perkebunan, dan pemukiman
Vegetasi yang tampak : persawahan datar dan berteras
B. Hasil Pengamatan
i. Perumahan dan penyebaran penduduk sudah mulai terkumpul atau terpusat pada fasilitas-fasilitas sosial seperti jalan, pasar dan lain-lain.
ii. Modus jalan sudah tersedia, kualitas sudah baik dengan intensitas kendaraan sedang.
iii. Bentang lahan dengan kemiringan yang landai dan sumber air yang berlimpah sehingga cocok untuk daerah pertanian sawah.
iv. Hampir sebagian besar wilayah merupakan daerah pertanian.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.1 : Cangkringan, sawah hampir panen (kiri);
Gambar 4.2 : sawah berteras (kanan)
C. Pembahasan
Di bagian lereng tengah Gunung Merapi ini terdapat jenis penggunaan yang lebih beragam dari pada di bagian atasnya. Pemukiman yang lebih padat dengan lahan usaha pertanian tanaman semusim dan berteras bangku telah mewarnai penggunaan tanahnya di lokasi ini. Batuan pembentuk tanah yang berasal dari- bahan vulkan yang bersifat porus yang meliputi pasir, kerikil, karakal, berangkal dan batu-batu membentuk akifer air tanah yang bagus sehingga air tanah tersimpan dalam jumlah sangat besar. Kemiringan daerah ini cukup landai sehingga pengaturan pertanian tidak terlalu sulit, pengairan di kelola secara terasering. Penggunaan tanah disini merupakan pertanian basah (sawah terasering) karena di daerah ini terdapat sumber air yang cukup melimpah yang berasal dari recharge area gunung merapi. Sinar matahari cukup bagi pertumbuhan padi. Tanah miring dikelola oleh masyarakat menjadi areal yang datar dengan dibuat terasering sehingga bisa ditanami. Terasiring yang dibangun oleh petani untuk budidaya pertanian semusim merupakan bentuk pengetahuan, kesadaran, sekaligus kepedulian masyarakat setempat terhadap pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.
5. Stop Site V : Boko ( Puyungan )
“Hamparan Sawah di kaki bawah Gunung Merapi, pengelolaan air, pola hidup masyarakat”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan Vulkanik, Gunung Merapi
Geomorfologi : lereng bawah gunung merapi
Jenis Tanah : Regosol
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Milik Perseorangan, tanah kas desa
Penggunaan Tanah : Kampung, sawah, tegalan
Kemiringan : < 2%
Vegetasi yang tampak : lahan sawah yang sangat teratur
B. Hasil Pengamatan
• Terdapat hamparan sawah dengan perbedaan sawah di stop site sebelumnya yaitu :
- Sawah tidak dibuat teras siring
- Petak sawah lebih teratur
- Saluran Irigasi baik
• Penggunaan tanah lebih heterogon dan jarak antara rumah lebih rapat dibanding daearah pegunungan.
• Suatu hamparan wilayah yang mempunyai bentuk lahan dengan kemiringan landai < 2 % (datar) dengan kedalaman efektif tanah > 90 cm (dalam) tekstur tanah kasar-sedang tidak ada erosi, tidak berbatu yang digunakan untuk sawah dan perumahan lak selain itu juga terdapat tegalan.
• Tingkat perubahan penggunaan tanah lebih cepat dibanding daerah pegunungan
• Letak atau posisi wilayah masih dekat dengan daerah perkotaan sehingga fasilitas seperti Listrik, telpon, pendidikan, kesehatan dan lain-lain sudah tersedia.
• Modus transportasi juga sudah tampak baik, dimana sudah terdapat jalan raya yang bagus walaupun lebar jalan masih agak sempit, merupakan jalan tembus yang dibangun untuk menghubungkan antara Sleman dan Bantul sehingga perubahan penggunaan tanah relatif intensif
• Perumahan atau pemukiman penduduk mengelompok
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 5.1 : Boko (Piyungan), sawah dengan bentuk sangat teratur
C. Pembahasan
Terdapat hamparan sawah, hampir sama dengan kondisi kecamatan Cangkringan, sangat berpotensi untuk lahan pertanian karena mendapatkan pasokan air ìrigasi dari kawasan daerah tangkapan air (recharge area). Tekstur tanah yang kasar-sedang sebenarnya kurang mendukung budidaya pertanian sawah yang ada, namun pengolahan tanah yang intensif dan pemupukan organik yang dilakukan petani cukup mendukung persawahan tersebut. Wilayah ini juga berpotensi untuk alih fungsi lahan karena dekat dengan area perkotaan dengan fasilitas listrik, telpon, serta sarana jalan yang memadai. Keberadaannya di lereng bawah Gunung Merapi menyebabkan mendapatkan pasokan air irigasi dari kawasan daerah tangkapan air (recharged area). Gunung Merapi tersebut disamping juga mendapat oncoran dari air Selokan Mataram tang berasal dari tangkapan air Perbukitan Menoreh di Kulon Progo.
Aksesbilitas dan pembangunan fasilitas serta utilitas umum di sekitar dan pada bagian wilayah ini secara signifikan tampak mendorong terjadinya pertambahan jumlah penduduk di wilayah ini, yang justru meningkatkan beban pertaniannya atas jumlah- penduduk. Sebagai akibatnya, konversi lahan pertanian (sawah) disepanjang tepian jalan tidak dapat dihindari. Fenomena ini ditunjukkan oleh berdirinya berbagai jenis bangunan di atas lahan sawah baik secara sporadis oleh orang per orang, maupun yang secara sistematis oleh badan hukum investor pengembang perumahan. Fasilitas umum dan utilitas umum (tv kabel,tlp,pam,listrik) di perkotaan berbeda dengan daerah yang dekat dengan gunung merapi, fasilitas tersebut semakin mengalami degradasi (menurun) berkorelasi antara building coverage, building dentity, settlemen dentity atau kerapatan pemukiman dengan fasilitas perkotaan yang ada, semakin ke kota fasilitas umum semakin lengkap semakin ke desa semakin berkurang, fenomena ini terjadi secara alami, karena manusia cenderung mencari enak, yaitu mudah mendapatkan fasilitas / daya dukung dari alam dalam rangka memenuhi kehidupannya, sehingga dia mencari tempat yang datar, karena di daerah datar (kota) airnya gampang, fasilitas jalan lengkap, sarana prasarana lengkap, karena sudah penuh (padat) sehingga harga tanah mulai meningkat, karena tidak mampu membeli di pusat kota sehingga bergeser ke daerah pinggir kota, membeli sawah yang seharusnya ditanami untuk diubah menjadi perumahan, tidak hanya masyarakat, para investor juga membeli sawah karena dinilai harganya lebih murah lalu mengubahnya menjadi area perumahan sehingga terjadi fenomena alih fungsi lahan pertanian, dampaknya dari kota yang rapat itu berangsur-angsur alih fungsi lahan menjalar ke daerah pinggiran kota, melihat kondisi tersebut jika manusia terus bertambah maka akan terus terjadi fenomena alih fungsi lahan untuk pemukiman.
6. Stop Site VI : Pathuk
“Graben Bantul”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Erosi berbatu terutama konglomerat
Geologi : Merapi
Geomorfologi : Gaya Endogen dari bawah
Jenis Tanah : Latosol
Bahan Induk : Andesit tua
Status Tanah : Tanah milik Perorangan, tanah kas desa
Penggunaan Tanah : Kampung, tegalan
Kenampakan Spesifik : dari segi pengindraan jauh, terlihat kota Yogyakarta dari ketinggian 150 – 700 m dpl
Vegetasi yang tampak : jagung, perkebunan ubi kayu
Kemiringan : 2 – 15 %
B. Hasil Pengamatan
• Berbeda dengan tanah regosol yang dihasilkan dari materi vulkanik dan abu vulkaniknya di genung kidul tepatnya di zona batur agung berasal dari batuan beku dari gunung merapi yang bersifat keras, kurang porous sehingga air yang turun tidak bisa meresap.
• Lokasi ini mempunyai perbedaan tinggi yang sangat mencolok dibandingkan daerah sebelumnya sehingga kita bisa melihat pemandangan di bawahnya.
• Berasal dari batuan tua dapat dilihat dari jenis batuan besar yang didalamnya terdapat seperti wijen yang merupakan produk dari gunung berapi (batu konglomerat).
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 6.1 : Pathuk,perkebunan ubi kayu(kiri),
Gambar 6.2 : kenampakan alam pengindraan jauh (kanan)
C. Pembahasan
Dari tempat ini kita serasa berdiri di atas tebing yang bertepikan jurang yang sangat dalam. Kondisi fisik yang menjadi faktor pembatas budidaya pertanian tanaman semusim adalah keberadaan air irigasi, sehingga pertanian yang dikembangkan adalah tegalan yang menggantungkan pada air hujan. Budidaya pertanian semacam ini umumnya terbatas keragaman jenis tanaman yang dapat dibudidayakan dan produktivitas yang rendah. Tanahnya berupa tanah merah ( latosol ) yang tersusun dari batuan beku sehingga tanahnya kompak, padat dan kurang porous sehingga air tidak bisa tersimpan. Pemukiman relatif jarang dikarenakan lahannya cukup terjal dan kurangnya persediaan air. Penggunaan tanah di daerah ini berupa tegalan dan juga kebun campur dengan tanaman yang mendominasi yaitu tanaman ketela, sengon, pohon kelapa. Fasilitas yang ada diantaranya listrik dan tower. Pada foto udara dapat kita lihat beberapa kenampakan diantaranya kenampakkan sawah baik sawah yang sudah ditanami padi maupun belum, padi yang menguning dan masih banyak lagi.Pada pengindraan jarak jauh dapat kita bedakan tekstur tanaman tebu dengan tanaman padi. Tanaman tebu lebih kasar dari pada tanaman padi. Pohon Kelapa pada foto udara skala besar dapat lebih mudah diketahui dari pada tanaman yang lain. Kurang berhasilnya pengelolaan sumber daya alam yang ada memicu kerusakan sumber daya alam tersebut terutama disebabkan karena pemanenan kayu secara tidak terkontrol oleh masyarakat sebagai tambahan penghasilan mereka.
7. Stop Site VII : Bunder
“Perhutani di tanah tandus”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Berbukit
Geologi : Tanah Renzina di pegunungan karst
Geomorfologi : lereng Gunung Kidul
Jenis Tanah : Renzina
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah milik negara
Penggunaan Tanah : Hutan Konservatif
Kenampakan Spesifik : lahan Miring
Vegetasi yang tampak : kayu putih
Kemiringan : 15-25%.
B. Hasil Pengamatan
• Tanah di daerah Bunder merupakan tanah Renzina yang berkembang di wilayah Karst.
• Bentang lahan dengan kemiringan yang berbukit \
• Sumber daya air yang sulit didapat, dan tingkat erosi yang tinggi maka daerah ini cocok untuk hutan konservatif
• Tidak ditemukan perumahan dan lahan pertanian, karena jenis tanah yang dapat mengembang dan mengkerut, dan jika saat musim kemarau tanah didaerah ini banyak terdapat retakan.
• Terdapat tempat penangkaran hewan rusa
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 7.1 : Bunder,hutan konservatif
C. Pembahasan
Tanah renzina tidak dapat digunakan untuk bercocok tanam, karena tanah di daerah ini mengalami pelarutan akibat dari curah hujan yang ada. Karena kominasi karakteristik tanah renzina dan fisiografi daerah yang miring, maka pengelolaan yang spesifik untuk daerah ini adalah hutan konservatif yang akan menahan tanah dari erosi yang terjadi. Tanaman yang ada disini adalah tanaman tahunan dan terdapat juga tanaman belukar. Kerusakan alam juga melanda kawasan Hutan Bunder di Desa Gading, Kecamatan Playen ini. Hutan Bunder seluas 617 hektar sebagai hutan produksi diubah menjadi kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) untuk tujuan penelitian, budidaya, pariwisata, budaya, dan rekreasi. Kini hamparan hijau pohon rimba tumbuh rindang dan memberikan kesejukan udara di Tahura Bunder. Aroma khas tanaman kayu putih (Melaleuca leucadendra) adalah ekosistem utama di hutan itu.
Selain itu, terdapat pula unit persemaian bibit tanaman Tahura Bunder seluas lima hektar. Bibit yang dikembangkan antara lain tanaman jati, mahoni, kayu putih, sukun, dan jambu mete, untuk program reboisasi dengan produksi sedikitnya dua juta bibit per tahun. Di sebelah timur area persemaian tersebut juga terdapat tempat penangkaran rusa timor (Cervus timorensis).
Karena daerah Bunder yang digunakan sebagai hutan konservatif milik pemerintah, maka tidak ada aktivitas pemukiman. Tetapi karena daerah ini rindang dan berada pada jalur jalan menuju Kota Wonosari, terdapat masyarakat yang berjualan di sini. Hanya saja terdapat beberapa warung makan. Ini menjadi lahan untuk meningkatkan tingkat ekonomi masyarakat di sekitar. Hal ini dikarenakan tempat ini telah dibuka sebagai salah satu tempat rekreasi hutan bagi masyarakat luas.
