:)

:)

Senin, 10 Mei 2010

makalah tentang alih fungsi lahan pertanian dipengaruhi oleh masyarakat

MAKALAH

PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DIPENGARUHI OLEH PARTISIPASI MASYARAKAT

1. PENDAHULUAN

Sejak manusia pertama kali menempati bumi, lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan. Konkritnya, lahan difungsikan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensi. Aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam (pertanian). Seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan penggunaan lahan mulai terusik. Keterusikan ini akhirnya menimbulkan kompleksitas permasalahan akibat pertambahan jumlah penduduk, penemuan dan pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi pemanfaatan. Perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi nonpertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi) lahan, kian waktu kian meningkat. Khusus untuk Indonesia, fenomena ini tentunya dapat mendatangkan permasalahan yang serius di kemudian hari, jika tidak diantisipasi secara serius dari sekarang. Implikasinya, alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial.

Sebetulnya sejumlah perundang-undangan telah dibuat dan berbagai peraturan sudah diciptakan, namun semuanya seakan-akan mandul dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Dengan kata lain, efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih fungsi tersebut belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diwujudkan suatu strategi pengendalian alternatif, yaitu yang dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat.


a. Latar Belakang

Di satu sisi, alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Di sisi lainnya, efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih fungsi selama ini belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diwujudkan suatu strategi pengendalian alternatif yang dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat.

a. Tujuan

Tujuan utama di buatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Geografi Desa dan Kota. Selain itu, Makalah ini juga bertujuan untuk :

(1) mengidentifikasi keragaman alih fungsi lahan pertanian dan kinerja pengendaliannya;

(2) merekomendasikan strategi alternatif pengendalian alih fungsi lahan, baik strategi peraturan kebijakan maupun strategi partisipasi masyarakat.

Strategi peraturan kebijakan mencakup komponen instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif masyarakat. Sementara itu, strategi partisipasi masyarakat ditempuh melalui pemahaman terhadap eksistensi pemangku kepentingan (stakeholder analysis). Dengan kata lain, strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang bertumpu pada partisipasi masyarakat adalah dengan melibatkan peran serta aktif segenap pemangku kepentingan (stakeholders) sebagai entry point perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian (fokus analisis) perundang-undangan dan peraturan yang ada melalui pendekatan sosialisasi dan advokasi.

b. Pokok Masalah

Adapun pokok masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai :

1.) alih fungsi lahan pertanian,

2.) pengendalian alih fungsi lahan pertanian,

3.) partisipasi masyarakat, dan

4.) pemangku kepentingan


2. ISI

Dua kata kunci dalam strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian adalah holistik dan komprehensif. Dengan kata lain, alih fungsi lahan pertanian harus jadi perhatian semua pihak, baik yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat di dalamnya. Pihak-pihak yang dimaksud merupakan tumpuan dengan dimensi cukup luas, yakni segenap lapisan masyarakat atau pemangku kepentingan (stakeholders) yang berhubungan secara nyata dan tidak nyata dengan alih fungsi lahan pertanian. Sehubungan dengan itu, dasar pemikiran mengenai strategi pengendalian alih fungsi lahan yang bertumpu pada masyarakat ini.

Terdapat tiga langkah dalam mewujudkan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang bertumpu pada masyarakat. Pertama, titik tumpu (entry point) strategi pengendalian adalah melalui partisipasi segenap pemangku kepentingan. Hal ini cukup mendasar, mengingat para pemangku kepentingan adalah pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan proses alih fungsi lahan pertanian. Kedua, fokus analisis strategi pengendalian adalah sikap pandang pemangku kepentingan terhadap eksistensi peraturan kebijakan seperti instrumen hukum (peraturan perundang-undangan), instrumen ekonomi (insentif, disinsentif, kompensasi) dan zonasi (batasan-batasan alih fungsi lahan pertanian). Esensinya, sikap pandang pemangku kepentingan seyogyanya berlandaskan inisiatif masyarakat dalam bentuk partisipasi aksi kolektif yang sinergis dengan peraturan kebijakan, sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat. Ketiga, sasaran (goal) strategi pengendalian adalah terwujudnya pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang selaras dan berkelanjutan.


3. PEMBAHASAN

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif.

Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.

Kemudian pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan. Secara empiris lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh :

(1) kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi;

(2) daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan;

(3) akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering; dan

(4) pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan. Maraknya fenomena alih fungsi lahan pertanian sudah seyogyanya jadi perhatian semua pihak.