Status tanah di daerah Bunder adalah Tanah Negara yang dimanfaatkan sebagai hutan konservatif yang dikelola oleh pihak perhutani. Hutan yang dikelola oleh pihak perhutani, berada diluar kewenangan BPN, walaupun sebenarnya UUPA telah mengatur semua masalah tanah.
8. Stop Site VIII : Paliyan
“Penglupasan di kawasan tanah tandus, keadaan sosial ekonomi”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Erosi berbatu
Geologi : Wonosari Limestone
Geomorfologi : lereng Gunung Kidul
Jenis Tanah : Tanah Litosol
Bahan Induk : Batuan gamping
Status Tanah : Tanah Milik perseoranagan, tanah miik negara
Penggunaan Tanah : Tegalan dan Hutan Rakyat
Kenampakan Spesifik : Perbukitan karst dengan lapisan tanah yang tipis
Vegetasi yang tampak : jarang sekali terdapat vegetasi, hanya digunakan sebagai dekorasi taman
Kemiringan : > 40 %
Ketinggian : 100 – 300 m dpl
B. Hasil Pengamatan
• Bentang lahan dengan kemiringan sedang, digunakan rakyat sebagai tegalan ataupun hutan rakyat
• Erosi sangat sering terjadi, sehingga terlihat batuan yang berada dibawah lapisan tanah.
• Tanah didaerah Paliyan secara fisiografi sama dengan tanah yang ada didaerah Bunder. Namun karena adanya perbedaan penggunaan lahan, maka tanah yang berkembang pun berbeda. Di Bunder, tanah yang berkembang lebih normal dibanding dengan daerah Paliyan.
• Sulit ditemukan air permukaan, karena daerah ini adalah daerah karst. Pada daerah karst terdapat sungai bawah tanah, karena pada daerah ini, air mudah untuk meloloskan diri, dan bermuara di sungai bawah tanah. Dan air adalah faktor pembatas pada daerah pegunungan kapur.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 8.1 : Paliyan, peta letak Kec. Paliyan(kiri),
Gambar 8.2 : Bentang alam tegalan tidak teratur(kanan)
C. Pembahasan
Ekosistem karst di daerah Paliyan merupakan ekosistem yang unik ditinjau dari aspek fisik, biotik dan sosial masyarakatnya. Keunikan bentang alam karst ditandai oleh ciri-ciri spesifik yang ada seperti ciri permukaan (lembah kering, telaga, pola aliran yang masuk dalam tanah) dan ciri bawah permukaan seperti (sungai bawah tanah, goa, dan ornamennya serta kehidupan yang ada). Bentang alam karst dapat berkembang dengan baik oleh kerja proses solusi di bawah kontorl iklim. Aspek iklim sangat menentukan pembentukan ekosistem karst. Karakteristik hujan, temperatur, kelembaban mempengaruhi laju prose solusi yang bekerja pada batuan yang bersifat mudah terlarut (soluble rock). Proses solusional dapat disebabkan oleh : air hujan, aliran- permukaan, perkolasi, aliran sungai bawah tanah dan kerja ombak. Dari aspek hidrologis air permukaan terdapat pada dolin, uvala, dan polye, sedangkan air tanah terkontrol oleh sistem goa dan sungai bawah tanah. Patahan dan sistem rekahan dapat menghasilkan mata air.
Kondisi kawasan telah rusak (gundul dan kritis) akibat dirambah masyarakat untuk melakukan kegiatan perladangan/disanggem. Kegiatan perladangan ini sudah sedemikian rupa sehingga berpotensi untuk mengancam kelestarian kawasan. Kawasan yang disanggem/digarap petani menjadi semakin tandus karena untuk praktek budidaya tanaman pangan dan tidak ada input hara sama sekali (pupuk kandang).
9. Stop Site IX : Panggang
“Sistem usaha tani, pengelolaan tanah di kawasan karst ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Berbukit
Geologi : Wonosari Limestone
Geomorfologi : lereng Gunung Kidul
Jenis Tanah : Tanah Litosol
Bahan Induk : Batuan gamping
Status Tanah : Tanah Milik perseorangan, tanah miik negara
Penggunaan Tanah : Tegalan, lokasi penambangan batu gamping dan kebun campuran
Kenampakan Spesifik : lahan rusak akibat penambangan
Vegetasi yang tampak : tanaman tahunan (jati, sengon), ketela pohon, dan pisang
Kemiringan : 15-40%
Ketinggian : 100 – 500 dpl
B. Hasil Pengamatan
• Ini adalah merupakan daerah pegunungan karst
• Daerah di sini digunakan sebagai tanah tegalan.
• Karena air menjadi factor pembatas di daerah ini, maka vegetasi yang dapat tumbuh di daerah ini adalah vegetasi yang tidak membutuhkan banyak air.
• Pembentukan tanah yang belum sempurna, sehingga kedalaman efektif tanahnya <30cm.
• Erosi sangat sering terjadi, sehingga terlihat batuan yang berada dibawah lapisan tanah.
• Daerah panggang merupakan daerah yang tidak efisien untuk lahan pertanian, karena tanah yang telah terbentuk larut kedalam lapisan batuan dibawahnya.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 9.1 : Panggang, peta letak Kec. Panggang(kiri),
Gambar 9.2 : Bentang alam tegalan tidak teratur (kanan)
C. Pembahasan
Rakyat memanfaatkan lahan dengan sistem tumpangsari dengan jati, padahal tanaman jati mengeluarkan zat alelopoli yanh dapat merugikan tanaman semusim yang lain.
Iklim di daerah ini adalah iklim Tropis, sinar matahari yang cukup dan intensitas pencemaran yang rendah. Intensitas curah hujan 2.000-2.500 mm/thn
Sulitnya menemukan air permukaan di daerah ini, karena daerah ini adalah daerah karst. Pada daerah karst terdapat sungai bawah tanah, karena pada daerah ini, air mudah untuk meloloskan diri, dan bermuara di sungai bawah tanah. Dan air adalah faktor pembatas pada daerah pegunungan kapur. Oleh karena itu jenis vegetasi di daerah ini terbatas yang menyebabkan hasil tanaman nya sedikit, sehingga pendapatan masyarakat mejadi rendah. Dan tanaman jati yang harusnya bisa memberi untung besar untuk masyarakat tidak dapat terwujud juga, karena mereka terpaksa menebang jati pada umur yang muda.
Masyarakat yang memiliki tanah di daerah ini, harus diberi pengetahuan tentang bagaimana pengelolaan tanah yang benar untuk daerah pegunungan kapur. Sehingga tidak terjadi kerusakan lahan. Dan juga diberikan bantuan untuk modal dalam pengelolaan tanah tegalan mereka, sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera.
10. Stop Site X : Giritirto
“Mata air di kawasan Karst”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Berbukit
Geologi : Erosi berbatu
Geomorfologi : Wonosari Limestone
Jenis Tanah : Tanah Litosol
Bahan Induk : Batuan gamping
Status Tanah : Tanah Milik perseoranagan, tanah miik negara
Penggunaan Tanah : Tegalan, dan kebun campuran
Kenampakan Spesifik : kolam-kolam sebagai sumber daya mata air
Ketinggian : 100 – 500 dpl
B. Hasil Pengamatan
• Banyak terdapat kolam-kolam penampungan sumber daya air di kawasan Karst
• Giritirto merupakan dolin (danau di pegunungan kapur)
• Sumber mata air digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, memandikan ternak, pengairan sawah dan lain sebagainya
• Namun, walaupun di daerah ini merupakan daerah yang sumber daya airnya melimpah, tetap saja sulit untuk memperoleh air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 10.1 : kolam sebagai sumber daya air (kiri),
Gambar 10.2 : hewan ternak yg hendak di antar ke kolam pemandian (kanan)
C. Pembahasan
Desa Giritirto merupakan salah satu daerah terpencil yang memiliki sumber daya energi air yang sangat memadai di kawasan Karst. Seperti diketahui umumnya daerah Gunung Kidul merupakan daerah kering dengan tingkat curah hujan yang rendah, Oleh karena itu pengadaan air di daerah ini merupakan kebutuhan yang mendesak. Dalam hal ini peran ketersediaan air bersih sangat berpengaruh dalam meningkatkan kesehatan ligkungan maupun individu masyarakat. Oleh karena itu pengadaan sistem air bersih dalam jumlah dan mutu yang mencukupi, secara pasti akan turut meningkatkan taraf kehidupan sosial, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktifitas ekonomi secara makro.
Di Giritirto, pendapatan masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Gunung Kidul, karena disini air tersedia sepanjang tahun. Kondisi pemukiman penduduk sedikit lebih padat dari stopsite sebelumnya. Ini di akibatkan banyak terdapatnya sumber daya air di kawasan ini sementara di stopsite sebelumnya tidak terdapat sumber air. Analisanya, perkembangan masyarakat mengikuti ada tidaknya tempat yang lebih dapat menunjang keberlangsungan hidup masyarakat. Contohnya adalah kebutuhan akan sumber daya air.
11. Stop Site XI : Parangkusumo (Bantul)
“Gumuk Pasir, pengelolaan kawasan, pola hidup masyarakat pantai ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Dataran alluvial pantai
Geologi : Formasi gumuk pasir
Geomorfologi : Bentang pantai dan gumuk pasir
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Aluvial pantai
Status Tanah : Tanah milik negara
Penggunaan Tanah : Budidaya cemara laut
Kenampakan Spesifik : wisata gumuk pasir yang masih asli terbentuk dari gejala alam
Vegetasi yang tampak : cemara laut, pandan berduri
B. Hasil Pengamatan
• Merupakan hamparan pasir yang luas dan masih asli
• Masyarakat sekitar mulai mencoba memberdayakan tanah pasir ini sebagai ladang tanaman semusim
• Pasir di daerah ini tidak cocok untuk bahan bangunan dikarenakan sudah berasosiasi dengan air laut sehingga kandungan klor dan garamnya tinggi.
• Tanah di daerah ini tidak subur sehingga hanya cocok untuk tanaman tertentu saja.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 11.1 : bentang alam gumuk pasir yang masih asli (kiri),
Gambar 11.2 : vegetasi pandan berduri (tengah)
Gambar 11.3 : vegetasi cemara laut (kanan)
C. Pembahasan
Parangkusumo adalah Gumuk pasir (sand dune) yang terbentuk di pantai selatan yang merupakan hamparan tanah pasir (tanah aluvial) yang terbentuk oleh adanya endapan material pasir di tepi pantai oleh kekuatan ombak air laut yang diteruskan oleh kekuatan sapuan angin laut sehingga membentuk gumuk-gumuk (bukit-bukit kecil) pasir. Bentuk gumuk pasir di Parangkusumo adalah bentuk Tapal kuda. Yang merupakan bentuk satu-satunya di Asia Tenggara. Di sekitar gumuk pasir terdapat beberapa macam bentuklahan, yaitu:
a. Sebelah utara = bentuklahan struktural. Ciri: bentuklahan struktural yang masih terlihat yaitu adanya clif/ dinding patahan. Dahulu perbukitan utara yang menghadap ke sekolah adalah tegak lurus, karena terjadi proses erosi.
b. Sebelah timur = berupa clif dari batugamping formasi wonosari.
Batugamping berlapis-lapis miring ke selatan. Semakin ke barat perlapisan makin tipis. Terdapat selang-seling batugamping. Makin lama hilang kemudian muncul kembali karena adanya longsor.
c. Sebelah selatan = bentuklahan Terbentuk oleh aktivitas laut.
d. Bagian tengah = bentuklahan asal proses Aeolian yaitu gumuk pasir.
Merupakan hasil kerjasama antara terrestrial (darat) dan laut (marine) serta oleh tenaga angin.
Syarat terbentuknya gumuk pasir di Yogyakarta adalah:
1. Tersedia material yang cukup banyak dalam ukuran yang kecil (pasir dan debu). Setiap tahun pasir diproduksi karena- pasir berasal dari Merapi yang dibawa melalui media air, yaitu sungai Opak dan kali Progo.
2. Pantainya datar dan luas merupakan hasil proses penurunan dari formasi Wonosari dan andesit tua. Dahulu lurus dengan sebelah timur, tetapi sekarang turun (graben)
3. Adanya angin yang kuat Parangtritis langsung berhadapan dengan laut terbuka dan dibantu oleh clif batu gamping di sebelah timur (sebagai penghalang sehingga angin menabrak tebing). Bentuk pantainya berupa cekungan dan didukung oleh angin yang kuat.
4. Tersedianya material kering dan ringan. Pasirnya ringan karena kering, bergerak intensif saat musim kemarau.
5. Pantai tidak banyak gangguan dari vegetasi maupun aktivitas manusia.
Berdasarkan umurnya gumuk pasir dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Gumuk Pasir Muda
Ciri :
- Masih terjadi penambahan dan pemindahan (pengurangan karena jauh dari laut) material pasir.
- Material pasir masih lepas, belum banyak vegetasi.
- Proses perkembangan tanah belum ada.
b. Gumuk Pasir Tua
Ciri :
- Sudah ada penambahan dan pengurangan pasir secara intensif
- Telah terjadi proses perkembangan tanah walaupun masih ada dalam permulaan.
- Vegetasi sudah mulai dapat hidup.
Bahan gumuk pasir tua dan muda dipisahkan oleh lekukan yang berisi air laut yang terjebak pada suatu cekungan yang disebut Lagune (rawa belakang). Cekungan tersebut tertutup oleh pasir- sehingga sekarang permukaannya rata dan air laut tersebut masih berda di dalam sehingga disebut Connate Water (air jebakan).
12. Stop Site XII : Turi
“Alih fungsi lahan pertanian tanaman semusim menjadi kebun salak pondoh, pola hidup petani salak ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : datar-berombak
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : lereng tengah gunung merapi
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Masyarakat
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan untuk pertanian
Kenampakan Spesifik : sawah yang teratur dengan tegalannya ditanami tanaman kacang dan kebun salak yang mendominasi
Vegetasi yang tampak : padi sawah, kebun salak
Ketinggian : 100-500 dpl
Kemiringan : 2% -8%
B. Hasil Pengamatan
• Wilayah ini di dominasi oleh perkebunan salak pondoh.
• Selain itu masih terdapat juga lahan sawah yang teratur
• pemanfaatan lahan di daerah ini sangat maksimal di lihat dengan terdapatnya vegetasi kacang-kacangan pada setiap tegalan sawah
• Masih ditemukannya terasering yang menunjukkan adanya upaya manipulasi para petani untuk memanfaatkan lahan dalam bercocok tanam terutama tanaman semusim yaitu padi sawah
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 12.1 : perkebunan salak pondoh (kiri),
Gambar 12.2 : vegetasi kacang-kacangan di tegalan sawah (kanan)
C. Pembahasan
Dipilih padi sawah karena di daerah ini masyarakat dapat menikmati manfaat dari spring belt yang ada di daerah yang berada di lereng atas. Disini air tidak merupakan faktor pembatas tetapi merupakan kekuatan. Disamping tanah subur yang diperoleh dari proses erupsional letusan gunung merapi yang mengandung mineral-mineral dan kaya unsur hara serta sumber air yang melimpah. Jenis tanah di daerah ini regusol dan geologinya vulkanik muda dengan curah hujan 1500-2000 mm/th. Hal tersebut dicirikan oleh tekstur tanah yang halus sampai sedang dengan sifat drainase yang cukup baik. Sehingga mudah menerima dan meneruskan air yang membuat petani lebih mudah mengatur kadar air pada tanahnya, apakah ingin basah, lembab,atau kering.
Dengan kelebihan potensi ini maka Turi memiliki karakteristik hubungan potensi tanah, air dan iklim yang mendukung penanaman tanaman salak. Masyarakat tidak hanya merubah penggunaan tanah menjadi gedung-gedung tetapi juga mengubah pertaniannya dengan tanaman yang dianggap lebih menguntungkan seperti salak pondoh. Di dalam valuasi ekonomi para petani harus mempertimbangkan manfaat dan kerugian yang dapat diperoleh dalam rencana penggantian tanaman dalam satuan rupiah. Semua aspek harus diperhatikan baik aspek yang punya pasar seperti hasil tanaman dan juga aspek yang tidak punya pasar seperti kesejukan udara dan keindahan.
Penggunaan lahan yang tidak hanya menjadi bangunan tetapi juga perubahan penggunaan lahan dalam penanaman tanaman semusim menjadi tanaman salak membuktikan bahwa para petani yang menggarap tanah, baik tanah yang memiliki hubungan hukum secara langsung maupun secara tidak langsung dengannya sudah mulai berfikir secara rasional bahwa keuntungan yang lebih tinggi dari usaha tani selalu dikejar dan selalu diupayakan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
13. Stop Site XIII : Ngrajeg-Mungkid-Magelang
“Budidaya ikan air tawar dan persawahan, jalur wisata Borobudur, pola hidup masyarakat”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : undiferentiated volcanik produk tidak pernah tergenang.
Geomorfologi : kaki Gunung Merbabu-Merapi, Sumbing-Sindoro
Jenis Tanah : regosol
Bahan Induk : pasir dan batu
Status Tanah : Tanah Masyarakat
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan untuk pertanian ikan
Kenampakan Spesifik : kolam ikan yang berdampingan dengan lahan persawahan
Vegetasi yang tampak : padi sawah, kelapa, pisang
Ketinggian : 100-400 dpl
B. Hasil Pengamatan
• Kolam pertanian ikan yang dipelihara dengan baik sebagai pelengkap kebutuhan masyarakat akan keragaman panganan berprotein tinggi
• Masyarakat sekitar sudah memikirkan bahwa yang mereka butuhkan bukan hanya pada nasi yang berasal dari padi, tetapi juga lauk pauk yang berasal dari ikan
• Kebun campur yang tampak juga sebagai pelengkap kebutuhan hidup masyarakat
• Daerah ini kaya akan sumber daya air sehingga mudah dalam proses pendayagunaan lahannya
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 13.1 : kolam budidaya pertanian ikan (kiri),
Gambar 13.2 : kolam ikan yang berdampingan dengan lahan sawah (kanan)
C. Pembahasan
Daerah ini sangat mudah mendapatkan mata air, karena dikelilingi dan berada di bawah spring belt keempat gunung tersebut. Keadaan fisik begitu logis jika ketersediaan air pengairan melimpah di bagian wilayah ini.
Kelerengan yang relatif datar memungkinkan petani memanfaatkannya sebagai tanah sawah dan perikanan darat.
Tambak-tambak penduduk ada yang permanen dan ada juga yag belum permanen. Pertanian ikan air tawar disini tidak hanya untuk pembesaran tetapi mulai dari pembibitan hingga pembesaran. Untuk hasil pertanian ikan air tawar pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan membuka pasar yang khusus menjual hasil dari para petani setempat. Baik itu bibit ikan maupun ikan yang sudah siap dikomsumsi. Ikan-ikan yang banyak dipelihara oleh para petani antara lain, ikan gurameh, ikan nila, ikan bawal, lele.
Keberadaanya dalam jalur wisata ke berbagai situs peninggalan budaya seperti Candi Borobudur, menjadikan wilayah ini menarik bagi para investor untuk mengembangkan penggunaan lain selain pertanian dan perikanan yang berhubungan dengan kepariwisataan misalnya Galeri, rumah makan, dll. Oleh karena itu masyarakat sekitar kawasan ini tingkat perekonomiannya relatif tinggi.
14. Stop Site XIV : Kota Mungkid ( Kantor Pertanahan- Kabupaten Magelang
“Alih fungsi lahan pertanian sawah menjadi pusat perkantoran, peningkatan pelayanan Kantor Pertanahan ”
A. Karakteristik Wilayah
Dilihat dari peta Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Magelang memiliki posisi yang strategis karena keberadaannya terletak di tengah-tengah, sehingga mudah dicapai dari berbagai arah.
Batas administratif pemerintahan Kabupaten Magelang :
a. Utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang
b. Timur : Kabupaten Semarang Dan Kabupaten Boyolali
c. Selatan : Prov. DIY dan Kabupaten Purworejo
d. Barat : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Temanggung
Kenampakan Spesifik : Terdapatnya alih fungsi kegunaan lahan dari persawahan menjadi komplek perkantoran di sepanjang jalan sekitar Kantor Pertanahan Kabupaten Magelang.
Pelayanan Pertanahan : Pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Magelang sangat baik. Ini terbukti dengan banyaknya penghargaan yang diterima Kantor Pertanahan ini di bidang pelayanan.
B. Hasil Pengamatan
• Prestasi Kantor Pertanahan Kabupaten Magelang dalam bidang pelayanan pertanahan patut di tiru untuk keberlangsungannya kinerja Badan Pertanahan Nasional yang baik sehingga sebelas (11) agenda pertanahan dapat tercapai.
• Motto kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Magelang yaitu : “kepuasan anda adalah keutamaan layanan kami”
• Visi Kantor Pertanahan Kabupaten Magelang yaitu :
“Terselenggaranya P4T / Pengaturan Penguasaan,Pemilikan,Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Yang berkeadilan Untuk Kesejahteraan Rakyat ”
• Misi Kantor Pertanahan Kabupaten Magelang yaitu :
• Mengoptimalkan Fungsi Kelembagaan
• Mewujudkan Pelayanan Prima di Dibidang Pertanahan
• Mewujudkan Penguasaan,Pemilikan,Penggunaan dan Pemanfaatan serta Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup
• Mewujudkan Peran Aktif Masyarakat Dalam Pengelolaan Administrasi Pertanahan
• Menciptakan Pola Kehidupan Bersama Yang Harmonis Dengan Menuntaskan Sengketa,Konflik dan Perkara Pertanahan
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 14.1 : visi dan misi serta motto (kiri),
Gambar 14.2 : tampak depan Kantor Pertanahan Kabupaten Magelang (kanan)
C. Pembahasan
Penggunaan tanah Kota Mungkid sebelum tahun 1984 didominasi lahan pertanian berupa sawah, Hal ini dapat dilihat dari peta persil lokasi berdirinya gedung pemerintahan Kabupaten Magelang adalah berupa sawah yakni persil 18 dengan status S, dengan demikian juga wilayah sekitar tempat berdirinya Gedung Pemerintahan Kabupaten Magelang juga didominasi penggunaan tanah pertanian. Sekalipun usia Kota Mungkid sudah mencapai 26 tahun (22 Maret 1984) namun wajah Kota Mungkid tidak seperti layaknya kota kabupaten, corak pedesaan masih sangat terasa, apalagi bila saat sudah melewati jam kantor maka suasana jalan terasa sangat lenggang. Alih fungsi lebih banyak terjadi kiri dan kanan koridor jalan, sementara dibelakangnya masih merupakan lahan pertanian yang subur.
Penggunaan tanah saat ini di Kota Mungkid belum mencerminkan Kota Mungkid sebagai pusat Kota Pemerintahan Kabupaten Magelang. Pola penggunaan tanahnya masih bercorak pedesaan. Alih fungsi yang terjadi lebih banyak disekitar koridor jalan utama. Secara visual dapat dilihat bahwa pertumbuhan pembangunan kecenderungannya disepanjang koridor jalan utama, umumnya untuk perkantoran dan jasa serta perdagangan.
Instrumen Pengendali perubah penggunaan tanah di Kabupaten Magelang yakni dengan perijinan, antara lain :
a. Ijin lokasi
b. Ijin Perubahan Penggunaan Tanah
c. Penetapan lokasi
Yang dilakukan melalui rapat koordinasi melibatkan instansi terkait dengan memedomani tata ruang.
15. Stop Site XV : Ngadirojo ( Salaman )
“SMS dan reforma agraria ”
A. Program SMS dan Reforma Agraria
Program yang dijalankan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam rangka pensertipikatan tanah masyarakat bermacam-macam. Semua program dijalankan dengan baik guna pencapaian tujuan yang di harapkan. Kebijakan reforma agraria sebagai implementasi PP No 11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar harus diawali dengan adanya klasifikasi tanah yang jelas sebelum dilakukannya redistribusi kepada masyarakat. Mengolah tanah sebaik mungkin, serta menambah kesuburan tanah, karena tanah merupakan asset yang paling berharga bagi para petani merupakan hal yang sangat penting. Dengan di berikan kepastian hukum akan status tanah tersebut di harapkan dapat memacu para petani untuk meningkatkan produksi pertanian. Hal lain juga di sampaikan bahwa program reforma Agraria tidak hanya selesai pada pemberian sertipikat Hak atas tanah, akan tetapi harus berfikir pada akses reform, karena dengan meningkatnya produksi tanpa diimbangi dengan akses reform, kesejahteraan para petani tidak akan tercapai sempurna.
Penguasaan dan Pemilikan tanah di Indonesia telah sangat timpang, tidak seimbang, sangat asimetris. Sebagian kecil dari masyarakat menguasai dan memiliki terlalu banyak tanah dan sebagian besar dari kita menguasai dan memiliki tanah terlalu sempit atau terlalu sedikit dan bahkan banyak sekali yang tidak memiliki tanah sama sekali. Kenyataan ini akan melahirkan ketidakseimbangan mekanisme kontrol politik dan ekonomi dalam masyarakat.
Perubahan Penggunaan tanah terjadi secara serampangan, Tata Ruang Wilayah sering diabaikan, konsekwensinya adalah banyak tejadi konflik, penggusuran, banjir, tanah longsor atau bencana lainnya yang menjadi bagian dari keseharian kehidupan masyarakat baik dipedesaan maupun perkotaan.