Sebetulnya berbagai kebijakan yang berkaitan dengan masalah pengendalian alih fungsi lahan sawah sudah banyak dibuat. Paling tidak ada 10 peraturan/perundang-undangan yang berkaitan dengan pengendalian alih fungsi lahan sawah. Akan tetapi, hingga kini implementasinya belum berhasil diwujudkan secara optimal. Hal ini antara lain karena kurangnya dukungan data dan minimnya sikap proaktif yang memadai ke arah pengendalian alih fungsi lahan sawah tersebut. Terkait dengan itu, terdapat tiga kendala mendasar yang menjadi alasan mengapa peraturan pengendalian alih fungsi lahan sulit terlaksana, yaitu :

1. Kendala Koordinasi Kebijakan. Di satu sisi pemerintah berupaya melarang terjadinya alih fungsi lahan, tetapi di sisi lain justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan tersebut melalui kebijakan pertumbuhan industri/manufaktur dan sektor nonpertanian lainnya yang dalam kenyataannya menggunakan tanah pertanian.

2. Kendala Pelaksanaan Kebijakan. Peraturan-peraturan pengendaliah alih fungsi lahan baru menyebutkan ketentuan yang dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan atau badan hukum yang akan menggunakan lahan dan atau akan merubah lahan pertanian ke nonpertanian. Oleh karena itu, perubahan penggunaan lahan sawah ke nonpertanian yang dilakukan secara individual/perorangan belum tersentuh oleh peraturan-peraturan tersebut, dimana perubahan lahan yang dilakukan secara individual diperkirakan sangat luas.

3. Kendala Konsistensi Perencanaan. RTRW yang kemudian dilanjutkan dengan mekanisme pemberian izin lokasi, merupakan instrumen utama dalam pengendalian untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis. Namun dalam kenyataannya, banyak RTRW yang justru merencanakan untuk mengalih fungsikan lahan sawah beririgasi teknis menjadi nonpertanian.

sehubungan dengan tiga kendala di atas, tidak efektifnya peraturan yang telah ada, juga dipengaruhi oleh : (1) lemahnya sistem administrasi tanah; (2) kurang kuatnya koordinasi antar lembaga terkait; dan (3) belum memasyarakatnya mekanisme implementasi tata ruang wilayah. Di samping itu, persepsi pemerintah tentang kerugian akibat alih fungsi lahan sawah cenderung bias ke bawah (under estimate), sehingga dampak negatif alih fungsi lahan sawah tersebut kurang dianggap sebagai persoalan yang perlu ditangani secara serius dan konsisten.

4. PENUTUP

Setelah di telaah lebih lanjut, bahwa dari beberapa peraturan perundang-undangan alih fungsi lahan pertanian yang ada memiliki berbagai kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain : 1. Obyek lahan pertanian yang dilindungi dari proses alih fungsi ditetapkan berdasarkan kondisi fisik lahan, padahal kondisi fisik lahan tersebut relatif mudah direkayasa, sehingga alih fungsi lahan dapat berlangsung tanpa melanggar peraturan yang berlaku. 2. Peraturan yang ada cenderung bersifat himbauan dan tidak dilengkapi sanksi yang jelas, baik yang menyangkut dimensi maupun pihak yang dikenai sanksi. 3. Jika terjadi alih fungsi lahan pertanian yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka sulit ditelusuri pihak mana yang paling bertanggung-jawab, mengingat izin alih fungsi lahan merupakan keputusan kolektif berbagai instansi. 4. Peraturan perundangan-undangan yang berlaku kadangkala bersifat paradoksal dan dualistik. Di satu sisi bermaksud untuk melindungi alih fungsi lahan sawah, namun di sisi lainnya pemerintah cenderung mendorong pertumbuhan industri yang notabene basisnya membutuhkan lahan.

Selain beberapa hal dikemukakan di atas, terdapat dua faktor strategis lainnya yang selama ini tertinggalkan. Pertama, belum banyak dilibatkannya petani sebagai pemilik lahan dan pelaku dalam kelembagaan lokal secara aktif dalam berbagai upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Kedua, belum terbangunnya komitmen, perbaikan sistem koordinasi, dan pengembangan kompetensi lembaga-lembaga formal dalam menangani alih fungsi lahan pertanian. Akhirnya, kondisi tersebut menyebabkan instrumen kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang selama ini telah disusun, tidak dapat menyentuh secara langsung simpul-simpul kritis permasalahan empiris yang terjadi di lapangan.

a. Kesimpulan

Dapat di pahami bahwa penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian boleh dikatakan bersifat multidimensi. Oleh karena itu, upaya pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan melalui satu pendekatan saja. Mengingat nilai keberadaan lahan pertanian bersifat multifungsi, maka keputusan untuk melakukan pengendaliannya harus memperhitungkan berbagai aspek yang- melekat pada- eksistensi lahan itu sendiri. Hal tersebut mengingat lahan yang ada mempunyai nilai yang berbeda, baik ditinjau dari segi jasa (service) yang dihasilkan maupun beragam fungsi yang melekat di dalamnya.

Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat adalah dengan melibatkan peran serta aktif segenap pemangku kepentingan (stakeholders) sebagai entry point perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian (fokus analisis) perundang-undangan dan

peraturan yang ada. Namun perlu digarisbawahi bahwa partisipasi masyarakat tidak akan terwujud bila tidak diiringi dengan pendekatan dalam bentuk sosialisasi

dan advokasi. Hal demikian mengingat masyarakat sendiri memiliki tipologi kemajemukan yang antara lain dicirikan oleh perbedaan (stratifikasi) sosial dengan ikatan kaidah, institusi, dan perilaku. Pola yang bersifat penekanan atau bujukan (inducement) seyogyanya dihindari dan digantikan dengan pendekatan yang berlandaskan tipologi kemajemukan masyarakat diiringi dengan pemahaman dan apresiasi terhadap kearifan lokal (local wisdom) setempat. Dalam skala makro, salah satu pendekatan yang patut dipertimbangkan adalah yang bersifat filosofis eksistensi lahan dan manusia.

b. Saran

Perlu direkomendasikan tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian alih fungsi lahan sawah (wetland), yaitu melalui : (1) regulation; (2) acquisition and management; dan (3) incentive and charge.

Uraian singkat dari ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Regulation. Melalui pendekatan ini pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambil kebijakan bisa melakukan pewilayahan (zoning) terhadap lahan yang ada serta kemungkinan bagi proses alih fungsi. Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan. Dalam tatanan praktisnya, pola ini telah diterapkan pemerintah melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembentukan Tim Sembilan di tingkat kabupaten dalam proses alih fungsi lahan. Sayangnya, pelaksanaan di lapangan belum sepenuhnya konsisten menerapkan aturan yang ada.

2. Acquisition and Management. Melalui pendekatan ini pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) yang ada guna mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian.

3. Incentive and Charges. Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang menarik bagi yang mempertahankan keberadaan lahan pertanian, merupakan bentuk pendekatan lain yang disarankan dalam upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian berikut usaha ikutannya.

Mengingat selama ini penerapan perundang-undangan dan peraturan pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak pada acuan pendekatan pengendalian sebagaimana dikemukakan di atas, maka perlu diwujudkan suatu kebijakan alternatif. Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan kebuntuan pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya.

Adapun komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan

inisiatif masyarakat. Instrumen hukum meliputi penerapan perundang-undangan dan peraturan yang mengatur mekanisme alih fungsi lahan. Sementara itu, instrumen ekonomi mencakup insentif, disinsentif, dan kompensasi.

Sumber telaah:

Muhammad Iqbal dan Sumaryanto

(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian)

3 komentar:

  1. Assalamu'alaikum wr.wb.

    perkenalkan, nama saya Untung Kusyono, saya mahasiswa Universitas Indonesia, saya tertarik dengan makalah ini, kalau boleh dan berkenan saya berminat untuk mendapatkan versi lengkapnya dan bisa dikirim ke alamat email saya di untung.dian@gmail.com

    Terima Kasih banyak

    Warm Regard

    Untung Kusyono, SH

    BalasHapus
  2. saya willy dharma, saya karyawan pemda kabupaten madiun, saya sangat tertarik dg makalah ini, terutama tentang 10 regulasi dan tim 9 kabupaten, apabila berkenan mohon agar dapatnya saya diberi data keduanya, dan dikirim ke email saya di willys.riawan@gmail.com
    atas bantuannya kami ucapkan terimakasih yg sebesar2nya

    willy dharma
    18 Agustus 2010

    BalasHapus
  3. Assalamu'alaikum wr.wb.

    Saya Untung Kusyono, saya mahasiswa Kenotariatan Universitas Indonesia, mohon maaf jika berkenan,saya tertarik dan sangat membutuhkan makalah ini untuk menambah referensi saya dalam memenuhi tugas penulisan tesis saya, kalau boleh dan berkenan saya berminat untuk mendapatkan versi lengkapnya dan bisa dikirim ke alamat email saya di untung.dian@gmail.com

    Terima Kasih banyak

    Warm Regard

    Untung Kusyono, SH

    BalasHapus