Tanah terlantar sangat luas jumlahnya, tanah ini umumnya tidak ada penguasaanya. Penguasaan tanah menjadikan akses masyarakat, pemerintah dan dunia usaha menjadi terhambat karena tanah ini tidak dimanfaatkan. Tanah-tanah terlantar ini harus ditertibkan dan harus dimasukan kedalam sistem ekonomi dan politik sebagai sumber-sumber baru kesejahteraan rakyat.
Sengketa dan konflik Pertanahan merupakan hal yang cukup menonjol dalam kehidupan sehari-hari. Sengketa telah mengganggu keharmonisan sosial budaya diberbagai wilayah. Sengketa tanah bisa lahir secara alamiah akan tetapi tidak sedikit yang lahir karena rekayasa, karena permainan dan mafia tanah.
Tanah-tanah masyarakat masih banyak yang belum terdaftar dan belum terpetakan, Adalah tugas Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI ) untuk memastikan bahwa tanah-tanah masyarakat untuk segera didaftar dan dipetakan untuk dapat memberikan kepastian hukum, untuk dapat memberikan akses masyarakat pada sumber-sumber permodalan dan teknologi.
Tanah adalah aset negara, aset bangsa, bumi air dan ruang angkasa dikuasai oleh negara dan harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagian tanah dikelola langsung oleh negara dan sebagian lain dikelola oleh masyarakat.
Aset tanah yang dikelola oleh negara disebut sebagai barang milik negara yang pengelolaanya dilakukan oleh Departemen- Keuangan sedangkan penggunannya dilakukan oleh lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga pemerintah termasuk pemerintah daerah. Aset ini sebagian sudah terdaftar dan sebagian lain belum terdaftar.
Aset tanah yang sebagian lagi dimiliki oleh masyarakat, penguasaanya bisa perorangan, kelompok komunal ataupun Badan Hukum, sebagian besar dari tanah-tanah ini belum terdaftar sebagian belum dan sebagian dalam sengketa dan konflik dan sebagian terlantar dan sebagian lagi diusahakan dan dikelola secara produktif dan terawat. Keseluruhan dari aset tanah ini harus digerakan baik melalui usaha-usaha produktif atas tanah maupun melalui proses lainnnya setelah asetnya tertata, terlegalisasi dan terdaftar.
Ada 4 ( Empat ) prinsip dasar dan strategi yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ( BPN – RI ) untuk mengelola dan menggerakan aset tanah ini menjadi efektif yaitu :
1. Menghidupkan aset masyarakat yang mati atau membangunkan aset masyarakat yang tidur. Nilai aset-aset yang mati atau tidur ini sangat besar. Bila aset-aset ini dibangkitkan atau digerakan maka akan memiliki nilai ganda yaitu dari hasil usaha atas tanah tersebut dan dari hasil perputaran aset melalui sistem ekonomi negara. Untuk menggerakan dan membangkitkan aset ini dilakukan melalui legalisasi atas tanah-tanah yang dimiliki oleh masyarakat yaitu Sertipikat. Dengan bersertipikat tanah-tanah yang dimiliki oleh masyarakat akan aman dan sekaligus bisa membuka akses terhadap aset-aset ekonomi, permodalan dan teknologi. Banyak program yang di lakukan oleh BPN – RI dalam menunjang dan mempercepat Sertipikasi tanah baik yang pendanaanya melalui APBN maupun APBD, baik APBD I maupun APBD II, seperti LMPDP/Ajudikasi, Prona, Proda, UKM dan lain sebagainya.
2. Penertiban tanah-tanah terlantar.
Tanah-tanah terlantar yang cukup besar jumlahnya harus ditertibkan dan ditata kembali pula hubungan hukumnya, dengan demikian akan tersedia kembali tanah bagi pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha. Dengan ditertibkanya tanah-tanah terlantar ini akan segera masuk kembali tanah dalam jumlah yang cukup besar dalam sistem produksi Nasional.
3. Penyelesaian atas tanah dalam sengketa dan konflik Pertanahan.
Dengan diselesaikanya sengketa tanah ini akan masuk sejumlah tanah dalam sistem produksi Nasional dan sekaligus menghindarkan konflik dan disharmoni sosial dimasyarakat sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi dan kesejahteraan dimasyarakat akan berjalan normal.
4. Pelaksanaan Reforma Agraria.
Reforma Agraria merupakan iplementasi dari mandat TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 dan Keputusan MPR Nomor 5/MPR/2003 tentang perlunya Penataan Struktur Penguasaan, Pemilikan, Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah. Untuk memastikan bahwa Struktur ke-Agrariaan dan Pertanahan lebih adil, sengketa-sengketa Pertanahan dapat terselesaikan dan akses masyarakat terhadap tanah dapat berkembang secara teratur. Secara Operasional
Dasar Hukum Pelaksanaan Reforma Agraria di daerah ini adalah :
a. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ( UUPA )
b. Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengeloaan Sumber Daya Alam
B. Hasil Pengamatan
• Dalam diskusi ini dijelaskan mengenai seberapa jauh Kantor Pertanahan Kabupaten Magelang telah menjalankan program SMS dan Reforma Agraria di desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
• Namun, dikarenakan lokasi yang tidak memungkinkan untuk ditempuh, yaitu sekitar 3 Km dari tepi jalan raya, dan harus ditempuh dengan berjalan kaki, maka tidak di adakan tinjauan langsung ke lokasi tempat pelaksanaan program SMS dan reforma agraria.
• Diskusi ini di adakan di balai Desa Ngadirejo :
Gambar 15.1 : balai Desa Ngadirejo
C. Pembahasan
Keberadaan wilayah kecamatan Salaman yang diapit oleh beberapa gunung berapi seperti Sindoro-Sumbing, Merbabu-Menoreh, dan Perbukitan Menoreh menyebabkan daerah ini berkecenderungan memiliki fisiografi datar-berombak, namun kaya akan sumber mata air yang siap mengairi hamparan persawahan di wilayah ini. Kombinasi persawahan dengan tanaman buah-buahan di kebun campur mewarnai penggunaan lahan sekaligus sumber mata pencaharian dan pendapatan penduduknya. Terkait dengan- program pertanahan oleh Kantah Kabupaten Magelang, di Desa Ngadirojo telah dilaksanakan kegiatan pensertipikatan masal swadaya (SMS) dan Land Management and Policy Development Program (LMPDP) dimana pada tahun 2007 jumlah pemohonnya sejumlah 517 pemohon dan pada tahun 2008 terjadi penurunan permohonan yaitu sejumlah 325 pemohon. LMPDP merupakan bantuan dari Bank Dunia, dimana dalam pelaksanaannya adalah tim yuridis dan tim teknis di dalam akses reform apa yang dibutuhkan oleh masyarakat harus diketahui terlebih dahulu. Dalam akses reform ini masyarakat diberikan beberapa jenis bibit seperti : albasia, manggis, dan durian. Pemberian bibit-bibit ini diharapkan dapat lebih memberikan semangat kepada masyarakat untuk memberdayakan tanahnya
16. Stop Site XVI : Kragilan, sriwedari (Salaman )
“Sawah berlereng, sumberdaya air ( spring belt ) ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : tidak datar
Geologi : miocene sedimentri vacies, tidak tergenang
Geomorfologi : bentuk persawahan terasering
Jenis Tanah : latosol
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Masyarakat
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan untuk persawahan
Kenampakan Spesifik : lahan sawah berbentuk terasering
Vegetasi yang tampak : padi
Ketinggian : 100-400 mdpl
Kemiringan : 2-25%
B. Hasil Pengamatan
• Bentuk lahan sawah yang berteras menunjukkan usaha masyarakat dalam mengembangkan pengelolaan lahan di tanah yang miring semakin maju.
• Tujuan dibuatnya teras-teras agar proses drainase atau proses pengairan sawah dapat dikendalikan sehingga sawah dapat menghasilkan produksi maksimal.
• Sawah di daerah ini masih belum teratur bentuknya, hal ini dikarenakan kondisi lahan yang tidak datar.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 16.1 : bentuk sawah berteras
C. Pembahasan
Potensi sumber daya air yang tinggi menyebabkan dikembangkannya budidaya tanaman padi sawah, walaupun dilahan miring yang berteras. Teras merupakan bentuk pengelolaan lahan-lahan miring yang tepat untuk pelestariaannya. Ada beberapa alasan kenapa petani membuat teras-teras pada lahan pertaniannya, antara lain:
a. Medan yang miring dan subur
b. Tanaman padi memerlukan rendaman air
c. Agar topsoil tetap bertahan
d. Mencegah adanya erosi
Sumber daya air yang memadai itu terpasok oleh spring belt yang berasal dari kawasan daerah tangkapan pegunungan Sumbing-Sindoro dari arah utara dan perbukitan Menoreh dari arah selatan.Kombinasi antara terasering dan hijaunya tanaman padi membuat indahnya pemandangan wilayah ini. Budidaya padi sawah yang dikembangkan di wilayah ini merupakan bentuk perwujudan pemanduan potensi wilayah yang dibangun oleh penduduk setempat.
Sosial ekonomi penduduk daerah ini bertumpu pada hasil pertanian. Lahan pertaniannya tidak hanya dijadikan sawah, tetapi ada beberapa lahan yang digunakan sebagai kebun campuran. Sawahnya pun ditanami dengan pola tumpang sari, hal ini di akibatkan karena suburnya lahan. Sehingga sejengkal tanah pun tidak dibiarkan kosong tanpa tanaman. Tanaman yang ditanam di sawah selain padi antara lain, kacang, pisang, cabe, jagung, ubi jalar. Sedang di kebun campur sebagian besar tanaman yang ditanam adalah tanaman keras seperti, sengon, mahoni, buah-buahan, bambu, kelapa. Selain untuk dapat diambil hasilnya, tanaman keras juga berfungsi untuk mengikat tanah agar tidak terjadi erosi dan longsor.
17. Stop Site XVII : Kalijambe Bener Kulonprogo ( perbatasan Magelang-Purworejo )
“Pemanfaatan Kebun Campur sekitar rumah penduduk”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Tidak datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Masyarakat
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan kebun campur
Kenampakan Spesifik : Berbukit-bukit
Vegetasi yang tampak : pohon nangka, bambu, jengkol
B. Hasil Pengamatan
• Kebun campur ini terdiri dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, bambu, nangka, mangga, jengkol, dan lain-lain. Ada berpuluh-puluh tanaman di kebun ini.
• Orientasi masyarakat di sekitar daerah ini yaitu pemanfaatan lahan semaksimal mungkin untuk menunjang kelangsungan hidup.
• Berbagai macam tanaman dalam kebun campur ini secara otomatis menyebabkan masa panen yang tidak begitu lama, berganti-gantian. Sehingga orientasi masyarakatnya dapat memanfaatkan hasil tanaman kebun campur secara bergiliran untuk memenuhi kebutuhan hidup.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 17.1 kebun campur
C. Pembahasan
Pemanfaatan lahan seperti ini sangat cocok di lahan yang tidak datar atau berbukit-bukit karena fungsinya sebagai penahan erosi, curah hujan, longsor, sehingga dari segi pemanfaatan lingkungan sangat bagus. Tanah masyarakat yang cukup luas di sekitar ini ada- yang secara intensif di pelihara namun juga ada yang tidak. Tanaman yang secara intensif dipelihara, contohnya adalah kelapa, nangka, dan lain-lain sehingga jangan menganggap kebun campur ini tidak dipelihara, tetapi masyarakat secara sederhana tetap merawat tumbuh-tumbuhan ini. Para petani mungkin juga mempunyai area sawah yang luas. Otomatis bila ada area yang kosong mereka tanami lagi. Jenis kayu yang dihasilkan oleh tanaman ini bisa laku dijual. Secara umum di Indonesia, terutama- di pulau Jawa, masyarakatnya sibuk menebangi kayu kemudian menanamnya kembali. Tetapi di luar pulau Jawa, kebanyakan masyarakatnya hanya mau menebangi pohon saja dan memanfaatkan hasil dari tanaman alam atau hutan alam tersebut tanpa ada kemauan untuk menanamnya kembali. Sangat berbeda dengan penduduk di pulau Jawa yang sangat memaksimalkan penggunaan tanahnya yaitu dengan menanami tanaman-tanaman pada area yang kosong, sebagai contohnya yaitu di Wonosari. Masyarakat di sana hampir semuanya memanfaatkan lahan mereka dengan menanam pohon jati. Berbeda dengan kawasan ini karena mungkin kondisi tanahnya yang kurang cocok apabila digunakan untuk tanaman jati. Sehingga area ini di jadikan kebun campur. Semua kayu dapat dimanfaatkan, otomatis semua tanaman yang ditanam oleh penduduk dapat menunjang kegiatan ekonomi bagi masyarakat karena dapat menambah penghasilan penduduk.
Tidak terdapat sawah di daerah ini karena daerah ini tidak memungkinkan di gunakan sebagai area persawahan dengan kondisi geografinya karena berbukit-bukit dan bergunung. Kawasan ini merupakan lanjutan dari bukit menoreh yang terdapat di kulonprogo membujur dari selatan ke utara belok ke timur sedikit ke arah magelang kemudian ke barat terus sampai ke Purworejo. Daerah ini manfaat utamanya yaitu menjadi daerah tangkapan air bagi daerah-daerah di bawahnya. Oleh karena itu- umumnya penduduk daerah ini justru tidak menikmati langsung air dari mata air. Masyarakatnya cukup hanya menggunakan selang kemudian mengalirkan air untuk kebutuhan mereka sehari-hari sehingga tidak langsung dari mata air atau tidak perlu membuat sumur. Manfaat dari kebun campur atau hutan rakyat ini luar biasa dalam kerangka menyelamatkan sumber daya alam dan lingkungan itu sendiri. Karena keterbatasan air dan keterbatasan bentuk lahan maka masyarakat tidak dapat mempergunakan lahan seenaknya, artinya tidak bisa sesuai dengan kemauan. Terlalu banyak pilihan yang dapat dipilih namun ini dibatasi karena mereka hanya bisa memanfaatkan area ini sebagai kebun campur. Konsekuensinya yaitu pendapatan masyarakat di sini tidak termaksimalisasi, tidak dapat di rutinkan, tetapi bergantung pada jenis buah yang tidak seberapa keuntungannya dibandingkan dengan tanaman semusim. Masyarakat yang mampu bertahan hanya karena mereka memiliki tanah di pinggir jalan, mereka punya modal dan selain itu- aksesnya lebih mudah karena ini merupakan jalan provinsi. Sangatlah berbeda dengan kondisi masyarakat yang terletak tidak di pinggir jalan, kondisi tanah yang sama namun tingkat pertumbuhan ekonominya sangatlah berbeda.
18. Stop Site XVIII : Kalijambe ke penginapan ( Purworejo )
“ Usaha rakyat penggergajian kayu, sosial ekonomi, perolehan, pengolahan dan penggunaan ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Negara
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan tanaman tahunan
Kenampakan Spesifik : Datar
Vegetasi yang tampak : Pohon bambu dan pohon tahunan
B. Hasil Pengamatan
• Terdapat banyak pengusaha kayu di kanan dan kiri jalan raya. Untuk pengusaha kayu yang tempat usahanya berada di pinggir jalan kondisi ekonominya terlihat lebih berada dibandingkan dengan pengusaha kayu yang berada tidak di pinggir jalan
• Bahan baku kayu yang digunakan oleh pengusaha kayu di ambil dari perkebunan masyarakatnya sendiri yang terlihat juga di sepanjang kanan dan kiri jalan
• Pengamatannya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 18.1 usaha penggergajian kayu
C. Pembahasan
Akibat dari pemanfaatan sumber daya hutan (SDH) yang kurang bijaksana antara lain :
1. Pemanfaatan yang berlebihan baik flora dan fauna
2. Perubahan peruntukan kawasan hutan
3. Bencana alam-
4. Kebakaran hutan
5. Penjarahan kayu oleh masyarakat.
Akibat dari kondisi diatas terjadi degradasi luasan kawasan hutan, serta terjadinya lahan kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Sebagian dari lahan tersebut berada pada daerah aliran sungai (DAS), yang harus menjadi prioritas untuk direhabilitasi.
19. Stop Site XIX : Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo
“ Diskusi pertanahan dengan tema : Pelaksanaan Reforma Agraria di Purworejo ”
A. Tema diskusi
Reforma Agraria merupakan agenda besar BPN dalam memberikan kontribusi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Reforma Agraria meliputi Aset reform dan Akses reform. Kantor Wilayah Badan- Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah terus mendorong terlaksananya Program Reforma Agraria. Pelaksanaan dari program ini adalah mendorong peran BPN tidak hanya sekedar sebagai lembaga yang memproduksi sertifikat tanah, tapi sekaligus membantu pemilik tanah untuk bisa memberdayakan tanah tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan.
Berikut gambar proses diskusi :
Gambar 19.1 Diskusi Reforma Agraria di Purworejo
A. Hasil Pengamatan
• Aset reform atau legalisasi aset agrarianya melalui :
a. LMPDP
b. UKM
c. Prona
d. Proda
e. Redistribusi
f. Rutin
• Sedangkan akses reformnya meliputi :
a. Pembentukan Gamara
b. Pelatihan
c. Pembibitan tanaman keras
d. Pembentukan KSU Sidodadi Mulyo
B. Pembahasan
Salah satu kegiatan Reforma Agraria tahun 2009 di Kabupaten Purworejo diarahkan di Kecamatan Bagelen. Kegiatan Reforma Agraria di Kecamatan Bagelen sekaligus diarahkan sebagai upaya pelestarian dan perbaikan lingkungan hidup karena kondisi Kecamatan Bagelen berbukit dan rawan longsor. Dipilihnya program penghijauan itu sekaligus menyinergikan antara kegiatan BPN Kanwil Jawa Tegah dengan program Pemkab Purworejo yang menjadikan Kecamatan Bagelen sebagai kawasan sentra agropolitan.
Pemerintah Kabupaten Purworejo melalui sangat menyambut baik program Reforma Agraria karena sejalan dengan program alas simpen yang digalakkan Kabupaten Purworejo. Yang dimaksud dengan Alas simpen adalah penanaman pohon-pohon di sekitar daerah sumber mata air serta di kawasan rawan tanah longsor, seperti di daerah perbukitan. Pohon yang ditanam bukanlah pohon usia pendek- melainkan yang tidak mungkin ditebang dalam waktu lama dan tidak boleh ditebang karena untuk tangkapan air. Dalam berbagai kesempatan terus di sosialisasikan kepada masyarakat agar setiap jengkal tanah yang kosong harus ditanami.
Dengan bersinerginya program dari Kanwil BPN Purworejo dan Pemkab Purworejo, menjadikan Kabupaten Purworejo diharapkan sebagai ikon program reformasi agraria tingkat nasional oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI. Selain menjadi prestasi yang cukup membanggakan, kedepan program reformasi agraria di Kabupaten Purworejo akan menjadi contoh bagi kabupaten/kota lainnya.
Pada tahun 2008, BPN dalam melaksanakan program reformasi agraria telah melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dan memberikan bantuan 20.000 batang bibit durian montong untuk- masyarakat di Desa Kaliwungu, Kecamatan Bruno (20 % bibit siap tanam dan 80 % biji seling).
Pada hari rabu tanggal 13 Januari 2009 telah dilakukan kegiatan legalisasi aset masyarakat dan pemberian akses reform di Kecamatan Bagelen khususnya di desa-desa Reforma Agraria dengan sasaran tanah seluas 209 hektar. Meliputi Desa Hargorojo 16 hektar, Somorejo 70,5 hektar, Tlogokotes 60 hektar , Bapangsari 45,5 hektar dan Krendetan 17 hektar.
Dalam kegiatan ini juga diserahkan bantuan bibit tanaman produktif yang memiliki fungsi konservasi sesuai dengan yang di inginkan masyarakat. Bibit-bibit tanaman tersebut merupakan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Purworejo dan pihak ketiga. Bibit tanaman yang diserahkan meliputi 9.000 bibit karet dan 8.000 bibit durian monthong.
Kegiatan akses reform tidak hanya berhenti pada pemberian bibit saja. Masyarakat di desa-desa Reforma Agraria juga diberikan- sosialisasi, pelatihan dalam hal pembibitan, penanaman dan pemeliharaan tanaman serta penanganan pasca panen. Semua ini dilakukan kerjasama antara BPN Kanwil Jawa Tengah dengan pihak ketiga.
20. Stop Site XX : Kutoarjo
“ Perusahaan genteng dan bata, sumber kayu bakar, kondisi sosial ekonomi ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Negara
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan pertanian
Kenampakan Spesifik : Terasering
B. Hasil Pengamatan
• Pertumbuhan industri genteng di daerah pedesaan memungkinkan desa tersebut tumbuh menjadi daerah industri dengan segala akibat positif dan negatifnya.
• Hal tersebut akan membawa perubahan-perubahan dalam masyarakat, termasuk di sini adalah masyarakat di sekitar daerah ini dengan perkembangan industri gentengnya.
• Perkembangan industri genteng tersebut membawa dampak dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
• Dengan terus menerusnya tanah liat di ambil dan di gunakan untuk produksi genteng, maka tanah yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal dapat menjadi rusak. Hal ini dikarenakan tanah dapat terkikis perlahan sehingga sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah dan dapat membahayakan kelangsungan hidup masyarakat sekitar.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 20.1 perusahaan genteng kebumen
C. Pembahasan
Kemajuan zaman kerap kali diikuti dengan beraneka ragamya aktivitas-aktivitas yang dilakukan masyarakat pada berbagai segi kehidupan. Semakin meningkatnya jumlah kebutuhan hidup yang dirasakan dengan sebagian masyarakat terhadap suatu produk ( barang, jasa, ide, dan lain-lain ) merupakan kesempatan pasar yang cukup besar bagi suatu produk. Kondisi demikian memunculkan dua hal penting yang terkait dengan kebutuhan masyarakat yaitu peluang dan ancaman. Peluang yaitu kondisi yang akan memberikan manfaat apabila dipergunakan secara maksimal sedangkan ancaman yaitu apabila keseimbangan antara penggunaan yang sesuai dengan kebutuhan tidak sebanding. Sebagai contoh di daerah penghasil genteng ini. Kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kondisi ekonominya harus mempertimbangkan sumber daya yang melimpah di daerah tersebut. Masyarakat pada daerah ini seharusnya tidak hanya- mementingkan kepentingan pribadi dengan membudayakan tanah liat yang berpotensi baik untuk di jadikan usaha genteng, tetapi juga masyarakat harus mempertahankan pengelolaan lahan sehingga tidak terjadi hal-hal yang berpengaruh negatif terhadap kelangsungan hidup masyarakat di daerah ini.
21. Stop Site XXI : sekitar Stadion Kebumen
“ Lahan pertanian di perkotaan, pola hidup masyarakat dan sosial ekonomi ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Negara
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan pertanian
Kenampakan Spesifik : Terasering
Vegetasi yang tampak :
B. Hasil Pengamatan
• Lahan di sekitar stadion sangatlah subur, karena merupakan sumber air atau spring belt.
• Tanahnya adalah tanah liat.
• Namun, meskipun daerah ini merupakan daerah yang subur, peningkatan ekonomi di daerah ini mengalahkan bentuk tata ruang dari perkembangan daerah ini.
• Oleh karena itu terdapat konversi penggunaan lahan dari yang semula berupa lahan sawah yang luas beralih fungsi menjadi- stadion atau sebagai pusat dari berkembangnya ekonomi di Kabupaten Kebumen.
• Hal ini dapat mengakibatkan bertumbuhnya kegiatan ekonomi yang dapat mengesampingkan meningkatnya produksi pertanian di kawasan ini. Penghasilan para petani berkurang sehingga pada akhirnya mereka memilih untuk mengkonversi- penggunaan lahannya seiring dengan perkembangan ekonomi yang pesat di sekitar kawasan ini.
• Penampakkan fisiknya adalah sebagai berikut :
Gambar 21.1 stadion kebumen Gambar 21.2 sawah sekitar stadion
C. Pembahasan
Di samping belum dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk daerah setempat, di sisi lain perkembangan ekonomi daerah justru menimbulkan konflik keruangan. Seperti yang terjadi pada daerah ini. Mengiringi dinamika politik yang berkembang sejak awal era reformasi khususnya berkaitan dengan diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999 bermunculan keinginan berbagai daerah untuk memekarkan diri membentuk daerah otonom baru. Untuk itu pemerintah menerbitkan PP nomor 129 tahun 2000 tentang Pemekaran Daerah yang mengatur antara lain tentang instrumen prosedural dan instrument persyaratan pemekaran daerah. Prosedur pengajuan usulan pemekaran melalui berbagai lembaga seperti DPR, DPD atau Pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam- Negeri. Sebelum dibahas dan diputuskan bersama oleh DPR-RI dan Pemerintah, berkas usulan dibahas oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan diperiksa kelayakannya oleh Departemen Dalam Negeri berdasarkan berbagai indikator sebagai persyaratan pemekaran daerah. Persyaratan tersebut antara lain berkaitan dengan- potensi SDA, ekonomi, sosial budaya, jumlah penduduk dan luas wilayah.
22. Stop Site XXII : Museum Geologi LIPPI ( Karangsambung )
“ Batuan dan bentang lahan ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Tidak datar
Ketinggian : 25-100 mdpl
Geologi : Miocene Andesit tua
Curah Hujan : ≥3000
Bahan Induk : Material Vulkanik
Kedalaman Tanah : < 30cm
Lereng : ≥40%
Tekstur Tanah : halus, penyebaran tanahnya potsolik merah kuning
Status Tanah : Tanah Negara
Penggunaan Tanah : kampung, sawah, tegalan, kebun campur, perkebunan
Kenampakan Spesifik : Berbukit-bukit
Vegetasi yang tampak : Pohon-pohon tahunan
B. Hasil Pengamatan
• Museum ini di bangun di kawasan Karangsambung, Kabupaten Kebumen. Di sekelilingnya merupakan hamparan kawasan berbukit dan bergunung dengan berbagai jenis batuan
• Berbagai jenis batuan ini di ambil sample-samplenya dan dikumpulkan serta dideskripsikan karakteristiknya untuk dibuat pengkelasannya
• Museum ini dapat digunakan oleh umum dengan mekanisme administrasi tertentu
• Dari berbagai jenis batuan yang dapat dikenali di museum inilah berbagai jenis tanah terbentuk dan berbagai jenis tambang ditemukan dan dieksploitasi
• Penampakan fisiknya dapat dilihat dari gambar berikut :
Gambar 22.1 Museum Geologi LIPPI Karangsambung
C. Pembahasan
Hampir di setiap kota terdapat museum, baik itu museum perjuangan maupun museum yang berisi benda peninggalan bersejarah, seni, dan barang kuno. Namun museum yang berisi bebatuan penyusun bumi, di Jawa Tengah hanya ditemui di Kampus Karangsambung di Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen.
Karang Sambung merupakan laboratorium alam dan monumen geologi yang sangat menarik bagi obyek penelitian maupun wisata alam. Salah satu kecamatan di bagian utara Kabupaten Kebumen ini disebut laboratorium alam geologi karena menghadirkan variasi struktur dan jenis batuan di kawasan yang relatif tidak luas. Nilai ilmiahnya bertambah penting setelah lahir teori tektonik lempeng, karena menurut para ahli geologi daerah ini pernah menjadi batas lempeng konvergen berupa jalur subduksi- pada jaman Kapur yang berlanjut hingga Pegunungan Meratus, Kalimantan. Batuan-batuan hasil tumbukan tersebut kini terangkat ke permukaan dan dapat diamati dalam kondisi yang relatif segar.
Oleh karena begitu pentingnya, kawasan ini kemudian ditetapkan sebagai Cagar Alam Geologi Nasional yang dikelola oleh Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hal ini bertujuan agar batuan-batuan langka yang terdapat di Karang Sambung terlindung dari kepunahan akibat ditambang oleh penduduk. Sebab Karang Sambung juga menjadi bukti teori tektonik lempeng dan menjadi referensi dunia.
Umur bebatuan itu ratusan juta tahun. Itu merupakan contoh batuan penyusun bumi yang diambil dari kawasan geologi Karangsambung di sekitar kampus.
Dari segi geologi, batuan itu sangat unik, aneh, dan menarik. Misalnya, beberapa batuan yang sebenarnya merupakan batuan dasar samudra, di kawasan ini muncul di permukaan. Ada batu rijang yang diambil dari Sungai Muncar di Desa Seboro, Kecamatan Karangsambung. Batu yang berumur sekitar 81 juta tahun ini merupakan batuan dasar samudra yang biasanya ditemukan di kedalaman 4.000 meter di bawah permukaan air laut. Ada juga batu sekis mika dari Sungai Brengkok yang merupakan batuan tertua di Pulau Jawa, berumur sekitar 120 juta tahun.
Munculnya bebatuan itu akibat proses tumbukan (seduksi) Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Asia. Proses tumbukan dua lempeng ini hingga kini masih berlangsung, seperti beberapa waktu lalu menimbulkan gempa dan gelombang tsunami di sekitar kawasan Samudra Indonesia
23. Stop Site XXIII : Bandoro, Karangsambung
“ Degradasi lahan akibat penambangan pasir di sepanjang K. Luk Ulo dan di persawahan “
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Negara
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan pertanian
Kenampakan Spesifik : Terasering
Vegetasi yang tampak : pohon pinus
B. Hasil Pengamatan
• Kegiatan pembangunan yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan pasir juga meningkat. Akibatnya aktivitas penambangan pasir turut meningkat. Penambangan tanpa aturan, identik dengan proses destruktif karena aktivitasnya tidak terkendali sehingga dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kesuburan tanah atau degradasi lahan.
• Dampak dari kegiatan penambangan pasir di DAS salah satunya adalah terjadinya longsor di beberapa titik di sepanjang DAS Luk Ulo, antara lain: dataran sungai yang sekarang banyak digunakan untuk sawah dan permukiman.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 23.1 lokasi penambangan pasir
C. Pembahasan
Pertambangan pasir sering dikaitkan dengan kerusakan lingkungan karena kegiatan tersebut dikenal dapat mengubah roman bumi. Penambangan pasir umumnya terjadi di daerah pesisir pantai, dan daerah aliran sungai. Selain berfungsi sebagai saluran drainase, sungai menggerus tanah dasarnya secara terus menerus sepanjang masa eksistensinya. Runtuhnya tebing-tebing sungai di daerah pegunungan menyebabkan terangkutnya pasir ke hilir oleh aliran sungai. Pasir yang telah mengendap inilah yang ditambang oleh masyarakat. Penambangan pasir yang berlebihan terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Luk Ulo Kabupaten Kebumen – Jawa Tengah. Pasir, kerikil, serta berbagai jenis batu alam setiap hari diangkut untuk keperluan bangunan dan ornamen taman yang dijual keluar daerah atau di sekitar kota Kebumen.
Sementara itu, kerusakan sawah, tebing jalan, dan bangunan fisik lainnya lebih besar dari kerusakan jalan. Fenomena-fenomena di atas memperlihatkan seberapa besar kerusakan atau degradasi lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan pasir ilegal di DAS Luk Ulo. Tingginya erosi di hulu DAS Luk Ulo berakibat- pada turunnya tingkat kesuburan tanah, debit sungai dan permukaan air tanah. Akibatnya, terjadi penurunan produktivitas hasil sawah dan tegalan para petani di sekitar DAS Luk Ulo dan meningkatkan potensi banjir dan gerakan tanah. Di lain pihak, erosi yang tinggi menguntungkan para penambang pasir karena tersedia banyak sedimen.
Kegiatan penambangan pasir DAS Luk Ulo telah berlangsung sejak lama dan menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang terjadi antara lain: lahan pertanian dan areal permukiman terancam longsor, kerusakan jalan yang parah akibat truk-truk pengangkut pasir, erosi horisontal pada tebing-tebing sungai yang semakin luas, dan lain sebagainya. Akibatnya, terjadi penurunan produktivitas pertanian, dan meningkatkan potensi banjir dan gerakan tanah.
Selain kerusakan lingkungan yang dapat dilihat secara fisik, kegiatan penambangan pasir berpotensi mengganggu fungsi DAS Luk Ulo dalam mengalirkan air dan mengangkut sedimen. Oleh sebab itu perlu dilakukan pendekatan carrying capacity dalam kegiatan penambangan pasir sehingga ada arahan bagaimana kegiatan penambangan yang baik dan tidak merusak lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah terjadi kerusakan lingkungan pada daerah aliran sungai akibat dari kegiatan penambangan pasir yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan di daerah tersebut sehingga perlu adanya pengendalian kegiatan penambangan pasir- berdasarkan pendekatan carrying capacity di DAS Luk Ulo Kabupaten Kebumen.
24. Stop Site XXIV : Waduk Sempor ( Gombong )
“ Obyek wisata pengelolaan sumberdaya air dan pembangkit tenaga listrik ”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Curam
Geologi : Andesit tua, tidak pernah tergenang
Geomorfologi : Dataran tinggi
Status Tanah : Tanah Negara
Penggunaan Tanah : Budidaya sumber daya air (waduk)
Kenampakan Spesifik : perairan luas dikelilingi oleh tanaman-tanaman tahunan
Vegetasi yang tampak : tanaman tahunan yang hijau dan subur di sekeliling waduk
Ketinggian : 25-100 mdpl
Curah Hujan : ≥3000
Kedalaman tanah : >90 cm
Lereng : 15-40%
Jenis tanah : Latosol
Tekstur tanah : halus-sedang
B. Hasil Pengamatan
• Waduk ini merupakan penampung masa air hujan yang berasal dari daerah tangkapan air di atas wilayah Sempor ini. Waduk dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan untuk pengairan sawah-sawah di sekitarnya
• Volume air yang sangat besar dan dikeluarkan oleh waduk ini dapat mengairi hamparan sawah yang sangat luas di Gombong bagian selatan
• Dapat dilihat disparitas kondisi sosial ekonomi masyarakat yang sangat mencolok antara yang di atas waduk dan yang di bawah waduk. Kondisi sosial masyarakat yang berada di bagian bawah waduk ini jauh lebih baik daripada yang berada di atasnya. Fenomena ini menunjukkan peran positif dari keberadaan suatu waduk terhadap kesejahteraan penduduk di bagian bawah waduk.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 24.1 bentang alam sekitar waduk sempor
C. Pembahasan
Bila diperhatikan waduk dibangun di daerah pegunungan yakni lembah yang dialiri sungai, dan harus dibangun pada tanah yang tidak mudah diresapi air, disekitar waduk juga dijaga dengan menanami tanaman tahunan (cover crops) terutama pada greenbelt. Pada era teknologi sekarang untuk mendapatkan informasi itu semua, kita dapat melihat hasil citra satelit. Hasil citra ini akan menunjukkan area mana saja yang berhubungan langsung dengan waduk sehingga harus benar-benar dijaga kelestariannya.
Air di waduk ini sangat melimpah diperoleh dari sungai yang mengalir dari daerah hulu. Nantinya air ini dimanfaatkan untuk irigasi, PLTA, dan perikanan darat. Air di waduk ini terlihat keruh karena terjadi sedimentasi di daerah hulu.
Pengadaan waduk ini tidak sesulit pengadaan tanah untuk waduk lain karena hanya melibatkan beberapa kecamatan dalam satu kabupaten. Waduk ini diberikan dengan hak pengelolaan oleh negara.
Seperti waduk lainnya, waduk ini juga didirikan diatas pegunungan yang cekung dan dialiri sungai. Namun beda dengan waduk lainnya, waduk ini dikelilingi oleh pegunungan gamping yang strukturnya mudah larut terbawa air. Ddirikan di daerah tinggi agar dapat dialirkan ke daerah yang lebih rendah hingga daerah yang letaknya jauh
Masyarakat dapat memanfaatkan air dari waduk ini untuk irigasi sawah mereka, perikanan dan pariwisata yang hasilnya tentu menunjang perekonomian mereka.
25. Stop Site XXV : Panigoro ( Kebumen )
“Gerakan masyarakat Reforma Agraria”
A. Hasil Pengamatan
Pemberian aset Reform yang berupa penerbitan Sertipikat oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kebumen dan Akses Reform oleh PT Djarum Kudus yang berupa pemberian bibit tanaman produktif pada masyarakat yang berada pada Kawasan Konservasi Daerah Aliran Sungai ( DAS ) melalui Kelompok Gerakan Masyarakat Reforma Agraria ( GMRA ) diharapkan akan dapat meningkatkan produktifitas dan nilai tambah bagi masyarakat sekitar khususnya Masyarakat Kelompok Gerakan Masyarakat Reforma Agraria (GMRA) oleh sebab itu PT Djarum berjanji akan memberikan bantuan bibit tanaman produktif secara bertahap sapai dengan 5 tahun.
Agar tujuan pemberian akses reform sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu ditindaklanjuti dengan upaya-upaya pemeliharaan yang baik dan juga perlu adanya monitoring dari Kantor Pertanahan Kabupaen Kebumen, apakah bibit yang telah diberikan tumbuh dengan baik atau tidak.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 25.1 Gerakan Masyarakat Reforma Agraria ( GMRA ) di Kabupaten Kebumen
B. Pembahasan
Dari hasil pemantauan dan monitoring yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kebumen, Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat, dapat disimpulkan bahwa rata-rata pertumbuhan bibit tanaman produktif kelompok Gerakan Masyarakat Reforma Agraria ( GMRA ) dapat disimpulkan bahwa sebagian besar bibit tanaman produktif.
Bibit tanaman tumbuh kurang baik, hal ini disebabkan karena :
- Bibit yang diberikan sebagian besar ( 80 % ) belum siap tanam dan hanya sebagian kecil atau 20 % bibit yang sudah siap tanam
- Kesulitan didalam mencari bibit induk yang berkualiatas untuk distek atau disambungkan pada batang bibit yang telah disediakan
- Pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang penyetekan / penyambungan, penanaman dan pemeliharaanya masih sangat kurang
- Waktu pemberian bantuan bibit tanaman produktif yang dilakukan pada tahap I, kurang tepat karena dilakukan pada musim kemarau.
Untuk mengurangi resiko agar bibit bibit tanaman produktif yang diberikan dapat tumbuh dengan baik dan dapat menghasilkan produksi yang baik hal-hal yang perlu diharapkan adalah :
- Agar bantuan bibit yang diberikan dalam keadaan yang sudah siap tanam
- Agar diberikan lagi pelatihan kepada kelompok Masyarakat Gerakan Reforma Agraria tentang tata cara menyetek, menyambung, penanaman serta pemupukan atau pemeliharaannya
- Agar waktu pemberian bantuan bibit tanaman produktif dipertimbangkan dengan waktu datangnya musim tanam.
26. Stop Site XXVI : Hotel Candi Sari, Kebumen
“Diskusi pertanahan, tema : Gerakan Masyarakat Reforma Agraria di Kabupaten Kebumen”
A. Tema diskusi
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ( BPN – RI ) melalui Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional ( Kanwil BPN ) Provinsi Jawa Tengah ditingkat Provinsi maupun Kantor Pertanahan Kabupaten Kebumen ditingkat Kabupaten mempunyai agenda besar yaitu Reforma Agraria. Sejak Reforma Agraria digulirkan tahun 2006 hingga saat ini banyak hal yang telah dicapai, salah satunya yang dinilai cukup menonjol dan sebagai Ikonya Kantor Pertanahan Kabupaten Kebumen adalah Gerakan Masyarakat Reforma Agraria yang telah canangkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah dan Pelaksanaanya dipusatkan di desa Krakal Kecamatan Alian, yang meliputi Gerakan Masyarakat Reforma Agraria ( GMRA ) “SIMPATIK “ desa Krakal Kecamatan Alian dan Gerakan Masyarakat Reforma Agraria ( GMRA ) “BINTANA REJA “ desa Wonorejo Kecamatan Karanganyar.
Alasan pemilihan 2 ( dua ) desa sebagai Lokasi Gerakan Masyarakat Reforma Agraria di Kabupaten Kebumen adalah karena pada dua desa tersebut sedang dilaksanakan Program Sertifikasi Tanah secara masal melalui Kegiatan Proda Provinsi Tingkat I Tahun Anggaran 2008, sebanyak 100 bidang pada masing-masing desa sebagai Aset Reform disamping itu pada dua desa tersebut termasuk dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu Bogowonto.
B. Hasil Pengamatan
• Suasana diskusi pada gambar berikut :
Gambar 26.1 diskusi tentang Gerakan Masyarakat Reforma Agraria
( GMRA ) di Kabupaten Kebumen
C. Pembahasan
Reforma Agraria dilaksanakan melalui 2 ( dua ) Langkah yaitu :
a. Penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdsarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undsang Pokok Agraria ( UUPA )
b. Proses Penyelenggaraan Land Reform Plus, yaitu Penataan aset tanah bagi masyarakat dan Penataan akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi- dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya secara baik.
Ada dua hal yang penting didalam pelaksanaan Reforma Agraria yaitu Aset Reform dan Akses Reform. Aset Reform berupa tanah-tanah yang telah dimiliki oleh masyarkat, untuk penguatan- hak-hak atas tanahnya maka tanah tersebut harus disertipikatkan / bersertipikat, sedangkan Akses Reform nya salah satunya adalah berupa bantuan bibit tanaman produktif maupun tanaman konservasi yang diharapkan setelah ditanam hasilnya dapat meningkatkan produktifitasnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
27. Stop Site XXVII : Sawondo ( Gombong )
“Hamparan sawah di Gombong, sumber pengairan dan waduk Sempor”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran luas
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Masyarakat
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan untuk lahan sawah
Kenampakan Spesifik : bentuk lahan sawah yang amat rapi dikarenakan permukaan tanah yang datar
Vegetasi yang tampak : padi
B. Hasil Pengamatan
• Di tempat yang datar, lahan sawah terlihat lebih teratur
• Proses pengangkutan hasil produksi di area sawah pinggir jalan ini tidak sulit, sehingga proses perputaran hasil produksi bisa cepat. Dapat dilihat dari kendaraan-kendaraan yang lewat di daerah ini dengan mudah mengangkut hasil panen dan mendistribusikannya.
• Petani dari sawah dengan hamparan yang begitu luas ini tidak hanya satu atau dua orang saja. Tetapi sawah ini dikerjakan oleh beberapa petani dengan kesibukannya masing-masing. Mereka mungkin bukan pemilik Hak atas tanah sawah yang dikerjakannya, jadi sawah luas ini bisa saja jadi peluang tenaga kerja bagi para buruh tani.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 27.1 Sawondo, hamparan sawah yang luas
C. Pembahasan
Lahan sawah yang luas menjadi sangat optimal dalam memproduksi makanan pokok di Indonesia yaitu padi. Dengan difungsikannya lahan luas yang datar sebagai area persawahan, maka hasilnya akan optimal. Selain itu faktor letak area sawah yang berada di pinggir jalan mempermudah dalam proses pendistribusiannya. Sehingga perputaran uang dapat cepat bagi para petani.
Dengan adanya area persawahan yang luas, ini juga membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar. Dikarenakan dalam satu petak sawah tidak cukup hanya di kelola oleh satu orang petani. Mereka bersama-sama dalam mengerjakan petak sawahnya. Sehingga pembagian tugas dalam bertani dapat membuka peluang kerja bagi masyarakat di daerah ini dan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
28. Stop Site XXVIII : Pantai Suwuk (Gombong )
“Pemandangan pantai selatan di perbatasan dataran dan perbukitan Karangbolong, sempadan pantai”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Dataran aluvial pantai
Geologi : pasir
Geomorfologi : Bentang pantai dengan bukit di pinggir pantai
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Aluvial pantai
Status Tanah : Tanah milik negara
Penggunaan Tanah : tempat pariwisata, tegalan
Kenampakan Spesifik : wisata pantai dengan bukit di pinggir pantai
Vegetasi yang tampak : cemara laut
B. Hasil Pengamatan
• Terdapat bukit yang telah di budidayakan sebagai perladangan untuk tanaman semusim hingga ke tingkat kemiringan bukit yang terjal.
• Masyarakat sekitar sudah berupaya menarik minat masyarakat luas untuk singgah ke Pantai ini dengan membuka wisata lain sepanjang pinggir pantai yaitu dengan adanya kebun binatang milik masyarakat sekitar, contohnya seperti monyet dan lain-lain.
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 28.1 Pantai Suwuk, penggunaan lahan di bukit pinggir pantai yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kondisi lahan
C. Pembahasan
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang menyimpan banyak potensi alam baik daratan maupun lautan (pantai). Kondisi tanah yang subur menjadikan Indonesia sebagai pusat perhatian kelompok manusia untuk menetap dan mengembangkan usahanya masing-masing, sedangkan potensi perairan yang berupa lautan dan pantai merupakan salah satu obyek wisata yang banyak digemari oleh wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dapat dikarenakan Indonesia merupakan negara tropis, selain itu juga memilki laut tropis, pantai pasir yang putih bersih, dan air laut yang jernih membiru. Sehingga banyak wisatawan mancanegara yang datang mengharapkan dapat menikmati udara segar dan keindahan pantai, selain itu juga untuk melakukan kegiatan olahraga air seperti selancar-air, ski-air, menyelam, dan sebagainya.
Banyaknya wisatawan dengan intensitas tinggi yang berkunjung ke Indonesia, ini merupakan salah satu keuntungan yang dapat meningkatkan devisa untuk pembangunan bangsa dan negara. Namun di lain pihak, patut disadari bahwa pembangunan ekonomi umumnya dan perkembangan kepariwisataan khususnya, atas dasar pengalaman bukan hanya menghasilkan kemakmuran dan kemajuan akan tetapi juga dapat menimbulkan perubahan terhadap lingkungan dan sumber daya alam yang tidak diharapkan dan tidak diinginkan. Perubahan ini kadang muncul diluar rencana dan dapat mengejutkan kita semua, baik penduduk dan masyarakat setempat, maupun pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Perubahan Lingkungan hidup dan sumber daya alam, diluar rencana inilah yang dikenal dengan istilah dampak lingkungan. Maka dari itu bagaimana agar sektor pariwisata di Indonesia khususnya obyek wisata pantai dan laut dapat berkembang dan menjadi
obyek wisata unggulan dengan tidak merusak lingkungan/ ekosistem yang ada didalamnya.
Contohnya pada kawasan ini, ombak yang begitu besar di pantai ini dapat menarik minat wisatawan untuk menikmati berselancar di sini. Selain itu dapat meningkatkan kebutuhan ekonomi masyarakat apabila pengunjung dari pantai ini meningkat. Hanya saja seiring banyaknya pengunjung yang datang ke pantai ini, masyarakat sekitar pantai harus memikirkan pelestarian alam pantai juga.
Selain itu tampak pada bukit yang telah dibudidayakan untuk tanaman semusim oleh masyarakat di pinggir Pantai ini, hal tersebut dapat mengikis tanah dan merusak secara perlahan. Seharusnya di bukit tersebut dapat ditanami tanaman-tanaman tahunan yang dapat menahan pengikisan tanah oleh air laut.
29. Stop Site XXIX : Petanahan-Kebumen
“Lokasi rencana jalan lintas selatan, status kepemilikan dan pembebasan tanah”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Masyarakat
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan untuk pusat perbelanjaan
Kenampakan Spesifik : lahan dipadati oleh gedung-gedung
Vegetasi yang tampak : jarang sekali terdapat vegetasi, hanya digunakan sebagai dekorasi taman
B. Hasil Pengamatan
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 29.1 Petanahan, jalan yang statusnya belum di bebaskan
C. Pembahasan
“Pemaksaan” pembebasan tanah melalui penetapan harga tanah adalah merupakan kasus yang kerap kali merugikan masyarakat ketika proses pembebasan tanah. Inilah permasalahan yang terjadi dalam pengembangan proyek di bangunnya jalan ini yaitu jalur lintas selatan pulau Jawa di kawasan ini. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No 3 Tahun 2007, pihak P2T (Panitia Pembebasan Tanah) yang ditunjuk pemerintah mematok harga tanah berdasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), sebagaimana yang disebutkan pasal 28 ayat 2. Padahal nilai harga yang merujuk pada NJOP, justru akan merugikan masyarakat. Sehingga harga tanah yang ditetapkan pemerintah terlampau murah jika dibandingkan dengan harga pasaran (harga yang berlaku di masyarakat).
Ini misalnya terjadi pada saat pembebasan tanah di kawasan ini. Sebagian masyarakat masih tidak mau membebaskan tanah mereka untuk pembangunan jalan. Pada akhirnya saat ini lokasi ini di jadikan tempat pelatihan militer yang tertutup untuk sebagian masyarakat.
30. Stop Site XXX : jalan Daendles
“Lahan kering untuk pertanian tanaman jeruk dan pola hidup masyarakat setempat”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Regosol
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Masyarakat
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan untuk perkebunan jeruk
Kenampakan Spesifik : kanan dan kiri jalan yang di tanami jeruk hampir panen
Vegetasi yang tampak : pohon jeruk
B. Hasil Pengamatan
• Sepanjang kanan dan kiri jalan terdapat usaha masyarakat perkebunan jeruk
• kita bisa menyaksikan buah jeruk yang kuning bergelayutan lebat sekali pada dahan-dahan dan ranting yang relatif kecil
• masyarakat dapat mendapatkan keuntungan yang lebih dalam mengelola lahan kering sebagai perkebunan jeruk jika dibandingkan dengan tanaman jenis lain
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 30.1 Jalan daendles, Kebun jeruk
C. Pembahasan
Pemanfaatan lahan kering sebagai perkebunan jeruk merupakan suatu bentuk usaha dalam meningkatkan hasil produksi dan pendapatan masyarakat di area lahan kering. Sebab lahan kering mempunyai sumber daya air yang sangat minim. Sulit untuk memfasilitasinya dengan pengairan yang cukup. Sehingga tanaman seperti persawahan yang membutuhkan banyak air tidaklah cocok dengan kawasan lahan kering. Selain itu, di pilihnya tanaman jeruk sebagai komoditi pada kawasan ini mungkin dikarenakan harga jual jeruk yang lumayan menggiurkan di pasaran. Sehingga ekonomi masyarakat sekitar dapat meningkat dengan bertumpu pada perkebunan jeruk milik mereka. Proses distribusi dari hasil produksinya pun lancar dan cepat, dalam artian buah jeruk di pasaran lebih cepat laku di bandingkan dengan yang lainnya.
31. Stop Site XXXI : jalan Daendles
“Lahan kering untuk budidaya tanaman tebu dan pola hidup masyarakat setempat”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Datar
Geologi : Endapan vulkanik
Geomorfologi : Dataran
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Material Vulkanik
Status Tanah : Tanah Masyarakat
Penggunaan Tanah : Budidaya lahan untuk perkebunan tebu
Kenampakan Spesifik : selain tebu, masyarakat juga memanfaatkan lahan secara maksimal dengan juga membuat tegalan tanaman semusim lainnya
Vegetasi yang tampak : tebu, papaya, kacang-kacangan, jagung
B. Hasil Pengamatan
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 31.1 jalan Daendles, perkebunan tebu
C. Pembahasan
Tebu merupakan tanaman perkebunan/industri berupa rumput tahunan. Tanaman ini merupakan Komoditi Tebu penting karena di dalam batangnya terkandung 20% cairan gula. Masyarakat daerah ini memanfaatkan lahan keringnya sebagai perkebunan tebu di selingi oleh tanaman tegalan lain yang menunjang tingkat kebutuhan ekonomi masyarakat. Dari pengamatan, kehidupan masyarakat sekitar cukup berkemampuan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk rumah masyarakat di lokasi ini sepanjang jalan. Nilai jual tanaman tebu sebagai komoditi utama usaha pembuatan gula telah menjadi sumber utama penghasilan penduduk di kawasan ini.
32. Stop Site XXXII : Desa Grabag Kutoarjo-Purworejo
“Lokasi tambang pasir besi dan reklamasinya”
A. Karakteristik Wilayah
Fisiografi : Dataran aluvial pantai
Geologi : pasir
Geomorfologi : Bentang pantai dengan pasir kasar
Jenis Tanah : Aluvial
Bahan Induk : Aluvial pantai
Status Tanah : Tanah milik negara
Penggunaan Tanah : Bekas penambangan pasir, tegalan
Kenampakan Spesifik : bekas penambangan pasir yang tidak dikelola lagi secara baik
Vegetasi yang tampak : cemara laut, pandan berduri, bawang merah
B. Hasil Pengamatan
• Jalan menuju pantai rusak dan lokasi pantai seperti gundukan bukit-bukit bertebing terjal
• Jenis pasir yang ditambang kini pasir uruk
• usaha penambangan pasir besi telah mengakibatkan kerusakan lingkungan
• penambangan pasir besi di pantai itu pada masa lalu telah mengakibatkan turunnya sumber air setempat, merusak lingkungan pantai, dan tidak melibatkan warga setempat sebagai pekerja
• Tanaman pelindung di pantai hilang, terjadi kerusakan pantai padahal pohon itu menjadi pelindung tanaman pertanian milik warga setempat dari tiupan angin pantai yang ekstrem
• Beberapa tempat di kawasan pantai itu yang pada masa lalu berupa gunung pasir, telah berubah menjadi cekungan dan lokasi bergelombang karena aktivitas penambangan
• Telah dilaksanakan usaha penghijauan di kawasan ini
• Penampakkan fisiknya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 32.1 Grabag, lahan bekas penambangan pasir
Gambar 32.1 Grabag, lokasi bekas penambangan pasir
C. Pembahasan
Wilayah pantai merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan lautan. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat proses endogen dan exogen akan dapat terlihat pada wilayah tersebut, baik perubahan dari geomorfologi, proses-proses erosi dan sedimentasi, jenis tanah dan batuan sedimen yang terbentuk, kondisi- hidrogeologi, berbagai proses bencana alam, dan perubahan ekosistem maupun lingkungan manusia
Wilayah pantai yang umumnya datar, berbatasan dengan laut, banyak sungai, airtanah yang relatif dangkal, serta terkadang mengandung mineral ekonomis, berpandangan indah dan mempunyai terumbu karang tentu sangat menarik dan dapat mendukung berbagai pembangunan. Kota-kota, pelabuhan, pertanian dan perikanan, wisata bahari, kawasan industri, bahkan kadang-kadang penambangan mineral dan bahan bangunan dapat berkembang di wilayah pantai. Banyak kota besar, kota pelabuhan, kota perdagangan, dan ibu kota negara atau ibu kota daerah berada di sana.
Penambangan bahan bangunan berupa pasir pada awalnya berkembang di lokasi ini. Namun seiring berjalannya waktu- ternyata kegiatan penambangan bukan menjadikan kawasan ini semakin bermanfaat untuk masyarakat sekitar, melainkan justru merugikan. Lahan di pesisir pantai menjadi rusak, tandus tidak terpelihara dengan penampakan alam berupa lubang-lubang bekas galian pasir di sana sini. Selain itu, jalan menuju ke pantai pun rusak berat dan menjadi bergelombang akibat truk pasir yang lalu lalang tiap dua jam melintasi jalan ini mengangkut hasil penambangan untuk didistribusikan. Hal ini sama sekali tidak menguntungkan bagi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan ini. Hal ini pula yang membuat masyarakat sekitar mulai berontak dan menentang kegiatan penambangan pasir lagi. Dengan berhentinya kegiatan penambangan, masyarakat mulai memikirkan bagaimana cara memperbaiki kerusakan lahan yang di akibatkan proses penambangan pasir dengan mulai melakukan penghijauan. Berbagai upaya dilakukan untuk menyuburkan kawasan ini kembali. Contohnya adalah dengan mencoba menanam berbagai vegetasi seperti cemara laut, pohon kelapa dan lain-lain. Selain itu, masyarakat juga membudidayakan penanaman tanaman semusim seperti bawang merah. Uji coba penanaman bawang merah teryata membuahkan hasil di kawasan ini sehingga masyarakat sekitar pantai dapat meningkat kehidupannya dari aspek ekonomi.
B. Karakteristik Bentang Lahan Setiap Loka Pengamatan secara Holistik dan Komperhensif
Air hujan (rain water) itu bisa turun dari awan disebabkan oleh pengaruh gravitasi bumi. Ketika tiba di permukaan bumi air hujan akan merembes ke dalam tanah melalui saluran pori-pori atau rongga-rongga diantara butir-butir batuan. Bila jumlah air hujan yang turun cukup deras, maka air tersebut akan mengisi rongga-rongga antar butiran sampai penuh- atau jenuh. Air hujan yang sudah masuk ke tanah disebut air tanah. Kalau sudah tidak tertampung lagi, maka air hujan yang masih dipermukaan akan mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Dapat diamati dari perjalanan jalur pertama, kita dapat membedakan posisi ketinggian suatu tempat yaitu mulai dari daerah Kaliadem (lereng Merapi) hingga tiba di Pantai Parangkusumo. Perbedaan ketinggian dari kedua daerah ini dapat dibandingkan dengan jelas. Sehingga air hujan yg mengalir dari atas ( Gunung Merapi ) ke daerah pantai (Parang kusumo ) membawa serta produk-produk vulkanik yang memberikan keberagaman tipe struktur tanah di sepanjang perjalanannya.
Hal itu pula yang tampak pada sepanjang perjalanan di jalur kedua sampai dengan jalur terakhir, air terlihat menjadi suatu hal yang amat menentukan pola struktur jenis tanah. Selain dari air, yang mempengaruhi beragamnya jenis tanah adalah karena tanah juga terdiri dari bahan – bahan an-organik yang disebut mineral dan didapat dari batuan yang telah mengalami pelapukan. Bahan – bahan an-organik ini terdiri dari sisa – sisa makhluk hidup yang telah lapuk. Berubahnya bahan – bahan an-organik dan bahan organik menjadi butir – butir tanah disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
1. Pemanasan matahari pada siang hari dan pendinginan pada malam hari;
2. Batuan yang sudah retak, pelapukan dipercepat oleh air;
3. Akar tumbuh – tumbuhan dapat memecah batu – batuan sehingga hancur;
4. Binatang – binatang kecil seperti cacing tanah, rayap dan sebagainya yang membuat lubang dan menghancurkan batuan;
5. Pemadatan dan tekanan pada sisa – sisa zat organik akan mempercepat terbentuknya tanah.
Dari keseluruhan stop site yang menjadi loka pengamatan, sumber daya air sangatlah menjadi penting untuk diamati karena air merupakan sumber penghidupan manusia. Dimana manusia sangat membutuhkan air dalam kelangsungan hidupnya. Bahkan semua organisme baik hayati maupun hewani juga membutuhkan air sebagai penopang kelangsungan hidup. Analisanya adalah bagaimana manusia sebagai subyek pengguna tanah dapat mendayagunakan tanah dengan sebaik-baiknya sehingga dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari penggunaan tanah baik dari aspek fisik,, ekonomi, dan sosialnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kuliah Praktek Lapangan (KPL) telah dilaksanakan dengan melihat, mengamati, mengenal dan memahami dari berbagai bentuk karakteristik bentang lahan. Tiap stop site mempunyai kenampakan dan potensi yang berbeda, karakteristik tanah yang sangat berbeda. Begitu juga dengan penggunaan tanah dan pemanfaatan tanahnya. Tingkat kesuburan tanah yang baik dan air yang cukup memberikan ketertarikan tersendiri bagi masyarakat untuk mengolah tanah. Tanah dimanfaatkan seintensif mungkin untuk daerah pertanian, baik itu sebagai daerah persawahan, perkebunan, maupun palawija. Walaupun ada beberapa stop site yang mempunyai kesamaan terutama vegetasi yang didominasi karst mempunyai keunikan alam tersendiri dimana ditemuinya goa, sungai bawah tanah dan fenomena patahan. Vegetasi didominasi oleh pohon jati, mahoni, sonokeling, pinus dan kayu putih. Selain ditanam di pekarangan jati juga diusahakan pada hutan masyarakat. Karena lamanya produksi pohon jati banyak masyarakat yang mengusahakan pertanian. Walaupun daerah tersebut kurang subur tetapi pertanian masih diusahakan secara maksimal, yaitu dengan menggunakan dan memanfaatkan tanah tersebut sesuai kemampuan tanahnya dan bentuk perkampungan.
Seiring dengan perkembangan daerah kota dan tingginya permintaan akan tanah untuk perumahan sebagai akibat dari bertambahnya jumlah penduduk ternyata perubahan penggunaan tanah tidak bisa dielakkan. Banyak tanah pertanian beralih kepada pembangunan perumahan karena dipandang lebih menguntungkan. Pembangunan tidak terkontrol oleh pemerintah daerah setempat sehingga menyebabkan pembangunan perumahan tidak pada satu titik, melainkan terpencar-pencar tidak beraturan.
Perbedaan kenampakan dan kemampuan tanah diharapkan pemerintah benar-benar memperhatikan segala aspek dalam menerapkan kebijakan pertanahan. Jadi tidak hanya pemerintah yang diuntungkan, tetapi juga memberikan nilai lebih terhadap masyarakat.
B. Saran
1. Kuliah Praktek Lapangan untuk selanjutnya agar koordinasi antara panitia dan mahasiswa lebih ditingkatkan. Pemberian waktu di masing-masing stop site agar lebih diperpanjang sehingga para mahasiswa lebih memahami tentang bentuk lahan di lapangan, memahami karakteristik masing-masing bentuk lahan dan lebih mampu menganalisis keterkaitan antara komponen lahannya.
2. Bentuk baku kerangka laporannya diharapkan diumumkan secepatnya, agar pembuatan laporan akan lebih matang dan baik kedepannya.
3. Disetiap stop site diadakannya dialog dengan masyarakat untuk mendapatkan data-data yang lebih akurat.
4. Diharapkan disetiap bis peserta didampingi Instruktur sehingga diperjalanan peserta mendapatkan penjelasan tentang fenomena alam disepanjang jalan yang dilewati.
5. Mahasiswa hendaknya di beri pegangan peta jalur perjalanan sehingga mahasiswa dapat lebih mengetahui lokasi-lokasi setiap stop site.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
blog.unila.ac.id/igedesy/files/2009/08/bentuklahan-sebagai.pdf -
magisterhukum.unila.ac.id/wp-content/uploads/2010/.../sumberdaya-air.pdf
http://digilib. its. ac. id/public/ITS-Undergraduate-6818-3604100008-bab1. p df
http://watchmyblog.wordpress.com/2010/01/16/jenis-batuan-geo/
http://id.wikipedia.org/wiki/Tebu
http://www.ipard.com/patent/HaKI-Mesin.htm
http://www.google.co.id/images?hl=id&q=kebun%20jeruk%20kuning&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&tab=wi
http://lunga26.blogspot.com/2010_02_01_archive.html
http://kompas.realviewusa.com/default.aspx?iid=35422&startpage=page0000003http://www.google.co.id/#hl=id&q=perkebunan+jeruk+di+lahan+kering&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=8f5b4d7c737b4f6
http://www.pdfound.com/pdf/makalah-cara-hidup-masyarakat-perkotaan.html
http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=gaya+hidup+orang+perkotaan&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=c52159addf56e314
http://whois.domaintools.com/mirotakampus.com
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=profil+kantor+pertanahan+kebumen&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=
http://www.google.co.id/search?hl=id&source=hp&q=profil+kantor+pertanahan+purworejo&btnI=Saya+Lagi+Beruntung&meta=&aq=o&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=